Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerita di Balik Ruang Isolasi Pasien Covid (Part 2)

1 Februari 2021   08:23 Diperbarui: 1 Februari 2021   08:29 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dokpri Very Barus

Setelah masuk ruang ICU untuk dilakukan pemeriksaan jantung, darah dan juga paru (rongen), lalu, saya dibawa tim medis ke ruang isolasi dan saya akan tinggal disana untuk beberapa hari ke depan. Saya juga tidak tahu berapa lama saya akan berada di ruang tersebut. Ruang isolasi saya berada di  lantai dua, di lantai dua saya melihat suasana yang benar-benar berbeda dan sangat diluar dugaan saya. 

Di lantai dua ada ruang ICU pasien Covid 19. diruangan ICU tersebut rata-rata mereka  dipakaikan alat bantu pernafasan (ventilator). Suara mesin detak jantung dan suara beb..beb..beb..khas ruang IGD membuat nyali saya hampir ciut. Gila, kalau di depan mata saya setiap saat melihat keadaan seperti itu yang ada imun tubuh saya semakin nge-drop.  

Karena  kondisi pasien Covid yang cukup memprihatikan. Beberapa diantara mereka sudah tidak bisa berinterasi dengan pasien lainnya yang ada disebelah mereka. Mereka hanya bisa pasrah dengan alat bantu pernafasan. Beberapa tim medis silih berganti selalu memantau kondisi mereka.   Ada belasan pasien Covid dengan status pasien berat (kritis) yang sangat membutuhkan pertolongan dan berharap bisa melawan Covid 19. 

Oiya, sebelum masuk ke ruang isolasi, saya harus menunggu 4 jam lamanya untuk mendapat kamar isolasi. bahkan, beberapa dari pasien covid ada yang sampai 4 hari menunggu agar bisa dibawa ke ruang isolasi. "Remua ruangan full. jadi harus ngantri, Pak. Karena pasien Covid semakin hari semakin bertambah." ujar petugas medis. Saya bersyukur tidak menunggu berhari-hari untuk mendapatkan ruang isolasi. konon katanya 4 jam itu sudah termasuk yang paling cepat. waduh, berarti apa yang saya lihat di sosmed tentang keadaan rumah sakit yang dipenuhi pasien Covid benar adanya.  

Di ruang isolasi, saya ditempatkan dengan 3 pasien Covid lainnya. Di ruangan tersebut ada 4 tempat tidur. 3 pasien dengan komorbid yang sama yaotu paru-paru atau Pneumonia. Paru-paru mereka diserang si Covid 19 sehingga mereka sulit bernafas. Sementara saya memiliki Komorbid  Hipertensi. pantes saja kepala saya sering terasa sakit kayak di tonjok pakai martil setelah diserang Covid. sakit banget. 

Test detak jantung (foto: dokpri)
Test detak jantung (foto: dokpri)

 Oiya, sebelum masuk ruag Isolasi, saya sempat menginformasikan kesanak saudara juga teman-teman kalau saya terpapar Virus Corona. mereka sempat kaget dan tidak percaya. Karena mereka sangat faham betul kalau saya termasuk orang yang sangat peduli prokes dan sangat rajin olahraga. selama Corona hadir, rumah saya pun tidak bisa sembarangan orang yang bisa datang. kalau pun datang harus wajib mengikuti prokes. di depan rumah sudah saya sediakan wadah air plus sabun cair untuk mencuci tangan. 

Juga masker selalu saya sediakan yang baru bagi yang bertamu ke rumah (keluarga). Tapi, itulah Corona, wujudnya sulit kita deteksi sehingga siapa pun bisa terpapar meski dia sudah mematuhi prokes. Apalagi bagia anda yang menyepelekan keberadaan Covid, sangat rentan untuk terpapar. saya yang selalu menerapkan hidup sehat dan patuh prokes saja bisa kena.  

