Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Akhirnya Vaksin Juga...

26 Mei 2021   09:57 Diperbarui: 26 Mei 2021   10:16 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu, tepatnya Kamis (20), Mei lalu, saya mendapat kesempatan untuk ikut Vaksin yang pertama. Rasanya senang aja bisa mendapat jatah vaksin. Karena masih banyak teman-teman atau kerabat yang pengen vaksin tapi masih harus menunggu. 

Kesempatan ini saya manfaatkan sebaik mungkin di era pandemi yang tidak pasti sekarang ini. Meski, setelah vaksin tidak menjamin kita bisa terbebas 100 persen dari serangan virus Covid. Minimal tubuh saya memiliki kekebalan yang lebih baik dibandingkan yang belum di vaksin.

PROSEDUR VAKSIN

Sebelum vaksin, saya harus melapor ke RT setempat kalau saya bukan warga disitu melainkan  izin domisili atas rekomendasi orang yang tinggal diwilayah tersebut. Setelah mendapat surat rekomendasi itu, saya dan rekan-rekan mendatangi tempat vaksin berlangsung. Mengambil nomer antrian. Kemudian mengisi formulir yang dibagikan (mungkin yang sudah vaksin pasti tau apa saja yang akan diisi).

Setelah itu, suhu tubuh diukur sebelum masuk ke ruangan antrian untuk mengukur tensi. Disini sempat terjadi permasalahan pada tim medis. Saat mau diukur tensi, saya minta alat ukur tensimeternya pakai yang manual. Karena kalau tensimeter yang digital itu sangat tidak akurat. 

Beberapa kali diukur pakai alat ukur tensimeter yang digital selalu angka tensi yang tertera sangat tinggi. Bayangkan tensi saya bisa mencapai 180/100 hingga 190/100. Dengan angka segitu saya mungkin sudah stroke dan mati.

"Mbak, boleh nggak alat tensimeternya yang manual. Karena saya sudah beberapa kali diukur pakai yang digital sellau gagal.tidak akurat."

"Sama aja kok. Semua alat ukur sama." Kata si tim medis.

"Tapi saya yakin pasti hasilnya tidak sama, mbak."

"Kita ukur ya..." kekeh si mbak sok tau ini.

"Saya yang tau riwayat tubuh saya mbak. Kita baru ketemu sekali tapi saya yang tau setiap ukur pakai digital pasti gagal." Masih juga tidak didengarkan. Meski saya yakin 1000 kali yakin kalau alat ukur tensimeter digital tidak pernah akurat.

Karena tidak mendengar apa keluhan saya, dia main ukur saja dengan rasa pedenya. Dan terbukti tensi saya 180/110. "Wah ini tinggi pak. Kita coba lagi ya.." dia coba lagi dan angkanya semakin tinggi 190/100.  Dia masih kekeh jumekeh dnegan prinsipnya yang menurut saya SALAH. 

Apa salahnya sih mendengar apa kata pasien karena si pasien yang tau riwayat tubuhnya bukan dia. Tidak semua apa yang  dikatakan kata dokter atau tim medis itu bener dna kita telan bulat-bulat, lho. Harap dicatat. Kita berhak komplen jika kita yakin mereka bener.

Akhirnya, dia nyuruh saya menunggu 10-15 menit. Tapi saya bilang," Pokoknya kalau tidak diukur pakai yang manual saya tidak mau."  Saya punya hak untuk bertahan dengan prinsip saya karena saya yakin tensimeter digital tidak akurat.

Kemudian, beberapa menit kemudian dia kembali mengukur tensi saya dnegan wajah yang sangat tidak ramah. Dia menganggap saya keras padahal saya bertahan demi menyakin kan dia.

Lalu, dia mengukur dan ternyata benar kan? Tensi saya 160/100. Dia tidka berkata apa-apa. Merasa bersalah pun tidak. Heran! Dia Cuma menulis angka yang tertera lebih rendah dari sebelumnya Meski angka tersebut menurut saya masih tinggi, karena biasanya 120/90 -140/90,  mungkin karena sudah adu pendapat dengan si tim medis. Tapi saya masih bisa ikut vaksin. Karena vaksin di batalkan jika tensi kita diatas 170-an.

Meski saya punya riwayat hipertensi namun angka tertinggi tensi saya adalah 160/110. Dan itu sudah sangat tinggi dan saya sudah puyeng setengah mampus. Apalagi kalo 180 hingga 190. Itu sudah mengantarkan saya ke kuris roda atau ke liang kubur.

Selesai ukur tensi, saya ke meja berikutnya untuk vaksin. Sebelum vaksin di suntikkan tim medis  menjelaskan kalau ada mengalami gejala demam atau meriang atau sakit apa pun harap minum obat panadol atau obat demma lainnya. Jika sakit masih berlanjut hingga 3 hari seterusnya, segera mendatangi puskesmas atau RS rujukan.

Vaksin selesai, nama saya sudah masuk dalam daftar vaksin juga sudah mendapat sertivikat, maka saya sudah berhasil melakukan vaksin 1. Oiya, vaksin yang disuntikan pakai AstraZeneca dan vaksin berikutnya menunggu 3 bulan kedepan tepatnya 12 Agustus mendatang.

So, buat anda yang belum vaksin dan akan menjalankan vaksin, saat hendak diukur tensi anda, sebaiknya anda bisa mengoreksi tim medis agar memakai alat ukur tensimeter yang manual. Karena banyak banget yang mengeluh tensi tinggi karena mereka memakai alat ukur tensimeter yang digital. Karena jika salah diagnosa juga resikonya untuk kesehatan tubuh kita juga.  Dan bagi saya, ada baiknya alat tensimeter yang digital lebih diperhatikan lagi akurasinya. Karena angka yang tertera sering melonjak.    

Di bawah ini video dimana saya mengikuti vaksin dan prosedurnya. tonton ya... jangan lupa di subscribe..


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun