Mohon tunggu...
Bartimeus Ginting
Bartimeus Ginting Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Manajemen USU. Tertarik pada education and finance

still working

Selanjutnya

Tutup

Financial

Psikologi Investor Pasar Saham dalam Menghadapi Resiko, Keuntungan dan Kerugian

6 Juli 2020   18:30 Diperbarui: 6 Juli 2020   22:56 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

by. Bartimeus Ginting dan Isfenti Sadalia

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Investasi didefinisikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Berdasarkan arti dari investasi tersebut, maka selayaknyalah keputusan investasi harus dilakukan secara rasional. 

Tetapi pada kenyataannya sering kita temukan keputusan investasi yang bersifat irrasional. Perilaku ini dapat terlihat pada perilaku seorang investor ketika mengalami loss dalam investasinya. Secara rasional, seorang investor yang mengalami loss dalam investasinya sepatutnya harus mengambil sikap untuk lebih berhati-hati dalam melakukan investasi ke depannya. Tetapi ternyata loss yang terjadi justru menyebabkan investor tersebut menjadi lebih berani untuk mengambil resiko dalam rangka mengembalikan loss yang telah dialaminya.

Perilaku investor dalam melakukan investasi ternyata dipengaruhi oleh aspek-aspek non keuangan, yaitu faktor sosiologis dan psikologis. Behavior of Finance adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari perilaku investasi berdasarkan tiga disiplin ilmu, yaitu disiplin ilmu keuangan, disiplin ilmu sosiologi, dan disiplin ilmu psikologi. Jurvicienne, Ivanova (2012) membuat diagram tentang paradigma dalam manajemen keuangan, yaitu rational finance paradigm (paradigma keuangan rasional) dan irrational finance paradigm (paradigma keuangan irrasional). Praktek-praktek investasi diyakini dipengaruhi oleh kedua paradigma keuangan tersebut.

Teori keuangan Rational dimulai sejak tahun 1944 melalui Expected Utility Hypothesis yang dikemukakan oleh Neumann dan Morgenstern pada tahun 1944, dan dilajutkan oleh Portofolio Theory yang dikembangkan oleh Markowitz (1952). Perkembangan selanjutnya menghasilkan Life Cycle Hypothesis oleh Modigliani dan Brumberg (1954), Permanent Income Hypothesis oleh Friedman (1957), serta Efficient Market Hypothesis oleh Fama (1991).

Teori keuangan rational ternyata tidak mampu untuk menjelaskan secara efektif perilaku keuangan dari investor. Sehingga masyarakat mulai memperhatikan paradigma-paradigma keuangan irrational dalam praktek-praktek keuangan. Paradigma keuangan irrational dimulai pada tahun 1896 melalui cognitive bias theory, diikuti oleh D. Kahneman dan A. Tversky yang memperkenalkan prospect theory pada tahun 1979.

Cognitif Bias Theory

Dalam bias cognitive theory terdapat 4 (empat) jenis bias dalam perilaku keuangan, yaitu Heuristics, Emotions, Framming, serta Impact of Market. Bias-bias tersebut dapat dijelskan secara singkat sebagai berikut :

Heuristics

Aturan atau strategi dalam mememproses informasi untuk mendapatkan solusi yang cepat (rule of thumb), tetapi belum tentu optimal (Goldberg and Nich, 2001). Terdapat dua macam heuristic yang dikenal, yaitu availability heuristic yang didefinisikan sebagai jalan pintas mental yang bergantung pada contoh langsung yang datang ke pikiran seseorang ketika mengevaluasi topik, konsep, metode, atau keputusan tertentu. Pandangan ini diambil karena adanya anggapan bahwa memory yang bisa direcall adalah merupakan sebuah memory yang penting. Jenis heuristic yang berikutnya adalah anchoring and adjustmen heuristic, dimana seseorang terlalu bergantung pada informasi awal yang ditawarkan (dianggap sebagai "jangkar") untuk membuat penilaian selanjutnya selama pengambilan keputusan. Setelah nilai jangkar ini ditetapkan, semua negosiasi, argumen, estimasi, dll di masa depan dibahas dalam kaitannya dengan informasi jangkar tersebut. Informasi yang selaras dengan jangkar cenderung diterima, sedangkan informasi yang lebih disonan atau kurang terkait cenderung disingkirkan. Bias ini terjadi ketika menafsirkan informasi masa depan menggunakan jangkar ini.

