Sebenarnya di bulan April kemaren ada momen yang membuat aku bangga pada diriku sendiri. Karena menurut aku itu sebuah pencapaian hasil dari kerja keras selama bebera bulan belakangan ini. Tapi, momen bahagia itu berbarengan dengan momen yang paling menyakitkan bagiku juga istri, sehingga momen bahagia berubah menjadi momen tersedih di penutup bulan April 2024.
Ceritanya begini,
Tgl 28 April kemaren, Aku ikut acara Mangkunegaran Run 2024 di kota Solo. Ini menjadi momen pertama aku ikut berpartisipasi lomba lari dengan jarak tempuh sejauh 21 KM alias Half Marathon. Momen ini menjadi momen Virgin Half Marathon (VHM) aku selama menekuni olahraga lari sejak 3 tahun lalu. Untuk bisa mencapai semua itu, aku melakukan latihan yang intens sejak awal tahun 2024. Mulai dari easy run, Long run, Interval, cross Trainning, bahkan aku juga mencoba berlari dengan tehnik MAF Trainning. Sampai akhirnya aku berhasil menyelesaikan "tugas" berat ini dengan finish strong dan happy dengan durasi 2 jam 50 menit. Ya, meski durasi yang tidak ceoat-cepat banget. Tapi aku bangga bisa menuntaskan misi VHM-ku.
Tapi, berbarengan dengan momen tersebut, 4 hari sebelum keberangkatanku ke kota Solo, salah satu anjing kesayanganku tiba-tiba mengalami pendarahan dibagian kelaminnya. Darah kental keluar cukup deras. Aku sudah curiga pasti ada apa-apa nih. Namanya Ollie, berjenis kelamin betina. Â Usianya sudah 12 tahun. Ollie jenis anjing medium Poodle. Sangat manja dan sepanjang hidup bersmaa aku dan istri, Ollie menjadi salah satu yang membuat rumah menjadi hidup.
Meski bukan anjing satu-satunya di rumah, Karena aku memelihara 4 ekor anjing. Dan semua aku adopsi dari anjing-anjing yang dibuang majikannya. Karena tidak tega, akhirnya aku memutuskan untuk mengadopsi satu persatu dari mereka yang memiliki kisah pilu.
Ollie aku adopsi ketika dia berusia 3 atau 4 bulan. Teman datang ke rumah membawa anjing kurus dengan mata belekan. "Mau pelihara,nggak? Ownernya mau buang. Katanya anjing gagal." Ucap temanku sambil membawa anjing kecil ini. Melihat kondisinya yang memprihatinkan, aku langsung menyuruh teman membersihkannya. Memandikan pakai air hangat sambil mengusap smeua belek-belek yang ada di mata dan telinga. Sampai akhirnya terlihat bersih dan harum.
Anjing nan lucu begini dibilang anjing gagal? Aku sempat nggak habis piker. Apa yang ada di benak si owner dengan kalimat tersebut? Apakah dia benar-benar pecinta anjing atau bukan?
Setelah mempertimbangkan matang-matang, akhirnya anjing mungil tersebut aku adposi dan memberi nama Ollie. Sebelumnya, satu tahun lalu, aku juga mengadoipsi 2 ekor anjing dengan nasib yang hampir sama. (cerita tentang mereka ntar aja. Sekarang fokus cerita tentang Ollie) .
Singkat cerita Ollie menjadi bagian dari hidupku bersama 2 kakaknya. Sebagai pecinta hewan sejati, aku sangat senang melihat mereka tumbuh sehat. Hidup mereka yang sebelumnya penuh penderitaan berubah menjadi suka cita. Mereka dirawat dnegan baik olehku dan istri. Dalam seminggu jadwal mereka jalan-jalan 2 hingga 3 kali. Jika tidak diajak jalan-jalan pagi mereka akan complain dan ngambek. Seminggu sekali jadwalku ke pasar mmebeli makanan mereka berupa daging ayam dan tulang bagian dada. Juga buah papaya dan pisang yang kebetulan mereka juga doyan. Meski sudah dibuat rumah kecil khusus untuk mereka, tapi mereka maunya tidur bersama-sama dengan kami. Akhirnya mereka lebih banyak di rumah inti dan tidur bersama kami ketimbang dirumah mereka.
