Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bansos dan Penurunan Angka Penduduk Miskin

28 Juli 2024   16:36 Diperbarui: 28 Juli 2024   16:45 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah ketidakpastian perekonomian global, jumlah penduduk miskin di Indonesia justru dapat ditekan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional periode Maret 2024 menyatakan tingkat kemiskinan nasional turun 0,33 persen poin. Ini tidak lepas dari kerja keras pengendalian inflasi sehingga tidak begitu menggerus daya beli. Tentu saja ada pula intervensi berupa pemberian bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat.


Kondisi penurunan tingkat kemiskinan itu juga terjadi di Sulawesi Selatan. BPS merilis data kemiskinan Sulsel di kisaran 8,06 persen, secara agregat turun 0,64 persen poin terhadap Maret 2023. Tercatat terjadi pengurangan 52,4 ribu orang penduduk miskin.


Penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, BPS menetapkan garis kemiskinan Maret 2024 sebesar 2,49 juta rupiah per rumah tangga miskin per bulan, Dimana secara rata-rata rumah tangga miskin memiliki sekitar 5 (lima) orang anggota rumah tangga.


Garis kemiskinan terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan. Kondisi Maret 2024 memberikan gambaran komposisi garis kemiskinan makanan sebesar 74,68 persen dan garis kemiskinan bukan makanan 25,32 persen. Terdapat ratusan komoditas pada pengeluaran makanan dan bukan makanan, yang selanjutnya digunakan untuk menghitung garis kemiskinan makanan.


Pada komoditi makanan, beras masih menjadi komoditas dengan pengaruh paling dominan sebesar 22,91 persen di wilayah perkotaan dan 27,75 persen di perdesaan, diikuti rokok kretek filter di kisaran 14,25 persen (perkotaan) dan 13,13 persen di perdesaan. Sementara pada bukan makanan, komoditi perumahan, bensin, dan Listrik menjadi tiga komoditas paling berpengaruh baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.


Kenaikan harga beras yang cukup tinggi sempat terjadi beberapa waktu lalu. Pengendalian harga dilakukan meski dilematis bagi para petani. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa kenaikan harga beras yang tidak terkendali bisa menggerus daya beli mayoritas masyarakat khususnya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Di sisi lain, kenaikan itu bisa berdampak pada kesejahteraan para petani di tengah melejitnya ongkos usaha pertanian.


Selain indikator persentase kemiskinan, BPS juga menghitung indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan. Keduanya dihitung untuk lebih mudah dalam memberikan gambaran terkini tentang kondisi kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran setiap penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan memberikan Gambaran tentang penyebaran tingkat pengeluaran diantara penduduk miskin. Pada periode Maret 2024, kedua indikator tersebut juga mengalami penurunan.


Jika dianalisis lebih lanjut, wilayah perdesaan masih menjadi tempat dengan tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan yang cukup tinggi dibandingkan perkotaan. Jumlah dan persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan juga tergolong jauh lebih tinggi meski terjadi pengurangan yang cukup signifikan dibandingkan wilayah perkotaan pada periode Maret ini.

Penurunan tingkat kemiskinan pada periode Maret ini menjadi hal yang cukup baik. Namun, pemerintah masih harus tetap waspada terkait nilai tukar Dolar Amerika yang masih terus bergejolak. Jika tidak diredam, ini bisa merembet pada kenaikan harga-harga komoditas seperti bahan bakar minyak dan listrik. Seperti yang diketahui bahwa kenaikan harga keduanya bisa menyebabkan efek domino terhadap harga komoditas lain.


Pengendalian harga komoditas pokok tetap diperlukan sembari menciptakan peluang kerja dan sumber pertumbuhan ekonomi terbarukan. Peningkatan pendapatan masyarakat juga menjadi hal utama. Ini bisa terjadi dengan berbagai factor, diantaranya peningkatan kualitas tenaga kerja dengan iklim investasi, serta kondisi stabilitas keamanan yang terkendali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun