Mungkin bagi umat Hindu, menyambut Hari Raya Nyepi sama dengan melakukan meditasi atau berhenti melakukan segala aktivitas dan berdiam diri di rumah sambil sembahyang. Sama halnya dengan perayaan hari besar di agama lainnya. Menyambut dengan penuh suka cita.
Sebagai orang yang bukan beragama Hindu, entah kenapa sering muncul rasa penasaran dibenak saya tentang hari raya Nyepi. Seperti apa sensasi merayakan hari raya Nyepi di Bali.
Saking penasarannya, dulu, sewaktu saya masih menjadi penulis di majalah traveling, saya memberanikan diri terbang ke Bali untuk merasakan sendiri hari raya Nyepi.
Seminggu sebelum hari Raya Nyepi saya sudah berada di Bali. Bagi saya, Bali sudah seperti rumah kedua. Saya sangat suka Bali. Segalanya yang ada di Bali sangat saya suka. Budaya, tradisi, pantai, gunung, night life, kuliner dan banyak lagi.
Kebetulan teman yang asli orang Bali menawarkan diri sebagai tuan rumah tempat saya menginap saat Nyepi. Wah, mendengar tawaran tersebut jelas saya senang sekali. Saya pun menyambutnya dengan gembira.
Sebelum hari raya Nyepi ternyata ada beberapa ritual yang wajib dilakukan oleh umat Hindu. Mulai dari Upacara Melasti, Ogoh-Ogoh, kemudian Nyepi.
Upacara Melasti merupakan acara pembersihan diri yang biasanya dilakukan di pinggir pantai.
Tidak heran kalau sepanjang pantai Kuta, Seminyak, Batu Bolong, dan pantai-pantai lainnya banyak dilakukan upacara Melasti. Karena Umat Hindu akan melakukan ritual membersihkan diri dan membuang seserahan ke laut. Konon katanya agar diri kembali suci dan membuang dosa-dosa sebelumnya.
Kemudian, malam harinya diselenggarakan pawai Ogoh-Ogoh. Di sini pun saya ikut ambil andil. Saya turut membawa patung atau boneka raksasa berwujud menyeramkan hasil karya setiap RT/RW di Bali.