Mohon tunggu...
basari budhi pardiyanto
basari budhi pardiyanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNS

salah satu hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Salahkah Hakim Memutus Bebas dalam Suatu Perkara (Pidana)

29 Juli 2024   15:06 Diperbarui: 31 Juli 2024   11:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: KOMPAS.COM/SHUTTERSTOCK

Beberapa waktu yang lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Langkat Sumatera Utara menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Bupati Langkat yang bernama Terbit Rencana Perangin-angin dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Tidak hanya pada pengadilan tingkat pertama putusan bebas dijatuhkan kepada terdakwa. Pada tanggal 8 Juli 2024 Pengadilan Tinggi Banda Aceh juga melepaskan terdakwa atas nama Rudi Yanto seorang terdakwa korupsi pada Rumah Sakit Umum Daerah Yuliddin Away (RSUDYA) Aceh Selatan dari segala tuntutan hukum Penuntut Umum yang sebelumnya oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah divonis bersalah dengan dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Dengan putusan Pengadilan Tiggi Banda Aceh ini terdakwa harus dibebaskan dan dikeluarkan dari tahanan sambil menunggu putusan kasasi di Mahkamah Agung.

Menjadi pertanyaan apakah salah apabila hakim menjatuhkan putusan (vonis) bebas dalam perkara (pidana).

Salah satu ciri khas dalam sebuah negara hukum (sebagaimana negara Indonesia) adalah penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan dijamin secara konstitusional.

Untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka maka terhadap para hakim diwajibkan untuk selalu menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kemandirian di sini adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun psikis.

Dengan demikian pula dalam melaksanakan tugas peradilan (diantaranya memeriksa dan memutus suatu perkara) hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan apapun (termasuk atasan yang bersangkutan) tidak berhak untuk ikut campur tangan dalam suatu putusan (pengadilan) yang dihasilkan. Sehingga diharapkan hakim dalam memeriksa , mengadili dan memutus suatu perkara dengan sebaik-baiknya, memberikan keputusan dengan berdasarkan kebenaran, keadilan dan kejujuran.

Dalam membuat suatu putusan hakim haruslah memperhatikan segala aspek di dalamnya mulai dari kehati-hatian, seminimal mungkin dihindari adanya ketidak cermatan dan kelalaian baik formal maupun materiil sampai dengan kecakapan teknik dalam membuatnya.

Hakim mempunyai kebebasan dalam arti untuk memeriksa, mengadili dan  memutus suatu perkara bebas dalam menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat serta bebas dari segala pengaruh pihak (luar) yang dapat mengubah keyakinannya tentang rasa keadilan yang dimilikinya.

Sebuah putusan yang dibuat dan dihasilkan oleh hakim tidak hanya semata-mata dipertanggungjawabkan kepada bangsa dan negara maupun masyarakat luas, namun lebih dari itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk itu dalam setiap putusan (pengadilan) dimulai dengan adanya irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa", yang apabila irah-irah ini tidak tercantum dalam sebuah putusan mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum.

Demikian pula selanjutnya dalam sebuah putusan perkara (pidana) oleh undang-undang selalu disyaratkan di samping berdasarkan alat-alat bukti (yang sudah ditentukan) juga harus berdasarkan pada keyakinan hakim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun