Mohon tunggu...
Irham Bashori Hasba
Irham Bashori Hasba Mohon Tunggu... Lainnya - Sekilas Tentang Irham Bashori Hasba

Irham Bashori Hasba adalah pegiat sosial masyarakat, suka ngamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Tanpa Banner: Menelaah Transformasi Politik Digital Menjelang Pemilu 2024

19 Agustus 2023   16:02 Diperbarui: 19 Agustus 2023   16:13 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu saya sempat melintas dibeberapa daerah di jawa timur menjelang pemilu serentak tahun 2024 yang waktunya kurang lebih tinggal enam bulan lagi, dan pemilihan kepala daerah yang juga dilaksanakan secara serentak dipenghujung akhir tahun 2024. 

Saya merasa ada sesuatu yang berbeda jika dibandingkan dengan perhelatan pemilu dan pemilihan kepala daerah pada masa sebelumnya, salah satunya perhelatan pemilu 2024 dan pilkada 2024 tidak seramai sebelumnya karena biasanya diramaikan dengan banyaknya banner calon yang ramai terpasang disetiap sudut jalan dan gang dan bahkan depan rumah penduduk. 

Disatu sisi terkadang tak sedikit orang merasa risih dengan banyaknya banner, meski sebagian kecil orang senang karena akan kelimpahan sisa banner pasca pemilu yang dapat dijadikan tikar, kelambu kandang ayam, atau perlengkapan lainnya. Pun demikian dengan peredaran kaos kampanye yang dirasa lebih sepi tahun politik saat ini dari pada sebelumnya. 

Biasanya bapak penarik becak dan pekerja kasar begitu senang memperoleh kaos kampanye, setidaknya menjadi baju ganti untuk bekerja yang tidak masalah jika kotor dan mudah rusak.

Kondisi ini mungkin untuk sebagaian orang tidak begitu masalah dan bahkan tidak terfikirkan. Namun sedikit aneh juga bagi kalangan lainnya yang biasanya mengharapkan banner dan kaos kampanye untuk kepentingan sendiri, terutama pasca perheletan pemilu seperti yang saya uraikan diatas.

Setelah difikir realita tersebut cukup masuk akal mengingat perhelatan pemilu dan pilkada tahun 2024 yang tinggal menunggu hitungan hari dilakukan pasca pandemic covid 19 yang merubah pola interaksi masyarakat yang kini lebih banyak berinteraksi secara digital sehingga juga berpengaruh dalam ranah politik, ditambah lagi pemilu dan pilkada tahun 2024 lebih didominasi oleh pemilih muda dan pemilih pemula seiring bonus demografi yang berulir di Indonesia.

BONUS DEMOGRAFI

Istilah bonus demografi pertamakali dirilis oleh David Bloom dan Davin Canning yang berlatar belakang akademisi bidang ilmu ekonomi Harvard. Tipikal bonus demograsi salah satunya disinyalir dengan adanya lonjakan usia penduduk yang didominasi oleh usia muda yang berada pada masa produktif. (kompas.com)

Bonus demografi merupakan sebuah keadaan yang diprediksi akan sangat menguntungkan bagi suatu negara, salah satunya secara ekonomi dapat menempatkan kondisi tersebut sebagai langkah untuk menggenjot produktifitas angkatan kerja karena berada pada level usia muda dan menurunkan angka ketergantungan atas subsidi negara. (Ratu Matahari, dkk; Bonus Demografi, 2019)

Bonus demografi dengan surplusnya jumlah penduduk usia muda dan produktif membuka kesempatan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyrakat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang merupakan instrument untuk mengurangi angka kemiskinan dengan signifikan. 

Namun kondisi tersebut seperti pisau bermata dua, jika tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya maka justru akan menjadi bom waktu yang dapat meledak pada saatnya sehingga dapat membuat negara akan kolaps, seperti tingkat pengangguran yang akan melonjak akan berdampak pada tingkat kriminalitas yang sangat berpotensi tinggi sehingga dipastikan akan menghambat pertumbuhan ekomonomi. (Satria Aji Setiawan)

Untuk menyikapi kondisi tersebut, pemerintah banyak merumuskan berbagai kebijakan untuk optimalisasi bonus demografi tersebut, seperti pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui Pendidikan dan pelatihan, memperluas lapangan pekerjaan, mengelola pertumbuhan populasi dan sejenisnya.

Bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030 hingga 2040 menjadi momentum untuk berbenah. Bahkan Muhadjir Effendy selaku Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) juga menggodog berbagai rumusan kebijakan untuk menyikapi hal tersebut terutama melalui kegiatan peningkatan kualitas SDM dan skill yang mumpuni bagi para generasi muda. Maka intervensi negara untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan mempersiapkan skill SDM anak muda harus terus diupayakan. (kompas.com)

Bonus demografi yang menempatkan surplus angkatan muda tentu juga berimbas besar pada ranah politik seperti orientasi berpolitik. Sikap anak muda tentu berbeda dengan orang tua dalam memahami dan mengimplementasikan sikap politik masing-masing. Anak muda yang kehidupannya lebih praktis dan saat ini sangat familiar - bahkan hemat penulis telah banyak bergantung pada media sosial - tentu akan merubah pola dan sikap dalam memahami pemilu.


POLITIK DIGITAL

Pandemi covid 19 yang memaksa masyarakat lebih banyak beraktifitas secara online benar-benar mendekontruksi masyarakat sehingga saat ini masyarakat telah terdigitalisasi dengan begitu masih meski sepertinya tidak semua urusan masyarakat belum sepenuhnya siap. Mau tidak mau, semua orang harus dan wajib beradaptasi dengan massif terhadap digitalisasi kehidupan. Bahkan dunia marketing hari ini bergantung hampir sepenuhnya terhadap dunia digital.

Urusan politik juga tidak lepas dari persoalan tersebut. Komunikasi politik menjelang pemilu serentah tahun 2024 dan pilkada serentak 2024 dibeberapa daerah di Indonesia tidak lepas dari penetrasi dunia maya. Seolah menjadi kesepakatan Bersama, kini media sosial benar-benar masih menjadi tumpuan para calon untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat untuk mencari dukungan. 

Bahkan berdasar rilis We are Social, media sosial Youtube, Facebook, Instagram, X -- yang dulunya Twiter dan Telegram merupakan media sosial berbasis platform yang paling banyak diminati dan menjadi alat sosialisasi masih para calon untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat secara langsung.

Pergeseran tersebut tentu merubah strategi berkampanye para calon yang awalnya menggunakan media banner dan kaos, kini hal itu kurang diminati lagi karena saat ini telah ada media sosial yang mampu mentransmisikan video dan pesan langsung para calon kepada masyarakat melalui media sosial, meski tidak semua menggunakan hal tersebut seperti di pedesaan yang masih menggunakan cara-cara konvensional.

Fenomena tersebut disatu sisi -- terutama bagi kalangan tua -- cukup aneh dan dirasa mengurangi kemeriahan pemilu, namun karena Indonesia hari ini lebih banyak dihuni oleh masayrakat dengan populasi muda tentu tren perubahan strategi kampanye secara konvensional dengan banner dan kaos kurang menarik dan justru menarik menggunakan konten kreatif yang diolah oleh para creator masing-masing calon.

Dua hal itu sebenarnya tidak dilarang untuk dilakukan selama tidak melanggar koridor yang ditetapkan pemerintah melalui panitia pemilu (KPU) dan pengawas pemilu (Bawaslu). Tentu perlu regulasi yang dibuat secara serius untuk menjembatani fenomena tersebut, terlebih seperti semakin menyempitnya larangan berkampanye di hari tenang. 

Entah bagaimana para panitia pelaksana dan pengawas pemilu merumuskan kebijakannya, yang pasti setiap orang di bumi nusantara ini dapat dengan mudah mengakses konten-konten kampenye para calon di gadged atau smartphone di setiap masing-masing orang sehingga pemilu 2024 dan pilkada 2024 yang dilaksanakan secara serentak benar-benar terlaksana sesuai harapan setiap elemen bangsa. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun