Keyakinan hakim ini merupakan suatu keadaan dimana dengan berdasarkan bukti-bukti yang ada hakim tanpa adanya kesangsian atau keragu-raguan telah memperoleh gambaran atas peristiwa yang diperiksanya.
Hal yang demikian ini tidaklah mudah bagi seorang hakim dalam membuat putusan, mengingat adanya kekhawatiran kesalahan dalam menentukan keyakinan hakim tersebut yang akan menimbulkan kesesatan dalam putusan.
Dapat dikatakan putusan (pengadilan) merupakan 'mahkota' bagi seorang hakim, sehingga dalam pembuatannya harus terhindar dari kecacatan ataupun kekeliruan.
Untuk itu sebuah putusan (pengadilan) harus dibuat dengan berlandaskan pada hukum acara (perdata ataupun pidana) yang merupakan  ruh dalam pemeriksaan suatu perkara. Selama putusan tersebut berlandaskan hukum acara yang berlaku maka putusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Namun sebaliknya apabila putusan (pengadilan) tersebut dibuat dengan tidak berlandaskan hukum acara yang berlaku dapat dipastikan terhadap hakim yang membuatnya dapat dikenai sanksi berat bahkan dapat dikategorikan sebagai unprofesional conduct.Â
Dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP disebutkan putusan (pengadilan) merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Demikian pula selanjutnya dalam ketentuan Pasal 191 (1) KUHAP menyebutkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
Dari kedua pasal tersebut pada dasarnya KUHAP sebagai pedoman hukum beracara (pidana) sendiri telah mengatur adanya jenis putusan (pengadilan) berupa bebas maupun pemidanaan, sehingga tidaklah salah apabila hakim menjatuhkan putusan (vonis) bebas kepada terdakwa.
Menjadi persoalan sebenarnya dalam sebuah putusan (vonis) bebas adalah 'faktor nonteknis' yang melatar belakangi terjadinya putusan (vonis) bebas dalam perkara pidana tersebut. Karena tidak jarang 'faktor nonteknis' inilah yang kemudian memunculkan suatu tindak pidana lain misal gratifikasi dan suap yang pada akhirnya dapat menghancurkan 'sifat kemuliaan' hakim.
Bagaimanapun juga hakim adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari rasa salah, khilaf serta dorongan nafsu (serakah) yang ada pada dirinya.
Meskipun hakim telah terikat dengan sumpah jabatan maupun kode etik dan pedoman perilaku hakim, namun kenyataannya beberapa orang hakim telah terperosok akibat 'faktor non teknis' dalam membuat suatu putusan. Â Â Â Â Â Â