Untuk mencapai puncak Arjuno atau disebut puncak Agal Agil, dibutuhkan waktu kurang lebih 4sampai 5 jam. Tapi, kami tiba di puncak setelah 4 jam pendakian dengan medan yang ber aneka rasa sensasinya. Benar-benar melelahkan. Ditambah lagi cuaca panas dengan terik matahari berkapasitas 4PK barangkali. Sehingga rasa dahaga ditenggorokan.
Ketika tiba di puncak Ogal Agil, ekspresi gue bener-bener datar. Tidak ada rasa excited seperti pendaki-pendaki lainnya. Ada yang berteriak-teriak. Ada yang melantunkan yel-yel. Bahkan ada yang beruraian airmata. Gue sih biasa-biasa saja. Mungkin dikarenakan lelah yang teramat sangat, serta medan yang dilalui banyak siksaannya. Sehingga untuk meluapkan kegembiraan setelah sampai dipuncak pun tidak sanggup lagi. Gue dan teman-teman hanya berfoto bersama. Selebrasi juga foto-foto selfie. Untuk mengambil stok video pun hanya seadannya saja. Tidak ada konsep video yang menarik. Entah kenapa, pendakian ini bener-bener bukan menjadi pendakian yang menggembirakan.
       Begitu juga saat turun dari puncak Ogal Agil. Jalan yang kami lalui serasa semakin berat. Padahal jalurnya sama dengan jalur yang kami lalui sebelumnya. Atau mungkin karena fisik yang sudah semakin letoy sehingga jalan yang kami lalui serasa begitu panjang dan melelahkan. Bahkan, untuk tiba di camp area rasanya lamaaa banget. Meski itu hanya ilusi kami saja.
Setibanya di camp area, buru-buru minta air minum di tepat penyimpanan air. Eh, ternyata stok air minum yang kami bawa bergalon-galon katanya habis. Jelas dong gue marah dan murka. Bagaimana mungkin kami yang sudah nyetor duit 50 ribu/orang tidak kebagian air minum? Sementara saat mau mendaki kami juga membawa air minum masing-masing 3 botol di carrier. Alasan yang punya tenda, air habis untuk masak. Busyettt!!
Intinya, drama tentang air dan makanan sudah terasa sejak awal. Kalau begini jadinya, mending bawa makanan dan air minum masing-masing. Jadi ketahuan siapa yang bawa dan yang tidak. Sialan!
Selesai makan siang dengan menu seadannya, kami langsung buru-buru turun tanpa menunggu rombongan yang lain. Karena mereka masih ada yng di puncak dan masih ada juga yang leyeh-leyeh ditenda. Gue sudah begah aja di camp area. Rasanya pengen buru-buru turun dan nyampe basecamp. Gue pengen melampiaskan dahaga dan lapar yang sudah membuncah.
 Selain itu, kami juga takut hujan turun saat kami berada dalam perjalanan turun. Karena cuaca memang lagi nggak asyik. Nggak bersahabat. Lagi-lagi, kami mengalami siksaan di jalur turun. Sepanjang jalur yang kami lalui dipenuhi lumpur yang benar-benar menutupi akses kering untuk dilalui. Sudah tidak bisa digambarkan seperti apa wujud sepatu dan celana kami. Semua dipenuhi lumpur. Saat turun, ada sekitar 5 kali gue terpeleset dan badan bercumbu dengan lumpur. Sudah jatuh ketimpa lumpur judulnya. Rasa sakit dan emosi semakin menggunung. Gue semakin pengen terbang agar cepat sampai di basecamp. (halu sih ini...)
       Setelah berjibaku dengan lintasan yang penuh lumpur, akhirnya kami nyampe di Barakseng. Mobil pick up sudah menunggu kami. Rasa haus yang sejak tadi langsung balas dendam meminum air kran yang ada di perkebunan kentang. Asli, haus bangettttt!!!
Tanpa basa basi, gue langsung naik ke mobil pick up dan menyelonjorkan kaki yang sudah termaat capek dan lelah berjalan. Sepanjang berjalanan menuju basecamp, gue memilih memejamkan mata untuk menikmati mobil melaju dengan jalan yang bergelombang.