Suatu pagi  pesan singkat dari teman masuk ke hape gue. Sebuah foto bayi perempuan berusia 1 tahun sedang bergaya layaknya seorang model bayi yang terkesan dipaksakan bergaya. Pakai kacamata hitam, rambut di ikat cepol, baju ala-ala hawaian style plus sepatu. Semuanya serba pink. Kemudian, pesan berikutnya berisikan kalimat,"Cantik nggak anak gue? Sudah pinter gaya lho dia. " dilanjutkan dengan terkirimnya deretan foto-foto bayinya lagi dengan aneka gaya.Â
       "So cute!" balas gue singkat.
"Anak gue sudah pinter gaya,lho. Oiya, Lo tau nggak agensi model yang bagus,gak?"
       "Untuk apa?"
       "Gue pengen masukin anak gue ke agensi biar nanti jadi model iklan. Lumayan kan kalau jadi model bisa menghasilkan uang."
       "Maksud lo, anak lo ini mau lo jadikan model?"
       "Iya..Soalnya sudah ada bakat modelnya."
       "Masih 1 tahun mau lo jadikan model?"
       "Iya. Kenapa?"
       "Itu kemauan elo atau keinginan anak lo? Pasti karena kemauan lo,kan?"
       "Hmmm... kemauan gue sih!"
       "Saran gue nggak usah dulu deh."
       "Kenapa?"
       "Kasihan anak lo. Masih terlalu bayi trus sudah lo paksain ikut-ikut kasting demi obsesimu kan?"
        "Kalo lolos kasting kan lumayan."
       "Ikut kasting itu capek,lho. Jangan lo piker sekali kasting langsung lolos jadi model iklan. Susah!"
       "Masak,sih?"
"Lo pikir honor anak bayi untuk pemula itu gede? Yang ada duit lo yang lebih banyak keluar ketimbang honor yang lo terima nanti. "
       "Masa sih?"
       "Ya iya lah...belum lagi banyak agnesi yang nggak bener. Suka memanfaatkan ibu-ibu bayi yang terobsesi anaknya jadi model. Makanya banyak kasus ibu-ibu kena tipu agensi."
       "Jadi gimana dong?"
       "Saran gue nggak usah dulu,deh. Biarin bayi lo tumbuh apa adanya dulu. Ntar Kalo emang bakatnya jadi model pasti ada jalannya. Jangan lo paksa karena obsesi elo."
Akhirnya teman gue yang tadinya terobsesi bayinya menjadi model mengurungkan niatnya. Meski untuk menyalurkan obsesinya itu, dia rajin banget posting foto-foto bayinya di ig dengan berbagai macam aktivitas dan gaya.
Kejadian ini membuat gue kembali teringat ketika gue masih aktif menjadi jurnalis di sebuah tabloid ibukota. Dulu gue memegang rublik "new Comers" yang meliput atau mewawancarai artis-artis baru atau model iklan yang baru berkecimpung di dunia entertain. Waktu itu gue sering menghadapi ibu-ibu yang anaknya baru menjadi model tapi Ingin diorbitkan menjadi bintang sinetron atau bintang iklan yang lebih besar lagi. Waktu itu gue punya banyak link ke PH (rumah produksi), agensi, manager, produser, sutradara dan orang-orang yang berkecimpung di dunia entertain lah. Mereka ingin aku memperkenalkan mereka ke orang-orang penting tersebut. Mungkin mereka kira gue bisa dengan mudah mengorbitkan anak mereka karena banyak link. Bahkan mereka para ibu-ibu itu rela merogoh koceknya untuk menyogok gue atau orang-orang penting itu demi memuluskan niatnya agar anaknya bisa jadi artis.
Sayangnya gue bukan jurnalis mata duitan atau suka  azas manfaat. Gue justru kasihan pada para ibu-ibu yang terobsesi anaknya ingin menjadi artis terkenal meski dengan cara yang nggak benar. Gue selalu memberi nasihat agar para ibu-ibu itu melihat potensi anaknya dulu. Jika benar-benar memiliki potensi pasti akan dilirik PH atau agensi. Tapi, jika tidak ada, meski di sogok sekali pun tidak bakalan bisa naik.
Terbukti dari beberapa anak dari ibu-ibu tersebut kini ada yang sudah menjadi artis dan model  terkenal. Bahkan sangat terkenal. Ya, karena anaknya memiliki bakat yang akhirnya dilirik agensi atau PH dan mendapat kontrak untuk beberapa judul sinetron.
Begitulah lika liku ibu-ibu yang sering terobsesi anaknya menjadi sosok terkenal meski sesungguhnya bakat si anak bukan disitu. Obsesi-obsesi tersebut justru keinginan si ibu yang terpendam. Bisa jadi, masa mudanya dia pengen menjadi model atau artis namun tidak kesampaian sehingga ketika memiliki anak, dia ingin obsesi terpendam tersebut bisa dilanjutkan anaknya.
Tapi, dari kasus-kasus tersebut banyak anak-anaknya yang telah beranjam remaja justru salah jalan atau salah pergaulan. Menjadi rusak. Obsesi tidak kesampaian si anak malah menjadi korban. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H