Paradigma pembangunan akan mengalami perubahan dari masa ke masa berdasarkan kondisi wilayah yang menyangkut penduduk dan kesejahteraannya. Paradigma akan terus berevolusi seiring terjadinya anomali dalam penjelasan terhadap suatu realitas hingga kondisi krisis. Pada kondisi krisis, sebuah paradigma baru akan lahir untuk melengkapi realitas yang belum mampu dijabarkan oleh paradigma sebelumnya (Kuhn, 1964).Â
Namun, dalam perkembangannya paradigma baru akan berjalan beriringan dengan paradigma lama bergantung pada dukungan komunitas penganutnya masing-masing. Paradigma pembangunan yang muncul setelah berakhirnya perang dunia kedua bertujuan untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakangan di negara-negara terjajah, baru merdeka, dan negara yang kalah perang.Â
Negara-negara pemenang perang, khususnya Amerika Serikat memunculkan wacana membantu negara-negara yang kalah perang dan negara yang baru merdeka melalui pembangunan. Muncullah sebuah paradigma modernisasi yang dibawa oleh agen negara maju untuk membantu negara berkembang dan terkebelakang dalam mengatasi kemiskinan.Â
Dalam perjalanannya, paradigma modernisasi diterapkan oleh negara belum/sedang berkembang dengan tujuan utama untuk menghapus kemiskinan dan keterbelakangan. Paradigma ini memandang budaya masyarakat sebagai penyebab kemiskinan. Sehingga menekankan pada terjadinya perubahan secara kultural dan struktural dari perilaku masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.Â
Paradigma modernisasi ini banyak dianut oleh negara-negara di Asia dan Afrika. Namun sementara gencarnya modernisasi itu, sebuah kesadaran muncul khususnya di negara-negara Amerika Latin yang merasakan ketidakadilan dari negara maju seperti Amerika Serikat dalam proses pembangunan. Paradigma modernisasi pun di-kritik dengan alasan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan justru terjadi akibat hubungan kerja sama antara negara maju dan belum/sedang berkembang.Â
Negara maju/metropolis/inti diklaim melakukan ketidakadilan dalam hubungan perdagangan internasional. Menyadari hal tersebut, para pemikir di negara-negara Amerika Latin mengembangkan paradigma baru yakni dependensia atau ketergantungan.Â
Beberapa ahli berpendapat agar negara-negara Amerika Latin melakukan pemutusan hubungan dengan negara maju seperti Amerika Serikat jika ingin menghapus kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi. Dan selanjutnya melakukan pembangunan secara mandiri berdasarkan kultural mereka sendiri.Â
Paradigma dependensia ini terbagi dalam dua kelompok, ada kelompok dengan paradigma dependensia klasik dan ada juga kelompok pendukung teori dependensia yang lebih moderat atau modern. Pandangan teori dependensia klasik menyatakan bahwa negara-negara berkembang sebagai negara pinggiran selalu dirugikan sehingga menjadi miskin dan terbelakang. Pendukung teori ini diantaranya seperti Baran (1957), Frank (1967), Prebisch (1953), Galtung (1971), dan Dos Santos (1971).Â
Sementara teori dependensia baru lebih moderat melihat hubungan eksploitatif antara negara inti dan pinggiran tidak selalu berposisi pinggiran. Negara berkembang dapat meraih kemajuan menjadi negara semi-pinggiran, bahkan mencapai predikat dan menyamai negara inti. Para pendukung teori dependensi baru ini diantaranya Hopkins dan Wallerstein (1977), Cardoso (1973), Warren (1980), dan Evans (1981).Â
Pada dasarnya teori dependensia baru menyatakan bahwa hubungan antara negara inti-pinggiran tidak menjadi masalah dengan syarat negara berkembang/pinggiran juga bertransformasi menjadi negara maju dengan kemandirian lokal dalam mengelola sumber daya alam. Dari berbagai uraian teori di atas, terlihat jelas antara perbedaan kedua paradigma ini. Paradigma modernisasi dan paradigma dependensia memiliki perbedaan mendasar pada sistem pembangunan yang diterapkan.Â
Paradigma modernisasi melakukan perubahan dari segi kultural dan struktural masyarakat karena menganggap kemiskinan dan keterbelakangan itu sebagai akibat budaya yang tradisional. Atau secara singkat, paradigma tersebut menitikberatkan penyebab kemiskinan dan keterbelakangan disebabkan oleh pengaruh internal negara tersebut. Sementara paradigma dependensia atau ketergantungan lahir di negara-negara Amerika Selatan akibat melihat paradigma modernisasi gagal membawa kemajuan negara berkembang.Â
Paradigma ini menyatakan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan di negara berkembang terjadi karena eksploitasi negara maju. Bukan disebabkan oleh kultural masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, mereka mengusung ide untuk menghapus ketergantungan negara berkembang dari negara maju. Pada perkembangannya, bebarapa negara berkembang mampu bergeser menjadi negara semi-maju dan maju seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan beberapa negara Asia lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H