Mohon tunggu...
Budi Ariyanto
Budi Ariyanto Mohon Tunggu... -

Belajar Nulis tetang kehidupan! - Pengamat tentang "Improvement" Negara Indonesia dan juga khususnya juga Kalimantan Timur, Kota Balikpapan dan sekitarnya). - Professional Safety Engineer. - Professional Marketing and HR Management. - Praktisi Social Media and Internet Media. The real winner never stop to trying!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hilangnya Budaya Melayani di Negeri Ini

26 April 2011   07:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:23 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13040358541310519497

[caption id="attachment_103961" align="alignleft" width="300" caption="Pelayanan yang baik adalah kunci sukses suatu bisnis atau pekerjaan"][/caption] Suatu ketika di kantor pelayanan terjadi percakapan, seorang meminta informasi layanan "Mas bisa saya minta form ini, untuk mengurus itu", si mas petugas melirik "Tunggu saja mas, yang tugas dari tadi belum datang, kalau saya lain bagiannya, ngak tahu menahu walaupun satu counter" titik tanpa ada penjelasan yang masuk akal, dan penantian ini bisa saja berjam-jam lamanya. Lain lagi di suatu toko, pembeli bertanya, "Mba, bisa saya minta jelaskan keungulan produk ini?", si mba penjual menatap sinis pakaian seadanya si bapak, "kan bapak bisa baca sendiri di brosurnya, dari tadi kan sudah banyak lihat-lihat" si mba kesal karena setelah bertanya dan melihat-lihat cukup lama si bapak tak kunjung membeli. Nah itulah contoh kecil potret pelayanan di negeri ini, mungkin agak sedikit subyektif, tapi cukup menarik untuk di bahas. Pernahkah anda mengurus sendiri KTP, SIM atau surat-surat di Kantor Pelayanan tertentu, atau menyampaikan aspirasi ke gedung Dewan yang terhormat. Hampir dipastikan semua orang bilang susah atau berbelit-belit. Masalah urusan birokrasi ini sudah menjadi "Rahasia Umum" dan menjadi attitude bangsa ini yang "dimaklumi" masyarakat. Ditambah lagi pelayanan di sektor jasa lainnya baik Pemerintah, BUMN maupun swasta yang juga setali tiga uang, sama saja. Pelayanan Listrik, Telekomunikasi, Air, Bank dan lainnya juga dirasa masih sangat minus dari sisi kualitas pelayanan terhadap pelanggan. Menggunakan analisa orang awam, sepertinya para penguasa kalangan birokrat maupun penguasa kalangan bisnis, seakan juga lebih merasa diperlukan dibandingkan adanya rasa memerlukan adanya kepuasan customers atau client, yang dalam konteks ini masyarakat luas. Lihat saja bagaimana Dewan secara arogan menyebut bahwa masukkan dan saran dari rakyat umum mengenai hal ini atau hal itu (baca misalnya: Pembangunan Gedung DPR) tidak bisa dipenuhi karena telah diputuskan jauh-jauh hari oleh komisi  A sd Z yang notabene wakil rakyat katanya. Lebih parahnya saat harusnya reses untuk mendapatkkan masukan dari rakyat malah di pakai untuk Studi Banding yang tidak relevan dan tidak efisien itu. Belum lagi pelayanan sektor publik seperti layanan Listrik, Air, dan Telekomunikasi ataupun perbankkan yang juga membuang jauh-jauh azas "melayani demi kepuasan masyarakat".  Kenaikan harga tidak di imbangi dengan peningkatan layanan, alih-alih melayani malah membuat pembenaran atas kebijakan-kebijakan sepihak mereka. Tak ketinggalan buruknya pelayanan juga sektor non formal dan retail seperti pelayanan di mal-mal, pertokoan, tempat hiburan, wisata atau toko-toko kecil yang sama sekali tidak mengenai istilah "Pelanggan/pembeli adalah raja". Fokus untuk mencari profil sebanyak-banyaknya di tambah euforia budaya konsumtif dan hedonisme yang semakin mendarah daging di masyarakat Indonesia, membuat penjual barang/jasa semakin di atas angin dan merasa di butuhkan, ketimbang membutuhkan pelanggan. Jangankan pelayanan yang prima, kadang frontliner suatu pelayanan jauh dari sifat melayani dan ramah, mungkin ini juga efek dari management perusahaan yang bersangkutan yang visi dan misinya tentang pelayanan juga tidak jelas. Jadi jangan kaget kalau suatu ketika anda melihat pelanggan dengan penampilan seadanya tidak dilayani serius oleh penjual atau pelayan mal atau toko, atau saat melihat pelanggan komplain di Bank tertentu, malah di tanggapi sinis dan di intimidasi. Suatu ketika Yah, jelas sekali di setiap sisi kehidupan saat ini, budaya melayani yang tulus sudah jarang kita dapati, walaupun ada mungkin hanya segelintir saja yang menerapkan. Pola pikir serta budaya individualisme sangat mempengaruhi minimnya rasa empati dan tolerasi di masyarakat, yang akhirnya turut mempengaruhi budaya melayani ini. Selain itu masih tidak paham mengenai pentingnya "services" atau pelayanan kepada pelanggan atau customer bagi sebagian besar masyarakat kita. Bagaimana dengan anda, anda mau share mengenai pengalaman buruknya pelayanan publik maupun pelayanan umum lainnya. Di tunggu komentarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun