Mohon tunggu...
Anggaraksa Alwind Saputra
Anggaraksa Alwind Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmun Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hobi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencegahan Bullying Pada Remaja

10 Januari 2024   13:20 Diperbarui: 10 Januari 2024   13:54 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masa remaja merupakan masa yang penuh dinamika, pasalnya remaja pada usia ini mulai mengalami drama romantis dan persatuan dalam persahabatan, menemukan hal-hal baru dan menantang, serta mulai menjelajahi dunia baru dan berbeda untuk mencari tahu siapa dirinya. Remaja cenderung labil dan sensitif, sehingga mendorong mereka untuk berbuat sesukanya tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul di kemudian hari. 

Remaja juga sering mengikuti tren dan mengikuti apa yang dilakukan temannya, Ini adalah bagian dimana remaja mencoba untuk menegaskan dirinya sebagai individu atau sebagai anggota kelompok sosial tertentu. Ketika kelompok pemuda terbentuk dalam komunitas yang lebih besar, maka akan ada individu atau kelompok yang lebih baik, dan sebaliknya, dalam beberapa kasus, kelompok superior mungkin menunjukkan identitas kelompok atau individunya secara negatif melalui kekerasan fisik dan verbal. Kekerasan yang sering dilakukan oleh generasi muda, salah satunya adalah bullying.

Hal itu juga tidak luput dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan menyeluruh Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak positif dan negatif Salah satu dampak positifnya adalah akses Internet yang terjangkau memudahkan pencarian informasi Namun, tanpa bimbingan orang tua pada anak sekolah dasar, mencari informasi tersebut saja dapat menimbulkan perilaku negatif Siswa sekolah dasar cenderung cepat meniru apa yang dipelajarinya Salah satu aktivitas peniru yang memberikan dampak negatif adalah perundungan. 

Menurut Coloroso (2007), bullying adalah suatu tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah dengan tujuan untuk merugikan korban secara fisik atau mental Rigby (dalam Astuti, 2008) menyatakan bahwa bullying merupakan suatu tindakan agresif yang berulang-ulang dan terus-menerus, yang didalamnya terdapat hubungan kekuasaan yang timpang antara pelaku dan korban, dan tujuannya adalah untuk menyakiti korban dan menciptakan tekanan tentang memberi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat hingga Agustus 2023, terdapat 2355 pelanggaran perlindungan anak yang dilaporkan ke KPAI Secara spesifik, jumlah tersebut mencakup 87 kasus anak menjadi korban perundungan, 27 kasus anak menjadi korban fasilitas pendidikan yang kurang memadai, dan 27 kasus anak menjadi korban kebijakan pendidikan Berisi 24 item, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis sebanyak 236 kasus, anak korban kekerasan seksual sebanyak 487 kasus, dan masih banyak kasus lainnya yang tidak dilaporkan ke KPAI. Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah aksi perundungan oleh pelajar smk di Cimahi, Jawa Barat pada 18 Agustus 2023. Dalam rekaman video yang beredar, terlihat pelaku yang berjumlah 5 orang menendang korban ke sudut tembok.

Dampak dari perilaku bullying pada pelaku adalah adanya perasaan bersalah dan penyesalan setelah melakukan perilaku bullying tersebut. Hal ini disebabkan oleh sikap  korban pelaku intimidasi yang cenderung diam dan tidak bereaksi terhadap tindakan  pelaku intimidasi itu sendiri  Korban  tidak menghindari pelaku, dan hanya sedikit orang yang bersikap baik terhadap pelaku. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Notoatmodjo dalam Pieter dan Lubis (2010: 34) Menurut pendapat ini, sikap merupakan reaksi dan tanggapan orang-orang yang pikirannya masih tertutup terhadap rangsangan dan objek, sehingga perilaku orang berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya dan didasarkan pada keyakinan dan  keyakinan  masing-masing individu. Oleh karena itu, reaksi yang menunjukkan kurang memperhatikan perlakuan  korban bullying akan mempengaruhi perilaku  pelaku bullying.

Sedangkan dampak bullying terhadap perilaku siswa korban bullying yaitu beberapa korban menjadi takut dan menarik diri dari lingkungan pergaulan, dan sebagian besar memilih untuk diam saja karena tindakan bullying tersebut yang diterimanya sudah dianggap sebagai suatu yang biasa tanpa harus ditanggapi terlalu serius, dan beberapa yang menjadikan bullying sebagai pendorongan untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya untuk membuktikan kepada pelaku bullying bahwa mereka tidak seharusnya dibully. Juga beberapa korban melawan dengan membully balik teman yang sudah membullynya.

Bullying tidak akan terjadi kecuali pelaku mempunyai keinginan untuk melakukan bullying. Keinginan tersebut tidak dapat muncul tanpa adanya dorongan dan motivasi Motivasi ini bisa datang dari dalam diri seseorang maupun dari luar. Hal ini sejalan dengan pendapat Santrock dalam Danar (2012: 15) yang menyatakan bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan internal seseorang untuk menjadi efektif dan melakukan sesuatu untuk usaha itu sendiri. 

Berdasarkan wawancara dengan para pelaku intimidasi, mereka mencoba melakukan intimidasi karena ingin dianggap lebih unggul, untuk mendapatkan perhatian, atau untuk membalas dendam. Dan Anda dapat menemukan motivasi melalui dorongan eksternal, seperti nasihat atau pujian dari orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas dari Danar (2012: 15) yang menyatakan bahwa motivasi eksternal adalah motif atau dorongan yang berasal dari luar diri dan bersumber dari ketidakmampuan individu itu sendiri. Dorongan dari luar kepada korban perundungan dapat mendorong mereka untuk melakukan perlawanan agar tidak ditindas lagi

Dari data diatas solusi yang bisa diambil dalam pencegahan kasus bullying yang berasal dari diri anak sendiri yaitu dengan peningkatan penghargaan diri anak atau disebut dengan self esteem. Peningkatan self esteem dapat dilakukan dengan peningkatan beberapa komponen self esteem, misalnya feeling of belonging, feeling of competence dan feeling of worth. Selain itu, peran guru dan orang tua juga sangat menentukan dalam peningkatan self esteem anak untuk pencegahan kasus bullying.

Harga diri atau self esteem merupakan kebutuhan yang terpenuhi sesuai dengan kebutuhan fisiologis (makan, tidur, dll), kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan cinta (Maslow dalam Scunk, et al, 2012)Dalam diagram kebutuhan Maslow, kebutuhan akan harga diri dipenuhi sebelum kebutuhan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan akan harga diri merupakan kebutuhan untuk mampu memenuhi kebutuhan tertinggi manusia dalam hidup: aktualisasi diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun