Sebenarnya, Pendakian Gunung Gede ini diluar rencana. Karena, setelah mendaki Gunung Argopuro dipenghujung bulan September lalu, adalah merupakan pendakian terakhir yang sudah gue ikrarkan pada diri sendiri untuk berhenti sejenak mendaki gunung. Tentu ada alasan kenapa, gue enggan melakukan pendakian di penghujung tahun 2022. Salah satunya adalah dikarenakan cuaca yang mulai tidak bersahabat bagi pendaki. Musim hujan dan juga angin kencang kerap mengusik kenikmatan mendaki di bulan-bulan berakhiran "Ber".Â
Kejadian tersebut gue dan teman-teman alami disaat mendaki gunung Argopuro lalu.  Selama 3 malam kami mengalami badai angin dan badai hujan yang membuat suasana camping semakin tidak nyaman. Setiap malam, angin badai menghempas-hempas tenda kami. Ditambah lagi curah hujan yang  deras menepis percikan ke dalam tenda. Plus, udara yang semakin dingin membuat badan menggigil. Benar-benar sangat tidak nyaman dan mengganggu.
Oleh karena itu, usai mendaki Gunung Argopuro 3 Malam 4 Hari, gue berjanji untuk tidak mendaki gunung hingga tahun 2022 berakhir.
     Tapi, memasuki bulan November lalu, teman gue, Hari, pendaki dari Bali mengajak gue untuk menemaninya mendaki gunung Gede melalui jalur Putri. Sebenarnya, gue sempat menolak untuk ikut. Tapi, dia terus membujuk dengan alasan tidak ada teman mendaki. Nggak tega juga, maka tawaran tersebut gue terima. Meski sempat khawatir dengan cuaca yang memang sudah memasuki musim penghujan. Bahkan, informasi yang gue dapat dari teman yang kebetulan ada di wilayah Cipanas, cuaca di wilayah Bogor dan sekitarnya sedang dilanda hujan setiap harinya. Informasi tersebut membuat nyali gue kembali kendor.
Jujur, gue paling tidak suka mendaki dimusim hujan. Banyak nggak enaknya. Selain udara semakin dingin, kabut tebal dan jarak pandang yang diselimuti kabut, medan yang dilalui semakin menyiksa. Selain licin juga berlumpur. Jelas sepatu dan semua pakaian yang melekat dibadan pasti kotor. Apadaya, teman yang dari Bali dengan semangat 45 langsung terbang ke Jakarta dan menuju Bogor.
     Tanggal 17 hingga 19 November kami memulai pendakian gunung Gede jalur basecamp Putri. Sebenarnya tanda-tanda "buruk" sudah diperlihatkan dengan kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan. Mulai dari hujan tanpa henti yang menyambut ke datangan kami di basecamp Putri. Hingga malam harinya ketika tidur di basecamp, gue diganggu 3 mahluk tak kasat mata dengan seramnya. Kejadian ini benar-benar membuat gue hamper saja membatalkan niat mendaki. Karena gue yakin pasti ada kejadian-kejadian lain yang lebih besar akan muncul. Tapi, teman gue membesarkan hati gue agar tetap semangat untuk melanjutkan misi kami mendaki Gunung Gede.
(Kisah menyeramkan di basecamp nanti gue kisahkan di cerita selanjutnya ya..)
17 November pagi, Gue dan Hari mulai pendakian meski hujan terus membasahi rain coat kami. Oiya, rencana kami mendaki Gunung Gede adalah lintas. Naiknya dari Jalur Putri, kemudian turun melalui jalur Cibodas. Tapi, semua tergantung cuaca. Apakah di atas cuaca bersahabat maka kami akan lintas. Jika cuaca buruk, kami akan kembali turun melalui jalur Putri.
     Pendakian dari basecamp sampai Alun-Alun Suryakencana benar-benar sangat menyiksa. Karena hujan terus menemani pendakian kami. Sampai akhirnya, kami memutuskan mendirikan tenda di Alun-Alun Surken Barat. Oiya, selama pendakian yang tergolong sepi. Karena, saat mendaki kami memilih bukan weekend melainkan weekdays. Tepatnya hari Kamis pagi. Kami bertemu dengan teman-teman baru yang akhirnya menjadi teman pendakianselama berada Gunung Gede. Karena, selama di Surken, suasana tampak begitu sepi. Tidak ada pendaki yang terlihat selain kami ber 8. Sempat keder juga. Masak, Alun-Alun yang luasnya mencapai 50 hektar itu nyaris tidak penghuninya? Yang ada tenda gue dan teman-teman baru. Akhirnya kami mendirikan tenda berdampingan. Ya, serem saja kalau berjauhan. Asli gue nggak berani, cuy! Karena yang gue takutkan adalah jika terjadi interaksi dengan mahluk-mahluk tak kasat mata.
     Selama di Surken, hujan masih juga mengusik ketentraman kami. Akhirnya, kami hanya bisa mendekam di dalam tenda. Bertegur sapa dari dalam tenda masing-masing. Begitu juga keesokan harinya saat melanjutkan pendakian ke puncak Gunung Gede. Lagi-lagi kabut tebal menemani kami. Nyaris awan putih nan tebal yang terlihat sejauh mata memandang saat berada di puncak Gunung Gede. Meski sesekali awan putih menyingkapkan kabutnya sehingga mempertontonkan keindahan pemandangan Gunung dan bukit-bukit dari ketinggian  hamper 3000 Mdpl itu. Tapi, itu hanya sekejap. Selebihnya kabut tebal kembali menyelimuti pandangan mata kami.
     Usai menggapai puncak Gunung Gede, kami kembali turun ke Alun-Alun Surken. Rombongan teman-teman baru kami yang hanya satu malam di Surken memutuskan turun kembali ke basecamp siang harinya. Sementara gue dan Hari, melanjutkan hingga malam kedua di Alun-Alun Surken. Lagi-lagi kami tidak punya teman. Hanya pemilik warung yang ada di Surken menjadi teman kesepian kami. Sumpah, baru kali ini merasakan Alun-Alur Surken sesepi ini. Tidak ada tenda yang berdiri. Mungkin karena bukan weekend kali, ya.
     Malam kedua di Alun-Alun Surken kami tetap terpenjara di dalam tenda. Sejak siang hingga menjelang subuh, hujan turun tanpa henda. Ditambah lagi badai angin kencang yang menimbulkan suara-suara aneh. Bener-bener bikin parno. Gue nyaris tidak bisa tidur karena suara angin dan hujan begitu kencangnya.
Hari ketiga, Sabtu pagi (19 November) pagi hari hujan mulai reda. Meski sesekali gerimis datang tak diundang. Kami bergegas untuk packing barang-barang. Kami memutuskan turun ke basecamp usai sarapan pagi. Jika terlalu siang, khawatir hujan akan turun dengan derasnya. Saat turun, baru lah kami berpapasan dnegan pendaki-pendaki yang lumayan ramai menuju alun-alun Surken. Hmm, untung saja kami sudah turun, seandainya kami mendaki saat weekend, yang ada desak-desakan dengan pendaki lainnya.
20 November Tiba di rumah dengan selamat. Badan masih terasa sangat lelah. Sehingga seharian memilih istirahat full.
21 November, pukul 13 lewat sekian, terjadi Gempa Cianjur yang memakan banyak korban jiwa. Selain korban jiwa, Banyak bangunan, gedung dan sekolah ikut rubuh. Bahkan, salah satu gapura yang ada di pos 1 jalur Putri ikut menjadi korban. Gapura iconic tersebut rubuh. Untungnya gue sempat berfoto di bawa gapura tersebut saat mulai mendaki dan juga setelah turun. Gapura iconic tersebut kini hanya menjadi kenangan. Â
Selain kejadian gempa, file foto-foto dan video selama pendakian Gunung gede dari gopro hilang gara-gara Harddisk gue rusak. Sementara foto dan video tersimpan di HDD tersebut. Untungnya masih ada file foto dan video dari kamera hape yang formatnya portrait bukan panorama.
Hmmm, ternyata pendakian terakhir gue ke Gunung Gede banyak menimpan misteri yang hingga kini masih sulit terpecahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H