Emotion

Emotional bias adalah bias yang timbul karena dorongan hati yang melampaui perhitungan rational yang menyebabkan investor mengambil suatu keputusan maupun tindakan dalam investasi. Bias ini dapat terlihat melalui empat kecenderungan perilaku, yaitu Regret Averion, Self control, Less Aversion Bias, dan Optimism, yang dapat dijelaskan secara singkat sebaagai berikut :

  1. Regret Avrersion bias merupakan bias yang terjadi karena ketakutan yang dialami investor akibat dari keputusan buruk yang pernah dilakukannya sehingga investor berupaya menghindari kesalahan keputusan yang pernah dilakukannya di masa lalu.
  2. Self control adalah kecenderungan manusia untuk percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil, tetapi pada kenyataannya tidak. (pompian, 2006)
  3. Loss Aversion Bias : keinginan yang kuat untuk menghindari kerugian dari pada mendapatkan keuntungan (pompian, 2006)
  4. Bias optimisme (atau bias optimis) adalah bias kognitif yang membuat seseorang percaya bahwa mereka sendiri kurang mungkin mengalami peristiwa negatif. Ia juga dikenal sebagai optimisme tidak realistis atau optimisme komparatif. Bias optimisme adalah bias yang muncul secara umum (lumrah) serta mempengaruhi manusia tanpa dibatasi oleh gender, etnis, kebangsaan, dan usia.

Framing

Dalam sudut pandang Framing, kecenderungan terhadap kepuutusan yang akan diambil dapat diprediksi berdasarkan bagaimana suatu persoalan diformulasikan atau dibingkai (Beresford & Sloper, 2008). Pemodelan mental dalam framing meliputi tentang masalah yang harus diputuskan dan konteks masalah yang diputuskan (misalnya terbatasnya waktu, kondisi mental, dll). Perbedaan individual dalam memperoleh informasi terdapat pada apa yang dirasa, terorganisir dan ditafsirkan, dan perbedaan dalam konteks, yang berarti keputusan atau pilihan yang dibuat pada masalah yang sama akan bervariasi diantara individu pada konteks yang berbeda (Kahnemann and Tversky, 1984; Shoemaker and Russo, 2001). Bias ini meliputi overconfidence bias, status quo bias, serta self atribution bias.

  1. Shefrin (2007) menulis “overconfidence is a bias that pertains to how well people understand their own abilities and the limits of their knowledge”. Overconfidence adalah suatu kondisi dimana seseorang merasa yakin dengan kemampuannya.
  2. Status quo bias merupakan bias yang terjadi karena investor lebih ingin untuk berada dalam kondisi yang sama (status quo) dan menghindari perubahan. Hal ini menyebabkan investor cenderung berkompromi dengan tujuan keuangannya.
  3. Investor dikatakan mengalami self-attribution bias jika saat mengalami keuntungan investor akan memilih faktor internal atau faktor yang berasal dari kemampuan dirinya sendiri (menganggap bahwa keuntungan diperoleh lebih cenderung karena fator internal/kemampuan diri dan bukan dipengaruhi oleh faktor eksternal). Tetapi apabila mengalami kerugian, investor akan menganggap bahwa kerugian tersebut lebih cendrung akibat faktor eksternal (diluar dirinya). (Sulphey, 2014).

