Pandemi Covid 19 ini bener-bener merusak segalanya. Terutama merusak mata pencaharian khususnya dibidang pariwisata. Yang paling merasakan sekali dampak wabah Covid 19 ini adalah Pulau Bali. Pulau yang dulu dijuluki sebagai island never sleep, karena hampir setiap pagi hingga ketemu pagi lagi, setiap pelosok pulau Bali selalu ramai. Khususnya turis-turis asing dari seluruh pelusuk dunia. Pulau Bali menjadi surga bagi mereka karena apa yang mereka inginkan ada di bali. Mulai dari pantainya, dunia malamnya, kulinernya, tradisinya, budayanya, mataharinya dan semuanya dah. Tidak heran kalau Bali menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di dunia. Tapi, kini? Pulau Bali seakan disulap menjadi pulau yang sepi seakan tak berpenghuni. Kalau pun ada turis disana, itu pun mereka yang tidak bisa kembali ke negaranya karena lockdown. Hanya turis lokal lah yang menggambarkan agar pulaunya para Dewata ini tidak terasa benar-benar mati.
         Tahun 2020 lalu, saya dan teman-teman pecinta traveling sengaja berwisata ke Bali. Selain Bali menjadi destinasi wisata favorit saya, juga kami ingin explore Bali di wilayah yang tidak hanya Kuta, Legian, Seminyak, Krobokan dan sebagainya. Kami ingin menyeberang ke Pulau Nusa Penida. Meski sudah cukup sering pergi ke Bali, namun Nusa Penida belum juga sempat terjamah oleh kaki saya. Saya terlalu terlena dengan keindahan destinasi kawasan Seminyak dan sekitarnya, sehingga ajakan ke Pulau Nusa Penida selalu saya abaikan.
Kepergian kami Ke Bali memang di khususnya hendak mengexplore Pulau Nusa Penida, oleh karena itu, setibanya di Bali, kami langsung ke Sanur untuk menyeberang ke Nusa Penida. Â Sudah cukup lama saya tergodoa dengan pemandangan Kelingking Beach, Diamond Beach, Atuh Beach, Broken Beach, Angel Bilabong dan banyak lagi pantai-pantai indah yang ada di Nusa Penida. Tidak sampai 1 jam menyeberang dari Sanur kami sudah tiba di Nusa Penida.
Hmmm, panas terik matahari menyambut kedatangan kami. Warna laut yang bening tampak begitu indah. Perpaduan antara warna biru dan hijau tosca sudah menggoda iman saya untuk menyeburkan diri. Tapi, sayang, kami baru tiba di dermaga,bro! Â
Oiya, saat menyeberang, penumpang yang hendak menyeberang sangat sedikit. Bangku yang ada di dalam kapal penyeberangan tidak terisi semua. "Tidak seperti biasanya, kapan ini tampak sepi sejak Covid. Biasanya penumpang penuh. Sekarang semua serba sepi." kata salah seorang penyedia alat transportasi di Nusa Penida yang menawarkan transportasinya untuk di sewa selama di Nusa Penida. Omongannya semakin terbukti ketika tiba di Dermaga di Nusa Penida. Penumpang kalah banyak dibandingkan calo penyewa jasa transportasi dan penginapan yang berlomba-lomba menawarkan "dagangannya".
Setiba di Dermaga, kami langsung menyewa motor matic seharga Rp.50.000/hari. Katanya sih, kalau bukan gara-gara pandemi, sewa motor biasanya dibandrol dengan harga Rp.75.000/hari. Tapi, karena sepi, mereka terpaksa banting harga supaya motor mereka tidak nganggur.
        Selesai transaksi, motor langsung kami bawa menuju penginapan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari dermaga. Sepanjang perjalanan menuju penginapan, mata kami dimanjakan dengan indahnya pemandangan Nusa Penida. Hmm, kenapa baru sekarang saya kesini kalau ternyata pemandangannya seindah ini? Tapi, lagi-lagi sepanjang perjalanan kami tidak pernah melihat turis asing berlalu lalang. Jalanan tampak sepi. Hmmm, sangat miris.
Sepuluh menit perjalanan dari dermaga, kami tiba di Bungalow. Â Kami menyewa Bungalow yang cukup cozy dan asri dengan harga Rp.250.000/malam. Kamarnya luas, AC-nya nampol dan fasilitasnya juga cukup menarik dengan kolam renang di tengah area penginapan. Bungalow yang biasanya di bandrol dengan harga Rp.500 ribu/malam, gara-gara Corona akhirnya menurunkan harga sewanya.