Selain dari aspek psikis, secara pandangan sosial masyarakat juga membuat penyintas tidak berani mengungkapkan, karena adanya stigma buruk yang melekat pada penyintas. Orang-orang akan mengatakan betap murahannya korban tadi karena sudah dilecehkan dan sebagainya. Padahal yang semestinya ditindaklanjuti adalah si pelaku. Belum lagi jika adanya relasi kuasa yang timpang. Dalam kasus yang sedang viral di UNM, posisi pengaruh yang dimiliki pelaku dalam hal ini sebagai dosen, membuat korbannya takut untuk melaporkan. Barangkali akan mendapatkan intervensi secara akademik, dalam hal ini tidak lulus pada mata kuliahnya. Secara tidak langsung, pelaku merasa punya keleluasaan untuk terus melecehkan mahasiswi tersebut. Belum lagi, lingkungan yang menormalisasikan, atau kemungkinannya belum paham dalam bagaimana menyikapi pelecehan seksual yang terjadi.
Kemudian, secara aspek hukum dalam hal penjaminan hak-hak korban tidak diakomodir oleh kampus. Padahal sudah ada dua payung hukum yang menjadi landasan utamanya. Dalam hal ini, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam Lingkup Kampus dengan memberikan amanat bagi setiap perguruan tinggi untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang terdiri dari mahasiswa, tenaga kependidikan, dan pendidik. Namun, sanksi dalam aturan ini hanya terbatas pada segi administratif saja.
Yang terbaru, telah disahkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pindak Kekerasan Seksual yang diharapkan mampu melindungi hak-hak korban. Karena UU TPKS ini merupakan landasan aturan yang utuh, formil dan adil bagi korban kekerasan seksual dengan memberi kepastian hukum. Salah satu poin penting dalam aturan ini mengenai pendampingan korban mulai dari proses pembuatan laporan hingga pemulihan kondisi korban.
Kampus Dinilai Masih Abai, Menjaga Nama Baik kah?
Dengan maraknya pemberitaan kasus kekerasan seksual yang mencuat di publik yang terjadi di lingkup kampus UNM. Semestinya membuka mata birokrasi kampus untuk segera mengusut tuntas kasus tersebut. Alih-alih mengusutnya, beberapa pernyataan yang keluar dalam asumsi penulis belum ada pertanda untuk segera diselesaikan. Alasannya masih minim laporan akan kasus tersebut. Padahal sudah beberapa akun di media sosial yang mengangkat isu ini disertai beberapa laporan korban.
Sejatinya kampus segera bertindak dan membentuk satuan tugas penanganan kekerasan seksual. Atau menindaklanjuti oknum dosen yang diduga melecehkan mahasiswanya melalui komisi disiplin. Sebetulnya banyak cara yang bisa dilakukan pihak kampus. Tapi, beredar asumsi mahasiswa bahwa kampus tidak ingin menindaklanjuti kasus ini karena menjaga nama baiknya. Betulkah demikian?
Ketika kita flashback kembali kasus satpam akhir 2021 lalu yang mengintip mahasiswi saat mandi kemudian merekamnya yang berujung pemecatan. Korban merupakan mahasiswi yang sedang mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di UNM. Kejadian tersebut sangat mencoreng nama kampus dengan akreditasi A ini. Tetapi di lain sisi, UNM tetap menerima penghargaan penerima dan pengirim mahasiswa terbanyak dalam program yang diselenggarakan oleh Kemendikbud. Kemudian, imbas dari kejadian tersebut, UNM tidak dijadikan sebagai kampus penerima mahasiswa pertukaran di tahun 2022 ini.
Hal tersebut yang mestinya membuat UNM lebih berbenah dan harus serius menangani kasus kekerasan seksual. Bukan tidak mungkin, ketika UNM berhasil menangani kasus ini menjadi sebuah prestasi tersendiri. Membuktikan bahwa kampus UNM betul-betul aman dari segala bentuk kekerasan seksual. Apalagi kampus sebagai pencetak generasi masa depan bangsa yang nantinya akan menentukan arah bangsa ke depannya. Harus berfokus pada academic excellent, untuk itu harus mampu menjaga kenyamanan dan keamanan seluruh sivitas akademika. Terlebih mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi untuk mengubah taraf hidupnya.
REFERENSI
- https://www.nsvrc.org/
- https://centers.rainn.org/
- Ester Lianawati, Ada Serigala Betina Dalam Setiap Diri Perempuan (2019)
"Mari membuka mata, hati dan pikiran untuk saling peduli dan mengedukasi perihal kekerasan seksual yang tidak bisa kita diamkan begitu saja." -Syahrul Gunawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H