Impact of Market

Impact of Market bias terbagi atas imitation, conformation dan Recency, yang dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

  1. Imitation adalah perilaku peniruan /copy terhadap orang lain yang dilakukan secara sadar maupun tidak.
  2. Comformation adalah kecenderungan untuk mencari, menginterpretasikan, mendukung, dan mengingat kembali informasi yang menegaskan atau mendukung keyakinan atau nilai-nilai pribadi seseorang sebelumnya.
  3. Recency bias (bias keterbaruan) adalah fenomena seseorang yang paling mudah mengingat sesuatu yang telah terjadi baru-baru ini, dibandingkan dengan mengingat sesuatu yang mungkin telah terjadi beberapa waktu yang lalu. Contoh  jika seseorang diminta untuk mengingat nama 30 orang yang baru saja mereka temui, mereka biasanya akan mengingat nama-nama orang yang paling baru mereka temui pertama kali.

Prospect Theory

Teori prospek dikemukakan oleh Kahneman dan Tversky (1979) menyatakan bahwa individu dalam menilai dan memilih alternatif kadang kadang bersikap irrasional dikarenakan terdapat aspek emosional. Teori prospect mengkaji nilai dalam 2 kutub utama, yaitu keuntungan dan kerugian. Kedua kutub tersebut dikaji dalam kerangka nilai psikologis. Hasil kajian tersebut dituangkan ke dalam grafik fungsi nilai hipothesis. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa :

  1. Konsumen memberi bobot lebih besar pada kerugian daripada keuntungan.
  2. Konsumen yang menderita kerugian akan cenderung memiliki potensi resiko lebih banyak, dikarenakan terjadi bias nilai pada kerugian level berikutnya.
  3. Konsumen yang mengalami keuntungan akan lebih bersikap konservatif, dikarenakan terjadi bias nilai pada keuntungan level berikutnya.

Perilaku investor dalam menghadapi Risk and return, Loss dan Gain.

Dalam melakukan investasi, investor menghendaki untuk memperoleh imbal hasil yang layak (gain), serta menghindari loss. Dalam praktek investasi, terdapat faktor ketidakpastian terhadap hasil dari investasi. Ketidak pastian tersebut disebut dengan resiko (baik resiko positif maupun resiko negatif). Semakin tinggi resiko dari suatu investasi, maka semakin besar pula return yang dituntut oleh investor agar investor tersebut bersedia menginvestasikan modal yang dimilikinya.

Risk and Return.

Salah satu prinsip dalam teori prospect adalah efek kepastian ( Certainly Effect). Teori prospek meyakini bahwa kepastian terhadap ketiadaan resiko akan jauh lebh disenangi dibandingkan dengan pilihan yang masih mengandung resiko (sekalipun resikonya sangat kecil). Hal ini dikarenakan adanya kecenderungan manusia untuk menghilangkan resiko daripada hanyamemperkecil resiko.

Losses (kerugian)

Dalam teori prospect, kerugian dianggap lebih memiliki bobot nilai yang tinggi dalam mental investor. Kerugian jauh lebih diperhatikan dibandingkan keuntungan. Kerugian yang terealisasi akan menyebabkan investor cenderung untuk lebih berani lagi mengambil resiko. Keberanian dalam mengambil resiko tersebut disebabkan karena terjadinya bias nilai dari kerugian, dimana kerugian yang terjadi setelah kerugian yang pertama memiliki nilai psikologis yang lebih rendah bagi investor. Selain itu dikarenakan kerugian dianggap memiliki bobot nilai yang lebih tinggi, maka investor akan berupaya untuk mengembalikan kerugian (rebound) dengan melakukan manuver-manuver investasi yang beresiko tinggi. Karena besarnya bobot mental dari losses (kerugian) yang terjadi, maka acapkali investor secara tidak sadar menjadikan losses (kerugian) yang terjadi sebagai anchor (jangkar) dalam melakukan aktivitas-aktivitas investasi selanjutnya. Anchor (jangkar) adalah merupakan salah satu bias heuristic yang menyebabkan investor tidak mampu untuk memposisikan dirinya secara rasional dalam kegiatan investasinya.

