Mohon tunggu...
Basar Daniel Jevri Tampubolon
Basar Daniel Jevri Tampubolon Mohon Tunggu... -

Suka dan sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sejenak Memaknai Cinta di Kota Gudeg

10 April 2015   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:17 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersama Kau, Tuhan, aku berjalan melewati lembah terendah hingga mendaki gunung yang tinggi. Aku menapak kakiku menempuh perjalanan panjang, dan aku merasa siap karena ada Kau!

Rabu (8/4) malam yang lalu, saya menuju Yogyakarta menumpang Kereta Api. Bagi saya, kali ini perjalanan yang “kurang menyenangkan”. Karena harus mengejar sampai subuh di Yogya, mengejar acara Stadium General mahasiswa MMTC. Saya diberi kesempatan sharing animasi Kamis pagi, selama dua jam. Setelah itu, saya langsung pulang jam 8 malam ke Bandung.

Dalam perjalanan pergi, tak lupa saya meminta dukungan doa kepada abang dan kaka saya. Bersyukur, punya mereka yang selalu mendukung dan mendorong saya. Lebih bersyukur lagi punya Tuhan yang dahsyat!

Malam itu, saya kurang beruntung, tak bisa tidur nyenyak. Karena di belakang kursi saya ada penumpang yang ngorok. Alhasil, saya sulit untuk mengusaha bisa tidur. Namun saya bersyukur sampai di Stasiun Tugu dengan selamat, sekitar pukul 3 subuh lebih sedikit.

Begitu turun dari kereta, saya langsung menawar taksi menuju Jl. Magelang. Sampai di kampus itu, saya rebahan sambil menutup mata sebentar.

Bangun pagi, saya dijemput Pak Charles, salah satu dosen yang menjadi panitia acara Stadium General tersebut. Kemudian saya bertemu rekan pembicara lainnya di mobil yang kami tumpangi menuju rumah makan untuk sarapan pagi.

Yogya, bagi saya, selalu menampilkan kemesraan relasi antar sesama. Tanpa ada rasa curiga. Mempersilahkan sekaligus memanjakan orang-orang baru yang datang. Tak sedikitpun saya merasa kuatir setiap kali berbicara dengan orang-orang yang baru saya kenal disana.

Saya jadi ingat, waktu naik taksi dari Tugu menuju MMTC. Ada percakapan ringan saya dengan sang supir, katanya, “Di Yogya ini pak, Sultan itu bijaksana sekali. Dia nggak kasih lho perusahaan-perusahaan besar bebas memonopoli bisnis disini. Sehingga, usaha-usaha kecil bisa tetap makan.” Dalam hati saya, “Ini yang namanya pemimpin! Bangsa ini beruntung punya salah satu putra terbaik seperti Sri Sultan, yang tak gila kekuasaan, memikirkan rakyatnya, dan anti poligami.”

Pagi, sekitar jam 8 lewat, saya sudah tiba di gedung. Saya liat satu-persatu anak-anak jurusan multimedia dan animasi yang datang. Tertegun, darah saya seperti ingin berteriak, “Inilah anak-anak muda yang akan meneruskan nasib bangsa ini!”

Setelah perkenalan singkat oleh Pak Charles, kemudian bagian saya. Kebetulan saya pembicara pertama. Ada sekitar 80 mahasiswa dan beberapa dosen yang hadir di ruangan itu.

Saya pun langsung beraksi! Sharing! Buka-bukaan soal peluang dan tantangan industri animasi. Tak tanggung-tanggung, saya pun bagikan soal model bisnis animasi. Saya sudah terlalu ‘lelah’ menyaksikan perusahaan-perusahaan besar itu memonopoli industri kreatif di dunia ini, bahkan tak segan mematikan studio-studio kecil dengan membelinya. Dan tidak lupa, saya kian alergi dengan tayangan-tayangan lokal. Saya bilang, Cinta yang agung itu cinta Tuhan. Cinta sejati itu cinta ibu. Cinta yang tak pernah habis itu cinta Fitr*!”

Sepulang acara itu, saya diajak makan siang. Dalam perjalanan ke tempat makan siang, saya menerima sms dari salah seorang yang mahasiswa hadir pada acara itu.

*Dan kali ini saya tak keberatan dipanggil bapak, meskipun saya belum menikah. Saya gembira karena semangatnya Willy! :)

Membaca pesan itu, saya bersyukur, dalam hati saya, sambil menyendok makanan, saya bercakap-cakap dengan pacar rahasia saya, “Terima kasih yah, Tuhan! Berkat pertolonganMu, Engkau memampukan aku memberikan yang bermakna. Terpujilah Engkau!”

Saya jadi teringat apa yang pernah seorang teman saya katakan, “Basar itu lebih pas, kalau buatku dan menurutku yah, jadi kayak motivator gitu.” Mendengarnya usai berkata begitu, saya tertawa saja.

Sorenya, saya melihat-lihat kerajinan tangan di Malioboro. Kemudian menunggu kereta malam ke Bandung. Tiba di Bandung dalam sukacita. Seperti tungku yang baru dibakar, panas! Sebelum tidur, saya ingat, dia yang mengingatkan juga mendukung apa yang saya kerjakan. Terima kasih, Aren!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun