Setiap tahun 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Ya, tanggal 10 November ditetapkan sebagai hari besar nasional untuk mengingat perjuangan Arek-arek Surabaya melawan tentara Inggris dan Belanda yang ingin kembali melakukan imperialisme di negara kita pasca kemerdekaan. Dalam perang tersebut, Bung Tomo tampil sebagai tokoh sentral yang mampu menggerakkan semangat patriotisme melawan imperialis.
Sejarah mencatat, perang 10 November 1945 merupakan perang besar yang dilakukan oleh para pemuda Surabaya untuk mengusir Belanda dan antek-anteknya. Salah satu peristiwa ikonik yang menjadi pemicu pertempuran itu adalah penyobekan bendera Belanda yang dipasang di hotel Yamato Jalan Tunjungan Surabaya. Bendera Belanda yang berwarna merah, putih dan biru disobek bagian birunya tinggal warna merah dan putih. Merah dimaknai sebagai sebuah simbol keberanian, sedangkan putih dimaknai sebagai kesucian.
Bagaimana kisah lengkapnya, silakan baca buku literatur sejarah.
------------
Berbicara tentang Pahlawan, selain Bung Tomo kita juga mengenal Raden Ajeng Kartini. Tokoh yang secara visual dikenal dengan gambar perempuan berkebaya tradisional namun memiliki pemikiran yang maju di zamannya. Ia menjadi pelopor perjuangan kesetaraan hak memperoleh pendidikan bagi perempuan, sosok yang saat itu dianggap sebagai kanca wingking, yang dibatasi hanya memiliki otoritas domestik masak, macak dan manak.
Raden Ajeng Kartini merupakan sosok yang terus menjaga tradisi dan budaya Indonesia salah satunya dengan pemakaian kebaya. Namun di sisi lain pemikirannya sangat modern dengan kepedulian dan perjuangannya mewujudkan kesetaraan gender khususnya dalam bidang pendidikan.
Sepak terjang Kartini yang gigih kini telah dirasakan oleh perempuan Indonesia dengan tampilnya perempuan di panggung kehidupan. Hampir di semua lini, perempuan menduduki posisi strategis sama dengan laki-laki.
-------------
Namun ada yang membuat miris menjelang hari Pahlawan tahun 2022 ini. Warna merah yang selama ini kita pahami sebagai simbol keberanian dan kebaya sebagai simbol tradisi dan budaya bangsa telah mengalami pergeseran makna. Kebaya merah yang melambangkan perempuan penjaga tradisi dan pejuang pemberani berganti perempuan pemuas syahwat laki-laki.
Tidak percaya? Frase kebaya merah menjadi frase yang menjadi pencarian tertinggi di jagad maya baik mesin pencarian Google, Twitter, maupun media lainnya dalam beberapa hari terakhir. Jika dibaca lebih lanjut, maka muncullah pemberitaan tentang peristiwa tindakan seksual yang terjadi di kota Surabaya. Apalagi tindakan itu dibuat sengaja, dijadikan komoditas yang diperdagangkan di dunia maya.
Miris memang, menjelang hari Pahlawan ketika para pemuda Surabaya hiruk-pikuk menyiapkan berbagai kegiatan memperingati perjuangan para pahlawan bangsa, kita justru dibanjiri oleh pemberitaan tentang kebaya merah yang jauh dari nilai-nilai kepahlawanan. Meskipun saya bukan Arek Surabaya, saya ikut prihatin.