Gain (hasil)

Tujuan investasi adalah untuk memperoleh gain (hasil). Meskipun demikian, kerugian tetap memiliki bobot yang lebih tinggi dalam perspektif mental investor dibandingkan dengan keuntungan. Menurut teori prospect, investor yang telah memperoleh keuntungan akan cenderung bersiap konservatif. Hal ini sesuai juga dengan bias cognitif framming, yaitu status quo. Status quo cenderung mendorong investor untuk tidak mengubah posisi. Sehingga memilih untuk bersikap konservatif dan kurang agresif. Sikap kurang agresif ini akan menyebabkan tidak terwujudnya opportunity gain yang apabila dilihat dari sudut pandang (framming) inclussive accounting adalah merupakan sebuah kerugian.

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

Prospect theory, analyst forecast, and stock returns

Penelitian ini dilakukan oleh David. K. DING, C, Charoenwong, dan R. Seetoh pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan bahwa Investor melakukan kesalahan prediksi (forecast error) yang lebih besar pada periode pertumbuhan pendapatan yang negatif dibandingkan dengan pada periode pertumbuhan pendapatan yang positif. Terdapat kecenderungan investor melakukan over estimate EPS (earn per share) pada periode pertumbuhan pendapatan yang negatif. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan atau ketidak inginan dari investor untuk meramalkan/memprediksi bahwa akan terjadi penurunan pendapatan. Sentimen pasar memiliki hubungan positif terhadap forecast error dalam masa pertumbuhan pendapatan negatif. Tetapi sentimen pasar tidak memiliki hubungan signifikan terhadap forcast error pada periode pertumbuhan pendapatan yang positif. Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan Prospect Theory yang dikemukakan oleh Tversky dan Kahneman’s (1979) yang menyatakan bahwa gain and losses memiliki akibat yang tidak simetris terhadap nilai (value of a prospect).

Prospect Theory and Stock Returns: An Empirical Test

Penelitian ini dilakukan oleh Nicholas Barberis, Abhiroop Mukherjee, and Baolian Wang pada tahun 2011. Penelitian ini dilakukan untuk menguji prospect theory dengan asumsi bahwa investor melihat historical dari performa saham. Hasil peneliitian menunjukkan bahwa bahwa prospect theory bukan hanya dapat membantu untuk menjelaskan cross-sectional return, tetapi juga untuk menjelaskan forward-and-backward looking representation dari saham.

Prospect Theory and Stock Market Anomalies

Nicholas Barberis, Lawrence Jin, and Baolian Wang menerbitkan sebuah jurnal pada tahun 2019 yang berjudul “Prospect Theory and Stock Market Anomalies”. Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan a new model asset prices yang dapat dipergunakan oleh investor untuk melakukan evaluasi resiko berdasarkan prospect theory dan juga untuk memeriksa kemampuan dari model tersebut untuk menjelaskan 22 anomali utama di dalam pasar modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang dikembangkan berdasarkan prospect theory tersebut memiliki kemampuan untuk menjelaskan sebagian besar dari 22  anomali pasar tersebut. 

Daftar Pustaka

Barberis, Nicholas., Lawrence Jin., and Baolian Wang. 2019. “Prospect Theory and Stock Market Anomalies”. JEL. 2019.

Barberis, Nicholas., Abhiroop Mukherjee, and Baolian Wang. 2014. “Prospect Theory and Stock Returns: An Empirical Test”. JEL. 2014.

David. K. DING, C, Charoenwong, dan R. Seetoh. 2004. Prospect theory, analyst forecast, and stock returns. Institutional Knowledge at Singapore Management University Institutional Knowledge at Singapore Management University. 2004

Jureviciene, Daiva. & Olga Ivanova. 2013. “Behavioural Finance: Theory and Survey”.  Vilniaus Gedimino Technikos universitetas. PP 53-58. 2013.

Kahneman, D. and A. Tversky (1979), “Prospect Theory: An Analysis of Decision Under Risk,” Econometrica 47, 263-291.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun