Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sahabat Sehati (Dua Jadi Lima)

26 April 2017   09:52 Diperbarui: 26 April 2017   18:00 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sahabat Sehati (Dua Jadi Lima)

Seperti pagi di hari sebelumnya, aku merasakan ada yang aneh dalam diri. Setiap tiba di kampus kok maunya duduk di “jamur”. Mata tak henti melirik ke arah kampus teknik, tepatnya arah jalan tikus yang menjadi jalan pintas tuk sebagian besar mahasiswa. Puluhan hingga ratusan mahasiswa terlihat berjalan di koridor kampus. Namun, mata ini masih melotot, hati gusar masih menunggu sesuatu.

“Di manakah dirinya? “tanyaku dalam hati. Sudah jam delapan tapi wajahnya belum juga menghiasi taman kampus. Ribuan tanya hadir dalam hati, tapi tak ada jawaban dalam diri. Mau nelpon, tak punya telepon genggam. Mau ke wartel, jaraknya jauh. Ah, ke mana dirinya? come on, hati ngga tenang begini ya.

Sempat menoleh ke arah kelas, pas nengok ke kanan eh ternyata si dia nongol dari kejauhan. Berjalan dengan gaya khasnya,tangan mengayun, gaya tomboi, lumayan galak kalau didekati laki-laki. “Dia bakalan jadi pendampingku suatu saat nanti. “ Gumamku meyakinkan hati. Ah,tapi mana mungkin dia mau, aku bukan siapa-siapa, orang tak punya, hanya ada niat tulus dan kerja keras mempersiapkan masa depan.

Dia semakin mendekat, jantung semakin berdebar tak karuan. Seperti mau ikut ujian, tangan dan mulut bersamaan diam seribu bahasa. Dia lewat begitu saja di hadapanku, tapi anehnya tak ada satupun kata keluar dari mulutku. Lama dinanti tapi hanya bisa melihatnya berlalu tanpa henti.

Aku duduk di antara tanaman bunga taman. Sesekali mencuri pandang ke wajahnya. Tak ada sedikit pun matanya melirik ke arahku. Orang ini membuatku penasaran. Sungguh penasaran. Semoga aku tak mati penasaran. Semester dua ini aku tak lagi mampu menahan rasa di dada. Hati tak lagi bisa kompromi. Takut dirinya direbut orang lain. Setahuku bukan cuman diriku yang punya rasa padanya. Sungguh terlalu kata Bang Haji jika tak mampu memilikinya. Tapi ini beda, dia sangat beda, tak seperti perempuan lain yang kukenal sebelumnya.

Awal kukenal dirinya masih sangat membekas. Di saat itu pula kurasa ada yang aneh setiap melihatnya. Saat Memandang wajahnya, aku merasa teduh. Salah sendiri, aku tak mampu menundukkan pandangan, tak mampu melawan bisikan di kepala. Proses mengenal dirinya begitu singkat. Sebuah acara kampus yang wajib diikuti oleh mahasiswa baru. Kenalnya pun hanya karena sebuah sendok makan. Ah ini aneh, memang sangat aneh. Tapi saat itu belum ada komunikasi lebih lanjut dengan dirinya. Hidup pun berlanjut, kami hanya sebatas saling tahu nama saja. Setiap hari, bulan berlalu. Kegiatanku hanya kuliah, kampus-rumah, kampus - rumah.

Akhir semester tiga, aku semakin tak kuat memendam rasa. Kuberanikan diri menyampaikan maksud hati, namun sungguh malang diriku. “Kita sahabat-an saja.“ katanya lumayan cuek. Wuih seperti kilat menyambar, diri ini malu tak mampu angkat dagu. Walaupun begitu, kami tetap berhubungan baik sebagai sahabat. Katanya, kalau pacaran itu bisa putus, dan kalau putus biasanya putusin silaturahmi. Jadi cukup sahabat-an saja, klo jodoh pasti nanti ketemu juga.

Singkat cerita, pada akhir tahun 2009 kuberanikan diri melamarnya. Padahal kuliahku belum kelar, baru tahap skripsi. Bukan apa-apa, di tahun itu telah banyak pria datang ingin meminangnya. Jika tak cepat, mungkin cuman bisa melihatnya bersanding dengan orang lain (hiks.. hiks...).

Januari 2010, akhirnya yudisium juga. Lengkap sudah perjuangan “memburu sarjana”. Kabar baiknya pihak keluarga telah sepakat pernikahan dilangsungkan pada bulan April. Alhamdulillah, 18 April 2010 aku memegang kuat tangan ayahnya di depan saksi, mengucapkan akad nikah, menandatangani buku nikah kami. Tiga hari setelahnya, aku membawanya ke acara wisuda. Jika yang lain bawa orang tuanya, aku bawa Ibu dan dirinya sebagai istri. Rezky Allah pasti ada jika kita yakin. Iya, cuman bermodal “yakin”, dan kami menempuh hidup baru bersama. Barakallah(*).

Gowa, 23 April 2017
#basareng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun