Sebagaian warga masyarakat pada umumnya memahami istilah bukti sama pengertianya dengan barang bukti. Karena sebagian besar para pejabat penegak hukum dalam memberikan keterangan kepada para wartawan pada umumnya hanya menggunakan istilah bukti dan barang bukti, misalnya si A setelah diperiksa oleh penyidik secara langsung di tetetapkan sebagai tersangka dan ditahan berdasarkan bukti yang cukup. Sedangkan terhadap si B meskipun sudah tiga kali diperiksa belum di tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup bukti. Dalam praktik penegakan hukum jarang sekali penegak hukum dalam memberikan keterangan menyebutkan istilah terdapat cukup alat bukti yang sah.
Menyimak hal diatas dalam kasus pra peradilan tentang penetapan Komjen Budi Gunawan yang dijadikan tersangka oleh KPK didasarkan  dua alar bukti yaitu Laporan hasil Analisa PPATK terkait rekening Budi Gunawan dan Laporan masyarakat .Hal ini terkuak dalam keterangan saksi fakta Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iguh Sipurba mengungkapkan kronologi penanganan perkara Budi Gunawan. Iguh yang merupakan salah satu penyelidik dalam kasus Budi Gunawan mengatakan KPK mulai melakukan tindakan pengumpulan data saat ada laporan masyarakat ke Direktorat Pengaduan Masyarakat mengenai aliran dana mencurigakan di rekening BG pada 2008.
Dalam penetapan BG sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti oleh KPK jelas sekali kalau penetapan status tersangka BG menyalahi Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian . Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka .
Sedangkan LHA PPATK terkait dana yang dimiliki dalam rekening BG yang dijadikan alat bukti menurutPeraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-08/1.02/PPATK/05/2013 tentang Permintaan Informasi ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan diundangkan pada tanggal 10 Juni 2013.
Sangat jelas dalam pasal 14 angka 5 bahwa informasi yang disampaikan oleh PPATK tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.
Artinya untuk dijadikan alat bukti dipersidangan saja tidak bisa digunakan dalam kasus BG jika nanti kasus BG berlanjut ke penuntutan apalagi dijadikan menjadi salah satu dari dua alat bukti yang digunakan untuk  menetapkan BG sebagai tersangka .
Belum lagi alat bukti laporan dari  masyarakat  yang juga belum tentu absah dijadikan alat bukti sebab bisa saja laporan masyarakat itu subjektif dan hanya digunakan untuk kepentingan tertentu.
Sangat jelas KPK telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap BG dengan menetapkan BG sebagai tersangka dengan dua alat bukti yang tidak sah .dan penetapan BG jelas didasari ketidak sukaan terhadap BG dan menghambat karir BG .
Patut diduga ini adalah pesanan dari pihak tertentu untuk menghambat karir BG dan mengadu domba antara Jokowi dan rakyat serta PDIP .
Dengan kasus BG ini maka bisa dijadikan sebagai pintu masuk untuk mengaudit KPK sebab sudah bukan rahasia umum KPK sering dijadikan alat kepentingan politik seseorang dan partai tertentu untuk menghajar lawan politiknya serta dijadikan objek bisnis oleh oknum oknum komisioner KPK untuk menentukan sesorang dijadikan tersangka sebab banyak kasus yang dilaporkan oleh masyarakat yang jelas jelas korupsi tidak ditindak lanjuti KPK.
Rahman Tiro