Nilai impor kita lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor
Jangan jual bahan mentah. Mungkin itu bernilai rendah.
Ayolah, konsumsi produk lokal, apapun itu.
Dengan kita mengonsumsi barang-barang luar negeri, berarti kita menghidupi mereka.
Dengan kita mengonsumsi produk dalam negeri, berarti kita menghidupi anak-anak Indonesia.
Ah, pusing memang. Barang impor lebih berkualitas dan murah. Berbeda dengan produk lokal, sudah mahal, rendah lagi kualitasnya.
Tidak mobil, tidak gadget, tidak pakaian, tidak buah sekalipun. Indonesia lahan empuk bagi negara lain.
Mungkin negara kita terlalu rakus merangkul dari Sabang sampai Merauke. Sepertinya saya setuju Indonesia dijadikan seperti Amerika, dengan dipecah menjadi negara-negara bagian. Tapi, apa itu solusi?
Mungkin benar, Indonesia belum cukup mampu memasuki era reformasi. Sepertinya lagi-lagi aku setuju Indonesia membutuhkan pemimpin diktator baik hati. Ya, nampaknya kita ini belum bisa berdiri sendiri atas nama reformasi. Bentuk kerajaan mungkin lebih cocok. Mungkin.
Saya bukan seseorang yang paham politik, hukum, tata negara, atau hal-hal seperti berikut. Tapi, saya pun punya rasa peduli.
Dulu selintas terpikir, pindah saja ke negara lain, toh berjuang di negeri sendiri malah geram sendiri. Apatis.