Setiap bangun tidur, rutinitas yang sering aku lakukan adalah, duduk di teras rumah sambil menikmati sarapan pagi ala kadarnya. Sinar matahari pagi benar-benar "pestapora" di teras rumahku. Sarapan smabil berjemur menjadi perpaduan yang sempurna. Selain matahari pagi, suara kicauan burung pun ikut menemai pagiku. SUara itu terdengar dari balik rimbunan dedaunan  pohon jeruk purut dan jeruk nipis yang ada di halaman samping rumahku. Kicauan mereka benar-benar merdu sekali. Seakan memberi salam "selamat pagi" untukku.
Awalnya aku berfikir kalau suara kicauan burung-burung itu datang tetangga yang kebetulan memelihara buurng. Ternyata, setelah aku perhatikan, ada beberapa sangkar burung bertengger di dahan pohon jeruk purut. Selain itu, hampir setiap pagi, tanpa aku sadari sering memberi makan sisa-sisa nasi yang sengaja aku letakkan di jendela dapur yang mengarah ke ahlaan samping. Burung-burung itu sering mencuri sisa makanan tersebut. Mungkin mereka takut ketahuan sehingga setiap kali kepergok olehku, mereka langsung kabur. Padahal, sisa-sisa makanan itu sengaja aku letakkan di jendela supaya bisa dinikmati mereka.
       Aku bersyukur, banyakannya tumbuhan di halaman rumah membuat beberapa binatang sering terlihat di balik dahan. Mulai dari tupai, lizar juga kupu-kupu. Asalkan jangan ular saja. Karena aku sangat phobia sama ular. Setiap melihat ular rasanya jantung mau copot. Meski benci bukan berarti aku berniat untuk menganiaya hewan melata itu. Cukup phobia saja tapi buan untuk membencinya. Semoga anda yang membaca ini juga demikian. Jika anda phobia terhadap satu hewan apa pun, anda tidak perlu menganiaya atau membunuhnya karena phobia atau tidak suka. Don't hurt them, please!
       Suatu hari, kejadian ini benar-benar membuat aku down dan sedih. Semua ini gara-gara kelalaianku yang mengakibatkan aku kehilangan suara-suara merdu itu. Semua berawal dari musim kemarau panjang ini. Semua daerah di Indonesia mungkin sedang mengalami kemarau panjang termasuk di Jakarta juga di Jawa Barat. Â
Seperti biasa, setiap bercocok tanam atau berkebun pasti ada saja hama-hama yang merusak tanaman. Begitu juga tanamanku. Banyak sekali hama kupu-kupu putih berukuran kecil-kecil yang hinggap di tanaman kemudian tanamanan tersebut layu dan langsung mati. Hama ini benar-benar bandel. Meski sudah disemprot pakai racun khusus untuk hama namun mereka tetap saja membandel.
Sampai suatu ketika teman menyarankan agar di kasih asap agar hama-hama itu langsung mati. Ide yang bagus juga sebenarnya apalagi dimusim kemarau banyak daun-daun kering yang bisa dibakar yang bisa menjadi sumber asap. Aku pun mengumpulkan daun-daun kering yang ada di taman lalu kubakar persis di bawah pohon jeruk purut.
Tanpa aku sadari api yang bersumber dari daun dan dahan kering begitu cepat membesar gara-gara angin kencang kemudian melahap dahan dan daun pohon jerut. Daun-daun yang rendah terbakar kemudian menjalar melahap apa saja yang kering termasuk sangkar-sangkar burung yang ada di pohon tersebut. Sangkar yang terbuat dari ranting dan daun-daun kering jelas mudah dilahap api. Aku mulai panik dan takut apinya semakin membsar dan membakar semua pohon jeruk langsung buru-buru aku matikan. Kepanikan campur aduk. Buur-buru aku ambil air lalu kusiram kea rah dedaunan yang belum terbakar agar tidak merambat ke dahan dan daun lainnya. Api yang masih menyala langsung aku padamkan pakai sapu. Berhasil!
Aku mulai lega melihat api benar-benar padam. Aku perhatikan dengan seksama dampak kobaran api tadi. Alangkah kagetnya aku kalau api telah membakar 4 sangkar burung yang ada di pohon itu. Ya, semua sangkar terbakar hangus. Meski aku tahu, burung-burung yang bersangkar disitu sedang tidak ada di sangkarnya.Siang hari mereka pasti sedang kelayapan dan cari makan. Tapi, pasti mereka akan sedih karena rumah mereka telah hangus terbakar. Â Aku menyalahkan diriku sendiri yang lalai sehingga memporak-porandakan sangkar-sangkar burung yang setiap pagi biasanya mereka menyambut pagiku dengan kicauannya. Â Â Â