Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Menyoal Upah dan Produktivitas Pekerja

13 Maret 2018   10:17 Diperbarui: 20 Februari 2019   14:46 1972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pekerja nasional yang jatuh pada 20 Februari lalu, nampaknya kalah pamor dengan may day  atau hari buruh internasional. Boleh jadi Karena pemerintah Indonesia hanya menjadikan hari libur nasional pada 1 Mei tiap tahunnya. Pergerakan buruh yang biasanya sangat marak dalam menuntut perbaikan upah hampir tidak ditemui. Isu upah yang layak memang selalu diwarnai aksi protes buruh. Upah layak dituntut untuk mengimbangi biaya hidup yang semakin membengkak dari tahun ke tahun.

Menilik Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada poin kedelapan, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua. Target yang ingin dicapai pada 2030 mendatang adalah mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya. 

Keadaan Tenaga Kerja

Hal yang patut menjadi perhatian adalah mengenai standar kompetensi pekerja Indonesia yang masih rendah. Dari sisi pendidikan juga masih sangat memprihatinkan. Ini menjadi ironi di tengah era revolusi industri yang menuntut penguasaan teknologi berbasis internet. 

Data BPS menunjukkan bahwa tenaga kerja berpendidikan rendah (SMP ke bawah) masih mendominasi. Tepatnya, sebanyak 72,70 juta orang atau 60,08 persen tenaga kerja merupakan tamatan SMP ke bawah. Sedangkan yang berpendidikan tinggi hanya sebanyak 12,06 persen saja. Diantaranya adalah tamatan Diploma sebanyak 3,28 juta orang dan tamatan Universitas sebanyak 11,32 juta orang.

BPS mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada Agustus 2017 mencapai 7,04 juta orang. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sebanyak 262,41 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi terjadi di Provinsi Maluku yaitu 9,29 persen dan TPT terendah di Provinsi Bali sebesar 1,48 persen. Sektor pariwisata di Bali berperan dalam penyerapan tenaga kerja sehingga angka penganggurannya cukup rendah.

Jawa Barat tercatat sebagai daerah dengan jumlah pekerja terbanyak yaitu 20,55 juta orang dengan TPT 8,22 persen. Diikuti Jawa Timur dengan jumlah penduduk bekerja 20,09 juta orang dan TPT 4 persen. Sedangkan Jawa Tengah berada di posisi ketiga dengan jumlah orang bekerja 17,18 juta orang dan TPT sebesar 4,57 persen.

Dari sisi lapangan pekerjaan utama; sektor pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan masih menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sebanyak 35,93 juta orang (29,68 persen) orang bekerja di sektor ini. Sedangkan sekor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja yaitu sektor listrik, gas, dan air yang hanya menyerap 393 ribu (0,32 persen) orang pekerja. Data ketenagakerjaan BPS juga menyebutkan sektor industri hanya bisa menyerap tenaga kerja sebesar 14,05 persen. 

Upah dan Produktivitas

Sejatinya, kenaikan upah layak dapat mendorong produktivitas pekerja. Faktanya, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011-2016 menunjukkan adanya peningkatan upah pekerja searah dengan peningkatan produktivitas pekerja. Pada 2011, produktivitas tenaga kerja sebesar 67,37 juta rupiah per tahun. 

Sedangkan pada 2016, angka tersebut bergeser meningkat menjadi 79,66 juta rupiah per tahun. Rata-rata upah/gaji bersih karyawan tercatat sebesar 1,54 juta rupiah per bulan pada 2011. Sedangkan pada 2016 sudah meningkat menjadi 2,55 juta rupiah per bulan. Angka ini memperlihatkan kenaikan rata-rata upah yang diterima oleh para tenaga kerja. Tentunya ini sejalan dengan kenaikan harga kebutuhan hidup yang didasarkan pada standar hidup layak. Data ini memberikan gambaran bahwa produktivitas tenaga kerja mengalami peningkatan signifikan yang didorong oleh kenaikan upah setiap tahunnya.

Dikutip dari publikasi BPS tentang keadaan pekerja 2017, rata-rata pendapatan bersih sebulan pekerja bebas di sektor pertanian dan non pertanian masing-masing sebesar 1,02 juta rupiah dan 1,59 juta rupiah. Sedangkan rata-rata upah bersih sebulan buruh/karyawan/pegawai mencapai 2,74 juta rupiah pada Agustus 2017. Jika dirinci menurut provinsi, DKI Jakarta menjadi daerah dengan rata-rata upah/gaji/pendapatan bersih tertinggi sebulan sebesar 4,09 juta rupiah untuk buruh/karyawan/pegawai. Diikuti Papua (3,98 juta rupiah), dan Kalimantan Timur sebesar 3,90 juta rupiah.

Menurut pendidikan, rata-rata upah buruh/karyawan/pegawai tamatan SMA/sederajat berkisar antara 2,67 rupiah sampai dengan 4,52 juta rupiah. Sedangkan bagi tamatan SMP ke bawah hanya mengantongi rata-rata upah bersih berkisar antara 1,27 juta rupiah sampai dengan 1,92 juta rupiah sebulan.

Data kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan masih ada sekitar 39,21 persen  buruh/karyawan yang memiliki upah bersih berada di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) pada Agustus 2017. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan kondisi Agustus 2016 yang mencapai  41,26 persen. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2013, terjadi peningkatan 2,99 persen. Pada 2013, terdapat 36,22 persen buruh/karyawan yang upah bersihnya dibawah UMP.

Data Asian Productivity Organization (APO) menyebut produktivitas per pekerja Indonesia berada di peringkat 11 dari 20 negara anggota APO. Sedangkan di ASEAN, Indonesia berada di peringkat keempat menurut The Global Competitiveness report 2017-2018. Sementara dari sisi daya saing, Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 137 negara.

Era revolusi industri menjadi pertaruhan bagi bangsa. Pemerintah diminta menyikapinya dengan menyiapkan tenaga kerja yang lebih kompeten. Salah satunya dengan memberikan pelatihan kerja berbasis teknologi internet. Selain itu, sektor pendidikan pun harus tanggap dengan mengubah kurikulum. Tentunya, pemerintah tidak sendirian. Peran swasta dan masyarakat juga dibutuhkan. Sinergitas antara semua komponen masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran menuntut ilmu sangat diperlukan. Sektor pendidikan menjadi salah satu tumpuan untuk mencetak tenaga kerja yang lebih andal dan bisa bersaing di dunia internasional.

Pengawasan juga harus dilakukan pada pemberian upah yang sesuai standar UMP. Karena besaran upah sangat memengaruhi produktivitas pekerja. Bukan tidak mungkin bagi pemerintah untuk menciptakan program pro buruh. Misalnya, insentif dalam hal transportasi murah ke tempat kerja. Kerja sama bisa dilakukan dengan perusahaan. Dengan begitu, kaum buruh juga bisa menikmati pemerataan ekonomi yang terkadang hanya dikuasai kaum pemodal.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun