Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Runner, Photo/Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. sejak 2021 menyukai dunia lari di usia setengah abad. target bisa Full Marathon. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Sunrise di Puncak Sikunir Dieng

1 April 2020   10:24 Diperbarui: 1 April 2020   12:54 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih jelas dalam benakku, gimana antusiasnya aku dan keenam teman berangkat ke Dieng, semata-mata karena ingin melihat embun Es yang menyerupai salju alias upas. Berangkat dari Jakarta menggunakan dua mobil. 

Jarak tempuh yang mencapai 8 jam itu seakan tidak menjadi masalah yang penting bisa melihat "salju" di Dieng. Ditambah lagi ramainya orang memajang foto-foto mereka saat berada di Dieng dengan latar belakang hamparan es membeku yang menyerupai salju.

Tiba di Dieng, kami menginap di sebuah rumah berlabel "villa", meski sebenarnya wujudnya tetap saja rumah yang padat penduduk. Tapi, nggak apa lah sejauh rumah tersebut nyaman untuk ditempati selama dua malam  tiga hari di Dieng.

Sangkin penasaran akan keberadaan Salju musiman itu, keesokan harinya kami sengaja bangun lebih subuh supaya bisa melihat salju ala Dieng. Tapi, kami belum beruntung.

Si salju tidak juga menampakkan batang hidungnya. Kecewa! Jelas kami kecewa. Tapi, kami mencoba keberuntungan di subuh ke dua. Tapi, lagi-lagi si Salju tidak juga muncul.

"Mungkin suhu-nya sudah tidak minus lagi, sehingga gumpalan es tidak muncul lagi." Kata pemilik warung tempat kami menikmati sarapan pagi.

Untuk mengobati rasa kecewa karena tidak berhasil melihat upas di Dieng. Kami pun memutuskan melihat sunrise di puncak Sikunir. Meski beberapa teman memilih ogah bercapek-capek muncak hanya pengen melihat matahari terib, mereka memili tidur nyenyak di Villa. Tapi, akhirnya aku dan dua teman bertekad muncak ke Sikunir.

foto:dokpri
foto:dokpri

Jam 2 dini hari, aku dan kedua teman sudah melaju dnegan mobil menembus kegelapan subuh menuju lokasi Sikunir. Sama-sama buta akan wilayah Sikunir, namun berkat Google map di hape kami berhasil sampai di tujuan tanpa pakai nyasar. Meski sempat was-was juga sih.

Maklum jalanan gelapppp banget. Hanya ada cahaya lampu mobil yang kami kemudi.  Subuh itu udara sangat dingin. Kalang tidak dilapisi sarung tangan mungkin jari-jari tangan kami sudah membeku karena tak kuasa menahan dingin. Jaket dua lapis plus baju berlapis-lapis.Yang jelas, senjata penangkal dingin semua sudah dipakai. Kupluk, kaos kaki dua lapis, syall dan sebagainya.  

30 menit perjalanan dari Villa, kami tiba di pelataran parker kawasan Sikunir, ternyata sudah banyak orang yang ingin melihat sunrise. Padahal kami sempat khawatir kalau disana akan sepi. Kami keliru, justru peminat sunrise tumpah ruah ramaianya.

Puncak Sikunir memiliki ketinggian 2263 mdpl, jika dibandingkan beberapa gunung yang pernah aku daki, Sikunir tergolong rendah. Tapi, yang namanya nanjak tetap saja ngos-ngosan. Apalagid ua teman yang ikut nanjak sama sekali belum pernah naik gunung.

Ya, aku harus bersabar menunggu mereka yang terlalu lelah setiap kali mendaki. Nafas boros dan kebanyakan berhenti karena gak kuasa menahan capek katanya.

Sebenarnya kunci muncak itu Cuma satu, jangan terburu-buru. Slowly but sure. Karena tujuan muncak itu bukan untuk berlomba siapa dualuan nyampe ke puncak. Melainkan bagaimana kita menahan ego untuk bisa tetap solidaritas terhadap teman yang lemah.

Dan, sebelum matahari muncul ke permukaan bumi, Kami sudah berada di Puncak Sikunir bersama ratusan bahkan ribuan penikmat Sunrise dari berbagai kota. Memang sangat indah karena pagi itu matahari sangat cerah. Meski udara terasa sangat dingin, namun rasa dingin dan lelah terbayarkan oleh keindahan "golden Moment" pagi itu.

Akhirnya, keindahan Sunrise di Sikunir menembus kekecewaan kami akan Upas yang tak kunjung tiba. Dan, siang harinya, kami pun meninggalkan Dieng setelah berlama dua hari dengan kedinginan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun