2 jam trekking dilalui, akhirnya nyampe di Cisentor. Kami makan siang di Cisentor dengan bekal makanan yang sudah kami siapkan sebelumnya. Ada niat mau mandi di sungai kecil yang mengalir. Apadaya, niat diurungkan karena airnya sangat dingin. Belum mandi saja badan sudah menggigil. Padahal niat ingin mandi sudah kuat sekali.
Selesai makan siang, ngopi dan ngobrol-ngobrol, kami lanjut ke pos Rawa Embik. Yang perlu diperhatikan adalah mengatur managemen waktu agar jangan sampai kemaleman diperjalanan. Biasanya sering terjadi salah jalan sehingga tersesat karena jalur yang dilalui bercabang dan gelap. Jadi benar-benar harus diperhatikan hal-hal kecil yang bisa merugikan saat diperjalanan.
Tiba di Pos Rawa Embik yang dikenal ada mata air juga. Jadi kami mengisi botol-botol minuman kami yang sudah terkuras habis karena kehausan sepanjang perjalanan. Meski airnya tidak begitu jernih tapi wajib mengisi ulang botol minuman buat jaga-jaga haus diperjalanan. Dari Rawa Embik kami lanjut ke Pos Sabana Lonceng. Dan Di pos ini kami akan mendirikan tenda dan ngecamp. Meski tidak ada mata air di Sabana Lonceng Tapi dari Sabana Lonceng menuju Puncak Ringganis, Puncak Argopuro dan Puncak Hyang sudah cukup dekat. Maka, kami pun sepakat ngecamp disini.
Sebelum tiba di Sabana Lonceng banyak kejadian-kejadian yang diakibatkan rasa lelah yang memuncak. Mungkin hampir semua dari teman-teman sudah pengen cepat-cepat sampai di Pos Sabana Lonceng dikarenakan rasa lelah yang sudah diubun-ubun. Begitu juga dengan gue, karena rasa lelah gopro max yang ada disaku celana sempat terjatuh dan kepanikan melanda. Maklum, Gopro baru beli kalau hilang kebayangkan gimana gundah gulanannya? Eh, ternyata teman-teman ngerjain gue.Â
Gopro yang tertinggal saat beristirahat diambil mereka dan dimasukin ke saku celana mereka (tepatnya di saku celana Hari). Gara-gara Gopro gue hampir berlari dengan kecepatan kilat turun kembali ke jalur yang sudah dilalui. Untung saja Hari langsung memperlihatkan Gopro yang ada di genggamannya. Panic attack Dissorder gue langsung kumat.
Pukul 15:30 WIB, gue tiba di Sabana Lonceng bersama rekan Budi dan Hidayat. Kemudian disusul dengan teman-teman lainnya. Kami langsung mendirikan tenda dikarenakan takut hujan turun tiba-tiba. Gue yang mulai menggigil kedinginan langsung ganti baju yang kering. Kalau maksa pakai baju yang basah bisa-bisa kena hipotermia.
Malam harinya, kami masak untuk makan malam sambil api unggunan. Makan malam sambil ngobrol-ngobrol terasa intimate banget. Kita saling berbagi kisah apa saja. Malam itu keakraban terasa banget. Meski lelah tapi kami tetap menikmati setiap momen kebersamaan. Dan, berbagi kisah menjadi bumbu penghantar malam kami.
Tapi saying, kami tidak bisa berlama-lama di luar tenda karena udara semakin menggila dinginnya. Kami pun masuk ke dalam tenda masing-masing dan memutuskan untuk beristirahat. Karena, hari esok masih ada medan berat yang harus dilalui lagi. Â Meski, lagi-lagi, gue nggak bisa tidur karena memang sudah menjadi penyakit susah tidur ketika di gunung. Ditambah lagi badai angin yang masih mengganggu malam kedua kami. Hmmm... suara badai anginnya bak badai ombak yang begitu kencang.
Bagaimana Malam berikutnya???