Kembali ke ruang isolasi,

Setelah berada di ruang isolasi, saya yang tidak membawa pakaian untuk dipakai selama di isolasi, maka saya menyuruh istri untuk membawa pakaian serta keperluan lainnya. mulai dari perlengkapan mandi, multivitamin, madu, buku bacaan serta cemilan. Karena meski selama diruang isolasi kita diberi makan sehari 3 kali. namun untuk mengemil, kita harus bawa atau beli sendiri.  

oleh karena itu, ketika menitip pesanan makanan ke sanak saudara wajib kita mencantumkan nama dan ruangan isolasi kita. Karena, semua pesanan kita tidak boleh diantar langsung oleh keluarga melainkan dititip ke security lalu, bungkus pakaian dan makanan  kita disemprot disinfektan terlebih dahulu kemudian di letakkan disebuah wadah yang telah disediakan. lalu kita mengambil pesanan barang-barang atau makanan kita. 

passien diruang ICU (foto:dokpri)
passien diruang ICU (foto:dokpri)

Jadi, selama masuk ruang isolasi, kita sudah tidak boleh dibesuk sanak saudara lagi. Itu sebabnya saya mengatakan saat  kita masuk ke ruang isolasi, berarti kita harus siap bertarung melawan Covid. Kalau kita menang berarti kita bisa keluar dari ruang isolasi dalam keadaan sehat wal afiat. Tapi, kalau kita kalah, maka kita akan keluar dari ruang isolasi dalam wujud jasad yang sudah dibungkus rapi layaknya jenasah pasien Covid. Dibungkus pakai plastik, lalu dilapisi dengan kain kafan lalu dimasukkan ke dalam peti.  Sanak saudara sudah tidak bisa lagi melihat kita untuk terakhir kalinya. 

Momen tersebut sangat menyedihkan bagi saya. Karena, di ruang isolasi saya melihat langsung seperti apa pasien-pasien di ruang ICU bertarung antara hidup dan mati melawan Covid. Tapi, diluar sana, masiah banyak orang yang tidak peduli keberadaan Covid. bahkan banyak yang menyepelekannya. 

Banyak yang mengolok-polok kalau Covid itu hanya trik belaka. Hanya permainan pemerintah dan banyak yang menganggap Covid itu hanya konsiprasi. Membaca komen-komen orang yang berkata demikian, sebenarnya hati ini miris. mereka tidak melihat seperti apa Pasien Covid bertarung dan mereka tidak melihat betapa letihnya Tim medis melayani pasien Covid tanpa henti, namun mereka melakukan tugasnya dengan tulus. Tidak pernah marah-marah atau mengabaikan pasiennya. 


Hari pertama  kedua dan ketiga di ruang isolasi, saya semakin memahami betapa bahayanya Corona Virus ini. dalam tiga hari saja, saya melihat bagaimana nyawa kita sangat berharga. jangan sampai nyawa kita direnggut oleh Covid. Selama diruang isolasi, saya pun berkenalan bersama pasien-psien covid lainnya. berbagai kisah yang mereka alami kenapa terpapar Covid. ada yang habis ngumpul-ngumpul keluarga saat pergantian tahun, beberapa hari kemudian seluruh keluarga terpapar Covid. 

bayangin 12 orang terpapar Covid sekaligus. ada yang dilarikan ke ruang ICU, ada isolasi mandiri di rumah, ada yang di hotel dan ada juga di RS yang berbeda. namun sedihnya dua dari keluarga mereka tidak tertolong karena Covid. ada juga pasien perempuan yang tengah hamil tua. 

dia terpapar Covid karena habis berkunjung ke sanak keluarga di Garust. Pulang dari Garut badan meriang dan hilang penciuman. perempuan tersebut berharap semoga bayi dalam kandungannya tidak terpapar juga. ADa yang habis berolahraga sepeda, beberapa hari kemudian dia terpapar. Ada yang terpapar di pabrik tempat dia bekerja. 

Semua punya kisah yang berbeda kenapa bisa terpapar Covid. yang jelas, mereka terpapar rata-rata karena habis ngumpul-ngumpul. Itulah yang disebut Cluster keluarga. 

Nantikan kisah dibalik ruang isolasi berikutnya ya......

Tonton video di channel Youtube saya secara visual anda bisa menyaksikan seperti apa suasana dir uang isolasi. JAngan lupa di subscribe ya... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun