Atas temuan kasus praktek pungli di Rutan KPK tersebut pihak KPK telah mengambil langkah-langkah penanganan secara etik, disiplin kepegawaian sampai penanganan secara hukum (pidana).
Dewan Pengawas KPK sebagai organ yang salah satu kewenangannya adalah melakukan pemeriksaan atas dugaan terjadinya pelanggaran kode etik turun tangan atas temuan kasus praktek pungli tersebut.Â
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Dewan Pengawas KPK praktik pungli melibatkan 90 orang pegawai KPK dengan nilai hasil pungli tersebut adalah sebesar Rp6,14 milyar bermoduskan pemberian fasilitas mulai layanan komunikasi termasuk pula layanan nge-charge handphone dan lain-lain.Â
Dari keseluruhan pegawai KPK yang terlibat dalam praktik pungli tersebut 78 orang dinyatakan telah terbukti melanggar etik terkait dengan keterlibatan mereka dalam praktik pungli dan untuk itu direkomendasikan dijatuhi sanksi berat berupa permohonan maaf secara langsung dan terbuka, sedangkan 12 pegawai lainnya diserahkan ke Sekretariat Jenderal KPK untuk pemeriksaan dan penyelesaian lebih lanjut 10 pegawai di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.Â
Memang kewenangan Dewan Pengawas KPK hanyalah sebatas menjatuhkan sanksi etik terhadap para pegawai yang terbukti telah melakukan pelanggaran etik.Â
Menjadi pertanyaan adalah apakah terhadap mereka 78 pegawai ini hanya dikenakan sanksi moral berupa permohonan maaf secara massal sebagaimana telah dilakukan pada tanggal 26/2/2024 yang lalu? Padahal berdasarkan hasil pemeriksaan Dewan Pengawas KPK mereka turut terlibat dalam praktik pungli dimaksud artinya mereka terlibat dalam suatu perkara (pidana) korupsi.
Sekecil apapun peran seseorang dalam terjadinya suatu korupsi harusnya tetap dilakukan penyelesaian secara hukum (pidana). Bahkan dalam undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sendiri terhadap percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.Â
Ini berarti meskipun seseorang hanya berperan dalam pembantuan maupun sekedar terlibat dalam permufakatan (jahat) untuk terjadinya korupsi, undang-undang telah mengancam dengan ancaman pidana yang sama dengan pelaku dalam perbuatan korupsi dimaksud. Sehingga dengan demikian terhadap mereka harus diselesaikan melalui penyelesaian secara hukum pula. Meskipun pada akhirnya berdasarkan keterangan Ketua (sementara) KPK Nawawi Pamolango terhadap 78 pegawai tersebut juga akan menerima hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan dan aturan ASN.Â
Namun harus kita ketahui pula bahwa sanksi paling berat dalam hukuman disiplin hanyalah berupa pemecatan terhadap yang bersangkutan, tidak ada hukuman berupa pemidanaan (penjara).Â
Dengan pola penyelesaian korupsi yang demikian ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi di Indonesia, sebagaimana dalam beberapa waktu lalu adanya sebuah wacana untuk menyelesaikan terjadinya perbuatan korupsi melalui penyelesaian restorative justice.     Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI