Mohon tunggu...
Edukasi Artikel Utama

Pelegalan PP Aborsi di Indonesia

12 Mei 2015   22:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

p.Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya.

q.Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada.(Kinanti)

Peraturan ini kemudian menjadi kontroversi dalam berbagai kalangan. Berikut adalah alasan dari pihak-pihak yang menentang adanya peraturan legalisasi aborsi:

üUndang-undang aborsi dianggap menentang dan melanggar hak hidup anak, seperti yang telah diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Anak itu termasuk yang masih di dalam kandungan hingga berusia 18 tahun , dan negara wajib melindunginya.”

üDari faktor kriminogen, peraturan yang dimaksudkan untuk perlindungan, tapi nantinya justru menciptakan kejahatan baru. Para wanita justru mencari cara agar diri seakan diperkosa dan melakukan aborsi, padahal kehamilan itu didasarkan kepada hubungan gelap. Apalagi dengan batas 40 hari yang diperbolehkan melakukan aborsi, dokter yang melakukan tidak akan mungkin memaksa untuk meminta surat keterangan kepolisian terkait korban perkosaan. Karena, biasanya butuh proses yang panjang (lebih dari 40 hari) untuk menetapkan seseorang diperkosa (pemberkasan).

üPP ini rawan diselewengkan dan akan memicu pergaulan bebas. Tanpa adanya PP tersebut pun, praktik aborsi sudah begitu marak, termasuk yang dilakukan oleh dukun-dukun kandungan.

üTindakan aborsi bertentangan degan sumpah dan kode etik dokter karena dokter hanya boleh dan akan mengaborsi karena indikasi medis yakni kehamilan yang membahayakan jiwa ibu dan janin. Sedangkan kehamilan hasil perkosaan bukan merupakan domain dokter namun masuk dalam persoalaan hukum.

üDampak yang ditimbulkan dari praktek aborsi tidak kalah kompleksnya dengan dampak perkosaan itu sendiri sehingga adanya legalisasi aborsi akibat perkosaan akan menambah kompleks permasalahan yang akan dihadapi korban baik secara fisik mapun psikologis.

üTahapan pembuktian adanya dugaan perkosaan membutuhkan waktu yang tidak sebentar sedangkan waktu pembolehan aborsi hanya 40 hari sejak hari pertama terakhir haid, maka sebelum divonis benar-benar menjadi korban perkosaan korban justru akan kehilangan kesempatannya untuk melakukan aborsi.

üLegalisasi aborsi akibat perkosaan akan memicu kehamilan tak diinginkan lainnya -seperti akibat perzinahan, kehamilan yang dianggap menghambat karir, kerja dan kehamilan lain yang tidak diinginkan- untuk menuntut legalisasi aborsi.

üLegalisasi aborsi menentang peraturan tentang aborsi, yakni  Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa aborsi dengan alasan apapun merupakan bentuk kejahatan tersendiri yang jelas diatur dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun