Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Perjuangan Melelahkan Melawan OCD

26 Februari 2024   20:24 Diperbarui: 28 Februari 2024   02:05 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin dulu saya tidak paham apa yang saya lakukan itu sesuatu yang cukup mengganggu bagi orang awam. Karena, saya menganggap hal yang biasa-biasa saja. Ternyata, ulah saya justru dianggap aneh bagi yang melihatnya.

Saya pun baru menyadari ketika salah seorang teman mengatakan, "Lo OCD, ya?"

"OCD apaan?" tanya saya kala itu sama sekali tidak paham apa itu OCD.

Sampai akhirnya rasa penasaran menggiring saya berkunjung ke rumah mbak google untuk mencari tahu apa yang dimaksud teman saya itu. Meski dia sudah menjelaskan namun rasa penasaran justru semakin membuncah.

Perlahan saya baca setiap artikel tentang OCD. Dan ternyata benar. Hampir semua rangkuman tentang pola tingkah yang saya lakukan hampir sama persis gejala orang OCD.

Menurut mbah google, OCD adalah obsessive compulsive disorder. Salah satu jenis gangguan mental yang membuat penderitanya melakukan tindakan tertentu berulang kali.

OCD ini sedikit berkaitan dengan gangguan cemas. Perilaku tersebut tidak dapat dikendalikan oleh penderitanya.

Hal yang sering saya lakukan berulang-ulang dan hampir sepanjang usia remaja hingga saya beranjak dewasa, masuk ke dunia bekerja hingga saya menikah adalah mengerjakan sesuatu yang berulang-ulang. Misalkan, membersihkan rumah, pekarangan dan ruang kerja.

Di mata saya semua harus terlihat bersih dan rapi. Harus tertata dengan rapi. Rak buku, lemari pakaian, rak sepatu, peralatan makan, pajangan didinding enggak boleh miring dan banyak lagi.

Jika di antara barang-barang ada yang tidak tertata dengan rapi maka saya langsung merapikannya. Bahkan jika ada salah posisi saja saya langsung gelisah dengan apa yang saya lihat. Pasti ada yang mengotak-atiknya sehingga posisinya sudah salah. Rak pakaian, rak buku, dan rak sepatu yang sering menjadi point of view saya. Karena paling sering saya kunjungi.

Anehnya, ketika saya mengerjakan semua itu justru tidak ada beban. Tapi, ketika ada yang mengotak-atik benda-benda tersebut, baru deh saya bisa bertanduk alias marah.

foto dokpri
foto dokpri

Hal yang paling parah ketika saya sudah menikah. Istri yang awalnya menganggap saya orang yang pembersih dan rapi ternyata setelah menjadi pasangan suami istri, dia kewalahan menghadapi saya yang suka marah-marah jika melihat sesuatu yang tidak rapi juga ketika dia meletakkan sesuatu benda sembarangan. 

Bisanya sambil marah-marah saya menata barang tersebut dengan posisi yang sangat rapi. Sejajar. Sampai akhirnya istri hampir give up menghadapi sifat saya yang katanya terlalu perfeksionis. Padahal itu bukan perfeksionis melainkan OCD.

Rumah tangga kami pun sempat hampir karam gara-gara sering ribut hanya gara-gara masalah tersebut.

Sebelum semua itu terjadi dan rumah tangga karam, saya banyak berdiskusi dengan keluarga juga teman yang berkompeten mengatasi masalah yang saya hadapi. Saya menghubungi teman seorang psikiater. 

Saya menceritakan semua yang saya alami dan dia mencoba memberi saran juga beberapa hal yang harus saya lakukan. Salah satunya mengontrol agar saya bisa mengurangi kebiasaan-kebiasaan tersebut. Sangat berat dan butuh waktu yang sangat lama.

And, thanks God! Akhirnya perlahan tapi pasti saya bisa mengurangi OCD yang ada pada diri saya. Meski tidak bisa 100 persen hilang. Terkadang ketika muncul keinginan untuk beberes-beres saya tahan untuk tidak melakukannya hingga berulang-ulang. 

Dan tingkat toleransi saya akan perbedaan sifat (terutama soal OCD) dengan istri pun sedikit demi sedikit bisa diredam. Tapi terkadang masih bisa kumat juga, lho.

Hingga kini, sudah puluhan tahun saya mengalami OCD meski kalau diukur tingkat kadarnya sudah sangat jauh banyak berkurang. Semua butuh proses yang tidak instan.

Jadi intinya, OCD memang berhubungan dengan kejiwaan. Kalau ada yang bilang OCD bagian dari sakit jiwa ya bisa jadi tapi bukan berarti OCD di sini saya gila, ya. Melainkan OCD memang ada kaitannya dengan kejiwaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun