Mohon tunggu...
Bariklia Hayyaly
Bariklia Hayyaly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada

Saya tertarik pada peran pendidikan dan ekonomi dalam mendorong pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam mengatasi ketimpangan akses pendidikan. Dengan fokus pada kebijakan dan inovasi, saya bertekad mencari solusi yang dapat membuka peluang pendidikan yang merata bagi semua lapisan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PISA Bukan Sekadar Angka: Membongkar Ketimpangan Pendidikan di Indonesia

16 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 16 Desember 2024   10:27 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Programme for International Student Assessment (PISA) yang digagas oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merupakan sebuah studi internasional yang dirancang untuk mengevaluasi sistem pendidikan di lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Program ini dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam tiga bidang atau mata pelajaran utama, yaitu membaca, matematika, dan sains. Peserta yang menjadi target program ini merupakan ssiswa-siswa berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang dipilih secara acak di setiap negara.

Sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2000, Indonesia termasuk salah satu negara yang secara konsisten ikut berpartisipasi sejak program ini pertama kali dilaksanakan. Data yang dihasilkan dari studi ini menjadi rujukan dalam mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan sistem pendidikan nasional, serta sebagai dasar untuk merancang perbaikan.  Berdasarkan hasil PISA 2022, Indonesia berada di peringkat ke-69 dari total 80 negara yang berpartisipasi. Dengan total skor 1.108, dapat dikatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-12 terbawah dalam daftar. Hasil ini menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar jika dibandingkan dengan negara-negara yang berada di peringkat teratas. Skor ini juga mencerminkan bahwa sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk mencapai standar internasional. Perbedaan (gap) skor yang cukup besar dan signifikan dengan negara-negara dengan posisi teratas menunjukkan bahwa upaya perbaikan diperlukan dalam berbagai aspek, baik dalam kualitas pengajaran, penyediaan fasilitas pendidikan, maupun pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Salah satu isu utama terkait pendidikan di Indonesia adalah isu mengenai ketimpangan pendidikan. Ketimpangan pendidikan sendiri merupakan sebuah kondisi di mana terdapat kesenjangan atau perbedaan dalam hal akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh suatu individu atau kelompok terhadap akses dan kualitas pendidikan yang diterima oleh individu atau kelompok lain. UNESCO menyatakan bahwa ketimpangan pendidikan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk akses terhadap pendidikan, kualitas pendidikan, dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan. Ketimpangan ini dapat disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, geografis, dan budaya. Ketimpangan pendidikan ini dapat berdampak negatif pada pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Hal ini terjadi karena ketimpangan pendidikan dapat mengurangi kualitas tenaga kerja dan mengurangi peluang untuk inovasi dan kreativitas.

Salah satu faktor utama penyebab ketimpangan ini adalah faktor sosial. Di mana sekolah yang berada di daerah perkotaan biasanya memiliki fasilitas yang lebih baik, seperti laboratorium yang lengkap, jaringan internet yang stabil, dan perpustakaan yang memadai. Sebaliknya, sekolah yang berada di daerah pedesaan atau terpencil seringkali kekurangan fasilitas dasar, seperti ruang kelas yang layak, buku pelajaran, atau bahkan akses air bersih. Contoh nyata yang dapat dilihat adalah sekolah di daerah terpencil, seperti Papua atau Nusa Tenggara, yang sering kali hanya memiliki satu guru untuk beberapa tingkat kelas sekaligus. Sementara di kota besar seperti Jakarta, siswa memiliki akses ke les privat dan pelatihan tambahan. Hal ini menunjukkan ketimpangan sosial yang cukup besar dalam hal pendidikan.

Ketimpangan Pendidikan (Sumber: https://geotimes.id/opini/teknologi-dan-janji-pemerataan-pendidikan/))
Ketimpangan Pendidikan (Sumber: https://geotimes.id/opini/teknologi-dan-janji-pemerataan-pendidikan/))
Ketimpangan Akses Teknologi antara Perkotaan dan Pedesaan

Di sisi lain, Indonesia sudah menunjukkan perkembangan kemajuan teknologi yang cukup pesat, terutama di daerah perkotaan. Namun, kemajuan teknologi ini belum merata di seluruh Indonesia. Banyak siswa di daerah pedesaan atau wilayah terpencil yang tidak memiliki akses ke perangkat elektronik seperti komputer dan internet, yang menghalangi mereka untuk terhubung ke dunia digital. Kesenjangan ini terlihat semakin nyata selama pandemi COVID-19, ketika pembelajaran secara daring menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia. Di wilayah perkotaan, banyak siswa yang mampu mengikuti pembelajaran online dengan bantuan perangkat seperti komputer atau gawai yang terhubung ke internet. Mereka juga memiliki akses yang lebih luas terhadap berbagai sumber belajar online, seperti video pembelajaran, buku elektronik, hingga aplikasi interaktif sebagai media pembelajaran. Sebaliknya, siswa di daerah pedesaan seringkali hanya bergantung pada modul cetak sebagai sumber belajar utama. Bahkan banyak dari mereka yang kehilangan kesempatan untuk belajar karena kurangnya alternatif yang memadai. Ketimpangan ini semakin memperlebar jurang antara siswa yang memiliki akses teknologi dan mereka yang tidak, yang pada akhirnya memperburuk kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Latar Belakang Pendidikan Orang Tua: Faktor Penentu Pendidikan Anak

Prestasi akademik siswa juga sering kali dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua. Orang tua dengan pendidikan yang cenderung lebih tinggi umumnya dapat lebih memahami pentingnya pendidikan dan mampu memberikan dukungan finansial dan emosional yang lebih baik. Mereka dapat lebih mendorong anak untuk mencapai prestasi akademik yang lebih optimal dan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan yang lebih baik, seperti buku, komputer, dan bimbingan tambahan. Sebaliknya, orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah sering mengalami kesulitan dalam memberikan dukungan pendidikan karena pemahaman yang terbatas mengenai pentingnya pendidikan dan juga karena kendala ekonomi. Anak-anak dari keluarga seperti ini mungkin juga harus membantu pekerjaan rumah tangga atau bekerja sambilan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga mengurangi waktu belajar mereka. Kondisi ini menyebabkan kesenjangan dalam peluang pendidikan antara siswa dengan latar belakang keluarga yang berbeda menjadi semakin besar.

Ketersediaan Guru Berkualitas yang Tidak Merata

Ketersediaan guru yang berkualitas juga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan ketimpangan pendidikan di Indonesia. Di wilayah perkotaan, guru cenderung memiliki pelatihan yang lebih memadai serta akses yang lebih baik terhadap berbagai sumber daya pendidikan modern. Mereka lebih mudah mengikuti pelatihan lanjutan, seminar, atau lokakarya (workshop) yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi guru. Sebaliknya, guru-guru yang berada di daerah terpencil menghadapi berbagai keterbatasan yang cukup menyulitkan. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan lanjutan sering kali sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia. Banyak dari mereka tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengajar mata pelajaran tertentu. Banyak guru tidak memiliki latar belakang akademik yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, sehingga kualitas pengajaran menjadi kurang optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun