Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tetangga Oh, Tetangga

10 Agustus 2022   10:44 Diperbarui: 10 Agustus 2022   10:54 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, sosial media viral sebuah berita tentang seorang ibu ngomel-ngomel di sosmednya gara-gara di depan rumahnya dipasang tembok yang tingginya mencapai 2 meter. 

Si ibu dan keluarganya merasa terzolimi akibat ulah tetangganya yang tega  mendirikan tembok sehingga akses masuk ke rumahnya sangat terbatas bahkan nyaris menyempit. Si ibu menuding tetangganya sangat arogan dan tidak manusiawi.

Kemudian, seperti biasa nettizen sang maha tahu pun memberi beragam komentar akan berita viral itu. Mulai dari menghujat si tetangga yang tega mendirikan tebok persis di depan rumah tetangganya. 

Ada juga nettizen yang tidak mudah tersulut berita yang informasinya masih satu arah. Nettizen harus memahami apa arti cover both side story. Yang artinya, kita harus mendapat informasi berita yang seimbang sehingga kita bisa memberi tanggapan akan berita yang lagi viral itu secara netral.

Setelah si tetangga yang dituduh menzolimi buka suara, baru lah saya faham kenapa hal tersebut bisa terjadi. Ternyata justruselama ini si tetangga yang selama ini yang suak berkoar koar di sosmed di zolimi justru yang suka menzolimi keluarganya. 

Tidak hanya satu atau dua kali melainkan berkali-kali. Sampai akhirnya, klimax dari buntut permasalahan tetangga vs tetangga yang tidak kunjung usai ini adalah, berdirinya tembok setinggi 2 meter yang dibangun di tanah miliknya pribadinya. So, ada yang salah dengan si tetangga mendirikan tembok di lahan milik pribadi? Tentu tidak bukan!

Semua dilakukan untuk menghindari percekcokan, menghindari intimidasi yang kerap dilakukan tetangganya. Tembok berdiri tujuannya agar tidak saling bertegur sapa dan tidak saling bisa melihat atara satu dan yang lainnya.

Ketika tembok sudah berdiri kokoh, maka, lagi-lagi si tetangga yang merasa terzolimi kembali menggiring opini public seolah-olah keluarganya mendapat zolim yang teramat tega dari tetangganya. 

Namun, setelah si tetangga pemilik tembok buka suara, akhirnya nettizen justru memberi serangan balik ke tetangga yang ternyata memiliki mulut "sampah" yang suka berkata kasar dan mengintimidasi terhadap tetangganya.

foto dokpri
foto dokpri

Meski kasus ini sudah dianggap selesai dengan bantuan pihak RT dan orang-orang yang kompeten mendamaikan antar tetangga ini, namun, saya yakin, hubungan mereka sebagai bertetangga tetap tidak akan harmonis sampai kapan pun jika kedua belah pihak tidak bisa memaknai arti bertetangga yang sesungguhnya.

Ada juga kasus baru perseteruan antar tetangga yang lebih sadis. Terpantau dari cctv seorang tetangga tega menyiramkan bensi di depan rumah tetangganya kemudian membakar rumah tersebut dengan sadis lalu si tetangga terlihat langsung berlari. Untungnya niat busuk si tetangga langsung terendus si pemilik rumah dan buru-buru memadamkan api tersebut.

Akibat ulah kejinya itu, si pria paruh baya yang tega membakar rumah tetangganya itu langsung di tangkap dan dijerat hukuman tahanan minimal 15 tahun.

Dan, masih banyak lagi kasus perseteruan antar tetangga yang selama ini terjadi. Kejadian demi kejadian perseteruan antar tetangga membuat saya geleng-geleng kepala. Kok bisa hidup bertetangga tidak saling akur? 

Saya pribadi, sejak berumah tangga dan hidup bertetangga selalu berusaha menciptakan kerukunan antar tetangga. Karena apa? Ya, karena keluarga terdekat kita sesungguhnya adalah tetangga. 

Jika kita membutuhkan bantuan, orang pertama yang kita minta bantuan adalah tetangga. Misal lagi, ketika kita mengalami kemalangan atau duka, tetanggalah yang gerak cepat memberi bala bantuan. Kleuarga kita yang sesungguhnya hidup berjauhan akan sulit membantu kita karena terkendala waktu dan jarak.

Oleh karena itu, hiduplah berdampingan dengan tetangga. Saling hormat menghormati, saling menghargai juga saling toleransi. Niscaya perseteruan bisa dihindari. 

Karena, hidup bertetangga memang sesungguhnya tidak selamanya berjalan mulus. Pasti ada lika likunya. Namun, jangan sampai menimbulkan perseteruan yang dapat merugikan satu sama yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun