Kamu pernah ikut komunitas nggak? Ya, komunitas atau perkumpulan atau grup atau kelompok yang berhubungan dengan hobi atau kesenanganmu? Ya, let say, komunitas olahraga, komunitas automotif, komunitas pecinta tanaman, komunitas pecinta alam Komunitas ibu-ibu arisan dan lain-lain.
Pasti punya dong?
Menurut kamu, ikut komunitas itu menguntungkan atau merugikan?
Gue mau berbagi pengalan juga tentang komunitas. Terutama Komunitas yang pernah gue ikuti sesuatu dengan hobi dan kesenangan gue, Lari dan Mendaki Gunung. Kedua aktivitas itu paling sering gue lakukan sejak beberapa tahun belakangan ini.
Sebenarnya, kalau mau mendaki Gunung, gue tidak pernah ikut komunitas. Kalau mau mendaki ya paling pergi bareng teman-teman yang sepakat mau mendaki gunung bareng. Bukan yang tergabung dari sebuah komunitas. Menurut gue sih, small circle itu jauh lebih enak ketimbang  yang banyak anggotanya.
Sampai suatu ketika, ada teman pendaki memasukkan nomer hape ke grup atau komunitas pendaki gunung. Katanya supaya bisa mendapat informasi tentang mendaki gunung dan hal-hal tentang pendakian. Gue tidak keberatan. Itung-itung nambah teman dan siapa tahu bisa mendaki bareng.
Meski sudah masuk dalam satu komunitas pendaki tapi, gue cenderung peserta yang pasif. Jangan memberi komentar juga jarang mengomentari pesan singkat yang ada di grup. Ya, read only gitu deh.
Sampai Suatu hari, ada seorang peserta memposting tas Carrier yang baru dia beli. Mereknya Osprey. Kemudian disusul dengan anggota lainnya memposting sepatu barunya merk Salomon. Seakan anggota lain tidak mau kalah, secara beruntun mereka memposting barang-barang yang baru mereka beli dengan merk yang tidak kalah gonjreng. Mulai dari The Nat Geo, Nature Hike hingga Eiger. Begitu juga dengan sepatu dan printilan mendaki lainnya. Mungkin sebagian pendaki sudah faham berapa harga Carrier dengan merek-merek di atas. Yang pasti tidak murah.Â
Gue yang selama ini tidak terlalu memikirkan brand, akhirnya mulai bertanya-tanya,"Apakah grup ini hanya untuk ajang pamer barang? Atau murni untuk sharing informasi?" Karena, hampir setiap hari ada saja postingan foto atau video yang memamerkan barang-barang milik mereka. Mulai dari outfit hingga printilan lainnya. Mulai dari sleeping bag, Matras Tiup, perlengkapan masak. Jaket bulang, kupluk sampai celana Dari merk-merk ternama. Harganya juga nggak main-main.
     Akhirnya gue keluar dari grup tersebut. Gue sudah merasa tidak nyaman dengan perdebatan-perdebatan antar kelompok yang membahas barang-barang yang dianggap bermerk dan mahal. Sementara gue sudah nyaman dengan printilan-printilan yang gue miliki yang tidak melulu harus mahal dan bermerk.Â
Bahkan gue tidak sungkan membeli outfit thrifting alias barang second untuk dipakai ke gunung. Contohnya jaket dan celana. Biar dibilangs econd tapi barang dan kwalitas tetap oke. Dan, biasanya barang second yang gue pakai saat ke gunung sering gue hibahkan ke porter, tyukang ojeg atau juga teman yang ketemu di basecamp sebagai kenang-kenangan.
Intinya, mendaki gunung itu hobi yang harus disalurkan. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki barang atau outfit yang mahal-mahal untuk sebuah pengakuan kalau kita pendaki keren. Ya, kalau mampu sih nggak masalah. Asal jangan memaksakan diri hanya untuk sebuah pengakuan. Juga  mendaki gunung bukan menjadi ajang pamer atau menunjukkan kalau kita berkelas. Karena gunung tidak mengenal siapa anda dan dari mana asal usul anda, sejauh bersikap baik dan sopan di gunung mudah-mudahan gunung (alam) juga ramah terhadap anda.
     Begitu juga dengan komunitas lari. Beda-beda tipis lah seperti komunitas mendaki gunung, sejak 3 tahun belakangan ini, gue memang mulai suka olahraga berlari. Dalam seminggu bisa berlari 2 hingga 3 kali.  Biasanya gue berlari seorang diri atau bareng teman yang kebetulan sama-sama suka lari. Itu pun hanya 1 atau 2 orang teman saja. Karena, kalau sudah kebanyakan, olahraganya dikit eh ngobrolnya yang banyak. Jadi tidak maksimal.
Mungkin pada dasarnya gue introvert kali ya, sehingga kurang suka berada di kemaraian atau bergabung di komunitas. Karena lebih nyaman kalau berlari sendiri atau dengan teman 1 atau 2. Biasanya, ketika sedang berlari saat CFD atau di GBK, banyak komunitas olahraga lari melakukan lari bersama. Mereka berkelompok warming up bersama hingga lari mengelilingi GBK atau CFD bersama-sama. Outfit head to toe sangat colourful dan all of branded .
Suatu hari, teman gue menyarankan gue ikut komunitas lari. Mungkin dia melihat cara berlari gue masih banyak yang perlu dibenahi. Bahkan, dia bilang, kalau bergabung dengan komunitas, kita banyak mendapat ilmu tehnik-tehnik berlari yang baik.
     "Agar larimu semakin baik dan benar, sebaiknya lo ikut komunitas lari,deh." ujar teman gue.
     "Nggak, ah. Malas."
     "Soalnya, kalo lu lari sendiri, lo nggak tau progress lari lo seperti apa. Tehnik lo benar atau salah juga lo nggak tau. Kalo ikut komunitas kan ada latihan bersama. Belajar tehnik-tehinik berlari." Lanjut teman gue panjang lebar.  Tapi gue tetap pada pendirian berolaharaga sendiri. Lari sendiri dan apa-apa gue lakukan sendiri. Gue merasa lebih nyaman seperti itu.
     Sama halnya dengan komunitas pendaki gunung, again, teman mamasukkan nomer gue ke salah satu grup lari di hapenya. Kehadiran gue disambut dengan baik oleh member di grup tersebut. Ya, layaknya newbie harus memperkenalkan diri di komunitas tersebut. Singkat tapi padat sebagai pengenalan diri gue.
Beberapa hari berselang, ada pesan singkat di WAG, ajakkan latihan lari bersama di GBK. Teman gue mengingatkan agar ikut latihan bersama. Awalnya ragu dan berat hati, tapi teman gue menyakini kalau dia juga ikut serta latihan, akhirnya gue pun luluh.
Sore hari di plataran GBK beberapa pelari-lari yang ada di grup WA sudah hadir. Gue sempat speechless dengan penampilan mereka yang benar-benar maksimal. Sepertinya mereka benar-benar memperhatikan outfit berlari mereka mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. Rata-rata yang melekat di badan mereka semua merk-merk ternama internasional. Sebut saja Tracksmith, Hoka, Nike, Adidas, Asic, Puma, New Balance dan  banyak lagi. Merk-merk tersebut bertengger mulai dari tutup kepala, kaos, celana pendek kaos kaki hingga sepatu.
     "Gila, outfit mereka," bisik gue.
     "Ya, emang begitu. Lo kira kalo lari itu ya hanya lari doing?" umpat teman gue.
     "Berarti slogan yang mengatakan kalo lari itu olahraga paling murah, itu keliru dong,ya?"
     "Kalo lari sendiri sih, slogan itu benar. Tapi, kalo lu sudah ikut komunits, olahraga lari itu ya olahraga mahal."
     "Mahal di outfit-nya kan?"
     "Betul sekali. Ya, seperti yang lo lihat sekarang ini. Semua brand-brand ternama ada di badan peserta grup. Bahkan yang terbaru sekali pun, kalau bisa mereka sudah punya dan sudah pakai."
     "Hmmm... kayaknya gue nggak cocok deh di komunitas ini."
     "Kenapa?"
     "Nggak sanggup ngikutin gaya outfit mereka."
     'Ya, jangan ikutin."
     "Lha, lo sendiri aja sudah ngikutin gaya mereka. Lihat, sepatu, kaos, celana, kaos kaki, topi dan jam tangan lo. Semua bermerek semua."
     "Ya, sesuai kebutuhan, lah.
     " Kebutuhan komunitas,kan?"
     "Hmmmm.Nggak juga,sih."
Akhirnya, sama seperti komunitas Pendaki Gunung, gue lebih memilih tidak tergabung dengan komunitas apa pun, tapi tetap menjalin pertemanan dengan teman-teman pendaki. Begitu juga dengan di komunitas lari. Gue memilih independent tanpa tergabung dengan komunitas lari mana pun tapi gue memiliki teman pelari yang banyak. So, gue tidak terjebak dengan keharus totalitas dengan penampilan. Sejauh gue nyaman dengan apa yang gue pakai, ya gue pakai. Karena tujuan gue berlari adalah untuk sehat bukan untuk stress karena mikirin outfit head to toe.
Pernah, iseng-iseng, gue menghitung-hitung bujet yang harus dikeluarkan peserta lari yang ada di komunitas saat melihat penampilan mereka sebelum lari.
- Kaos merk Tracksmith dibandrol sekitar Rp. 1.450.000 (bisa lebih)
- Celana Adidas       dibandrol sekitar  Rp.   500.000 (bisa lebih/kurang)
- Topi Nike/Adidas     dibandrol sekitar  Rp.   500.000 (bisa lebih/kurang)  Â
- Sepatu Adidas seri terbaru dibandrol    Rp. 3.000.000 (bisa lebih/kurang)
- Kaos Kaki                        Rp.   250.000 (kurleb)
- Kacamata Sun glasses              Rp.  2.000.000 (tergantung merk)
Total  Rp.  11.650.000
Hitungan di atas hanyalah hitungan kasar yang terlihat dari merk apa yang mereka pakai. Rata-rata memakai barang-barang yang memang terkenal dengan outfit olahraganya. Begitu juga dengan sepatu dan jam tangan. Rata-rata memakai smart watch yang harganya juga nggak main-main. Â
     Kalau menurut anda, Apakah ikut dalam sebuah komunitas itu menguntungkan atau merugikan? Kalau menurut gue sih, untungnya ada. Bisa mendapat teman banyak juga mendapat ilmu yang lumayan. Tapi, ruginya juga banyak. Karena, setiap kali hendak hadir dalam acara komunitas, otak langsung diajak untuk mikir kira-kira outfit apa yang layak dipakai agar tidak menjadi bahan omongan di komunitas. So, secara tidak langsung kita "terpaksa" untuk mengikuti penampilan dari anggota yang ada di komunitas. Meski dengan terpaksa. Ya, terpaksa.
So, gue lebih nyaman melakukan segala sesuatu kesenangan gue tanpa harus bergantung dengan komunitas. Ya, supaya otak gue tetap waras juga isi kantong gue juga tidak ikut menjerit karena kebanyakan dikeluarkan untuk keperluan yang sesungguhnya tidak penting.
Kamu tim yang mana?
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI