Mohon tunggu...
Bari Elbari
Bari Elbari Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuka rahasia

Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Yang Telah Runtuh

8 April 2020   07:10 Diperbarui: 8 April 2020   07:30 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa mau dikata, jika semuanya
Tenggelam dalam gaduh
Pohon-pohon iman yang tumbuh
tumbang dari hutan kalbu
Seperti lalat kehilangan hisap

Hidupnya tak lagi berputar normal
Kembang jadi kenangan pahit
di antara taburan debu berkarat

Kalau boleh bercermin,
Aku ingin jadi pantulan
Agar mengenali diri sendiri
Yang telah kehilangan kitab suci

Pagi tak bersayap
Keburu dijilat matahari
Sedangkan tubuh masih belum utuh
Menyusun percik- percik nikmat
Yang sejatinya adalah kiamat

Wahai Pa duka!
Kau telah menjadi raja
Dalam  kerajaan yang kau buat sendiri
Namun, otakmu hangus jadi asap kenalpot
Yang dirindukan makhluk modern
 di tengah virus corona
Yang menjadi hantu di tengah-tengah kota

Mari ke sini
Bersilalah dalam pangkuan ingatan
Bahwa dulu hati dan iman tak pernah saling
Berlalu
Bahwa rindu dan batu  pernah dipecahkan
Bersama
Walau di tengah godaan malaikat hitam

Berdirilah seperti alif
Dalam mengeja huruf demi huruf
Kehidupan
Pada akhirnya kau mampu
Merangkai kaligrafi
Seperti yang dilelang Gus Mus itu!

Madura,08/04/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun