Sejujurnya, fenomena anak-anak Citayem yang suka nongkrong di area taman kota Dukuh Atas kawasan Sudirman, Jakarta, bukan hal baru bagi saya. Jauh sebelum fenomena ini mencuat, di tahun 2021, saya sempat beberapa kali berpapasan dengan anak-anak remaja tanggung yang sering datang bergerombol dan ngumpu-ngumpul di area tersebut. Mereka datang ek kawasan Dukuh Atas dari asal mereka Citayem, Bojong, Depok dan Bogor hanya sekedar ngumpul-ngumpul bareng teman-teman mereka dengan penampilan seadanya. Outfit yang mereka kenakan nyaris tidak mengenal brand. Yang penting menarik dan cocok dipake.
Kala itu, saya dan teman-teman sedang hunting foto dan video untuk stok footages. Tanpa sungkan-sungkan biasanya mereka minta difotoin."Kak, fotoin kak!" dengan sukarela, saya pun memoto mereka dengan kamera mirrorles yang saya pegang. Hasil fotonya saya kirim via WA. Usai tukaran nomer. Mendapat hasil foto-fotonya, mereka sangat senang karena difotoin sama fotografer pake kamera beneran. Bukan kamera hape seadanya. Â
Awal tahun 2022, Saya juga sempat beberapa kali memvideokan kegiatan merekat di Terowongan Dukuh Atas. Ada yang sekedar ber-swafoto rame-rame, ada yang main skateboard, ada juga yang duduk-duduk sambil ngobrol dan menyeruput minuman starling sambil nyemil cemilan sejenis tahu bulet atau gorengan yang terjangkau mereka. "Cemilan murah meriah." Canda mereka.
Bukannya mereka tidak tertarik dengan minuman kekinian yang brandnya sering berwara-wiri di sosmed. Mereka tahu betul nama minuman tersebut tapi mereka tidak tahu rasanya seperti apa. Bukan tidak ingin mencicipi tpi dengan jujur mereka mengatakan," Harganya mahal,kak. Uang kita nggak cukup belinya."
Setelah diselidiki, ternyata untuk berkunjung ke Jakarta, mereka hanya mengantongi uang saku paling banyak Rp.50.000. Bahkan, angka 50 itu sudah cukup tinggi. "Saya Cuma bawa uang Rp.20.000. untuk ongkos kereta PP dan untuk beli minum." ujar seorang remaja Citayem. Â Bahkan mereka sering beli satu minuman diminum rame-rame. Begitu juga cemilannya.
       Sampai akhirnya, fenomena anak-anak Citayem nongkrong di kawasan Dukuh Atas Sudirman viral berkat beberapa konten creator yang suka mewawancarai mereka, menanyakan kegiatan mereka serta outfit yang mereka pakai juga soal pacar mereka. Jawaban-jawaban mereka yang konyol ternyata menarik penikmat sosmed. Penampilan mereka yang awalnya terkesan "norak" berubah menjadi hal yang diikuti banyak orang. Digadang-gadang kawasan Dukuh Atas menjadi Harajuku-nya Jakarta. Hmmm, baiklah...
Fenomena Citayem Fashion Week pun terus bergema. Sudah cukup lama saya tidak kekawasan tersebut. Ditambah lagi Jakarta yang sudah mulai menampakan  taringnya soal kemacetan membuat saya malas berpergian jika tidak perlu-perlu banget. Tapi, saya sering memantau ke viralan CFW hingga kemana-mana. Hampir setiap hari informasi tentang anak-anak Citayem dan sekitarannya berwara-wiri di feed akun sosmed. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan dan guberjur Jabar, Ridwal Kamil pun tidak mau kalah pamor ikut berlenggak lenggok disana. (untuk apa, pak??)
       Terharu juga sih bisa melihat anak-anak pinggiran dengan penampilan seadanya diangkat ke permukaan publik. Beberapa diantara anak remaja tersebut namanya mulai mencuat. Sebut saja Jeje, Roy, Bonge dll. Bahkan, mereka sudah mulai mendapat endorse-an. Menjadi model iklan dan video klip. Luar biasa acara Tuhan memberikan rezeki untuk umatnya. Siapa menyangka kalau mereka yang bukan siapa-siapa bisa menjadi siapa-siapa. Ya, meski hal-hal seperti ini sifatnya musiman atau sementara. Ya, semoga saja mereka bisa mengasah kemampuan emreka agar bisa lebih kreatif lagi. Tidak hanya sebatas nongkrong-nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Sudirman. Agar mereka bisa mengelola rejeni yang datang tiba-tiba itu tidak hanya numpang lewat sesaat saja.