Tanpa terasa waktu terus berlalu, usia mereka beranjak tua. Bahkan tahun 2021 lalu, kakaknya bernama Kimmy berpulang ke Sang pencipta diusia 10,5 tahun. Hatiku benar-benar terpukul. Karena Kimmy mati tanpa ada gejala sakit yang mengkhawatirkan. Belajar dari kematian Kimmy, aku mencoba untuk mempersiapkan hati untuk iklas jika kelak anakbul anakbul aku akan kembali ke Sang pencipta. Mengingat usia mereka sudah sangat senja.
Menjelang keberangkatanku ke Solo untuk ikut Race Mangkunegaran Run, aku sudah wanti-wanti istri untuk lebih memperhatikan keadaan Ollie. Karena pendarahan yang dialaminya sudah membuat aku was-was. Bahkan, ketika tiba di Solo pun, aku masih terus memantau keadaan Ollie lewat pesan singkat dan VC. Menanyakan kondisinya. Mau makan atau tidak? Masih aktif atau tidak. Dan semuanya masih berjalan dengan lancar.
Hingga hari H perlombaan, aku  bisa menjalani perlombaan dengan sukacita bahkan berlari sejauh 21K pun tanpa rasa lelah berlebihan yang aku alami. Aku cukup puas dengan pencapaian yang kuraih. Karena diusia yang setengah abad aku masih bisa berlari sejauh 21K tanpa ada cidera atau kondisi yang mengkhawatirkan.
Tapi, tanggal 29 April, sore hari, Istri mengabarkan kalau kondisi Ollie menurun. Tidak mau makan dan lemas. Saran terbaik bawa ke Klinik hewan. Dan disana diberikan obat serta pemeriksaan intensif. Menurut dokter pendarahaan itu bisa dari Rahim atau jantung. Akan dilakukan rongen dan cek darah. Tapi, sebelum dilakukan hal tersebut, dokter sudah memberikan obat terlebih dahulu untuk memberhentikan darah yang keluar. Rencana keesokan harinya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Berhubung Ollie sudah terbiasa tidur bersama-sama dengan Mommy-nya, maka, istri membawa kembali Ollie ke rumah agar bisa tidur dengan tenang di rumah ketimbang ditinggal di klinik seorang diri tanpa ada orang yang disayanginya disebelhanya. Â Bisa-bisa dia akan stress dan menangis.
30 April, kondisi Ollie mulai kembali membaik. Sudah mau makan dan berjalan. Meski tidak pulih 100 persen. Intinya, sejak pagi Ollie masih aktif. Sampai akhirnya, malam hari, Ollie seakan tidak mau ditinggal mommy-nya. Dia ingin Mommy nya ada disampingnya. Kondisinya menurun dan Ollie minta dibawa ke kamar. Di kamar, dipangkuan istri, Ollie perlahan-lahan menghembuskan nafas terakhirnya. Tepat pukul 23:00 WIB. Sementara pada saat itu, aku sedang berada di kereta menuju Jakarta yang artinya mau pulang ke rumah. Mendaoat kabar duka itu, hatiku seketika remuk.
Tuhan berkehendak lain. Ollie pergi untuk selama-lamanya tanpa ada aku disampingnya. Tapi, aku berjanji akan menguburkan Ollie pakai tanganku sendiri. Sama seperti kakaknya, ketika berpulang meski tidak dipangkuanku, Aku juga yang menguburkannya. Dengan mata yang sembab, ngantuk hati berkecamuk, tiba di Jakarta aku langsung tancap gas pulang ke rumah.
Akhir April yang menyedihkan menurutku. Anakbul tersayang kembali ke Sang pencipta. Rest in love my baby girl.. Till we meet again...
Meski telah mempersiapkan hati untuk iklas, namun menjalankannya masih teramat berat. Bahkan ketika menuliskan kisah ini mata ini masih berkaca-kaca. Because, I love all my fur kiddos.
Aku menguburkan jenasah Ollie berdampingan dengan makam doggyku sebelumnya. Lokasinya di halaman rumah dimana mereka sering bermain-main disana. Karena, aku ingin mereka tetap selalu ada di lingkungan rumahku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H