Pernah nggak sih, merasa kalau hidup kita itu terlalu susah? Terlalu banyak persoalan, dan juga merasa hidup kita jauh lebih baik dari kehidupan orang lain? Tentu jawabannya pernah, bukan?
Jujur, saya juga pernah merasakan dan mengalami hal tersebut, bahkan sering. Merasa hidupku itu kok tidak lebih baik dari kehidupan orang lain. Sehingga saya merasa kalau Tuhan tidak berpihak pada kehidupanku yang serba kekurangan. Padahal, untuk hal ini, kita tidak perlu menyalahkan Tuhan.
Sampai akhirnya, mata saya dibukakan dengan melihat orang-orang disekitar saya, ternyata kehidupannya banyak yang jauh lebih "menderita" dari apa yang sara rasakan. Seakan menjadi cambuk untuk diri saya agar tidak usah mengeluh dalam menjalani hidup, Â tetapi harus lebih banyak mensyukuri apa yang telah kita miliki.Â
Dengan bersyukur, kita pasti tidak akan merasakan kekurangan. Dengan bersyukur kita akan selalu iklas. Â Dengan bersyukur kita akan selalu berterimakasih pada Tuhan, karena kita masih diberikan nafas kehidupan, yaitu kesehatan jasmani dan rohani.
Bukan sok religi, tapi ini benar-benar yang saya alami dalam kehidupan saya. Meski sudah memiliki apa yang saya inginkan, tapi rasa kurag dan kurang selalu menghantui hidup saya. Ya, karena saya merasa selalu masih "kurang". Sampai akhirnya batas rasa cukup itu tidak pernah terpenuhi. Sampai kapan hidup begini terus?
Kini, dengan merubah pandangan hidup, pola hidup dan gaya hidup, akhirnya saya merasa lebih lega dalam menjalani hidup. Merasa kalau apa yang saya miliki sekarang ini jauh lebih dari cukup. Meski kalau dilihat dari kacamata orang lain, mungkin saya masih diangga hidup dalam kekurangan.Â
Tapi, saya hidup bukan dari kacamata orang lain melainkan dari kacamata saya sendiri. Saya yang tahu kecukupan saya juga kekurangan saya. Saya tidak pernah peduli apa kata orang dengan kehidupan saya yang "serba cukup" ini. Karena saya tidak mau hidup dalam berkelebihan. Mubazir!
Dengan hidup merasa cukup, justru saya lebih peka terhadap kehidupan orang-orang disekitar saya yang kehidupannya jauh dari rasa cukup yang sesungguhnya. Dengan peka, saya bias lebih berempati terhadap orang sekitar saya. Dengan berempati, saya bisa membatu mereka sebatas kemampuan saya.
Seperti apa transformasi kehidupan saya yang dari tidak pernah merasa cukup dan selalu merasa kekurangan sampai akhirnya saya bisa merasakan hidup yang serba "berkecukupan" sehingga saya tidak perlu rakus untuk memiliki harta lebih yang justru sesungguhnya harta itu bukan yang saya butuhkan melainkan saya inginkan.Â
Butuh dan ingin jelas-jelas berbeda fungsi. Kita mengingkankan sesuatu atas dasar rasa ketidak puasan kita terhadap apa yang sudah kita miliki. Sedangkan Butuh adalah kita membutuhkan sesuatu karena kita memang membutuhkannya untuk dipergunakan. Bukan hanya sebatas ingin.
Kini saya mulai menjalankan hidup yang lebih minimalis. Memilimaliskan keinginan dan meminimaliskan kebutuhan. Dengan demikian saya bisa mengalokasikan pengeluaran saya untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Next story saya akan berkisah tentang pengalaman hidup saya dari orang-orang terdekat saya yang memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi saya juga orang lain. Tunggu kisah selanjutnya ya...
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H