Mohon tunggu...
Indra Umbara
Indra Umbara Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

The Heavy Dreamer is Me. I'm a student of Paramadina University in Management Departement. I hold Fellowship by Nicolaas Tirtadinata (CEO Rajawali Corpora)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

100% Katholik, 100% Indonesia: Menjalin Relasi Positif Vertikal dan Relasi Positif Horizontal

6 Januari 2012   02:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:16 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

100% Katholik 100% Indonesia : Menjalin Relasi Positif Vertikal dan Relasi Positif Horizontal

Oleh : Indra Umbara

Kehidupan yang serba sederhana selalu mewarnai kehidupan seorang Albertus Soegijapranata. Seorang Rohaniawan Khatolik yang nasionalis ini dibukukan sebagai salah satu pahlawan nasional bidang agama. Dalam sebuah buku biografi tentang Albertus Soegija Pranata yang berjudul Soegija Si Anak Betlehem van Javayang ditulis oleh G. Budi Subanar dituliskan bahwa Soegija Pranata [caption id="attachment_153655" align="alignright" width="300" caption="Foto Albertus Soegijapranata (www.google.com)"][/caption] dilahirkan di Surakarta, 25 November 1896 di lingkungan keluarga Islam Jawa. Karijosoedarmo, bapaknya, seorang abdi dalem keraton, pengikut pujangga Ranggawarsita. Ibunya seorang pedagang kecil yang sangat menekankan semangat ajrih (rasa hormat penuh kerendahan hati) dan asih (altruisme). Orang tua Soegija mendidik anak-anaknya gemar mati raga: melakukan tirakat seperti sesirik (pantang), ngrowot (hanya menyantap sayur dan buah-buahan), dan mutih (makan nasi melulu) sebagai cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Di samping menjalani laku tirakat yang keras, Soegija melaksanakan puasa sebulan penuh di bulan Ramadan. Tak heran bila ia dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soekarno yang saat itu juga sahabat beliau. Sejak tahun 1940, beliau turut berpartisipasi menghantarkan Indonesia ke dalam waktu-waktu bersejarah menjelang proklamasi. Selain itu beliau juga aktif sebagai pimpinan majalah Swaratama pada masa itu. Segala bentuk keprihantinanya terhadap masa penjajahan banyak ia tuang ke dalam berbagai tulisan. Salah satunya adalah ungkapan pada sebuah tulisannya yang terkenal yaitu, “Setiap Bangsa harus berkembang dengan pemerintahannya sendiri.” Sebagai Imam gereja di Yogyakarta pada saat itu, ia juga melakukan berbagai pelayanan baik itu sosial maupun yang sifatnya sakramental. Bersama umat Katholik pribumi pada masa itu ia selalu menyerukan kepada umatnya untuk menjadi 100% Katholik 100% Indonesia untuk meneguhkan umatnya agar menjadi manusia yang beriman dan cinta tanah air. Meneladani Albertus Soegijo Pranata Uskup pertama Indonesia ini sudah mengajarkan bagaimana hidup bermasyarkat yang sangat modern. Hidup bermasyarakat yang modern di sini didefinisikan sebagai hidup yang sifatnya inklusif terhadap berbagai perubahan dan perbedaan. Hidup yang inklusif ini ia utarakan melalui seruannya kepada umat kala itu untuk menjadi “100% Katholik 100% Indonesia.” Konsep hidup beragama sekaligus berbangsa semacam ini diusung untuk meretas batas antarumat beragama dan tetap hidup dalam satu bangsa pada kala itu. Bahkan slogan itu pun dirasa masih sangat relevan bagi umat nasrani dalam hidup beragama dan berbangsa hingga saat ini. Kehidupan rohaninya yang diisi dengan berbagai hal positif dan kecintaannya kepada tanah air memang patut dijadikan inspirasi pemuda Khatolik Indonesia. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemuda Katholik untuk hal ini. Menjadi bagian dari barisan garda terdepan bangsa lewat karya-karya nyata. Bersumber dari Pengajaran Yesus Pengajaran seorang Albertus Soegija Pranata sebenarnya adalah sebuah gubahan dari pengajaran Yesus Kristus. Yesus pun mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik dan bagaimana menjadi seorang pengikut Kristus sejati. Ketika Ia dicobai oleh sekelompok orang Farisi dengan pertanyaan dalam Matius 22 : 17 demikian, “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada kaisar atau tidak?” Pada ayat 21 Yesus menjawab, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Membayar pajak tepat waktu untuk negara dan menunaikan kewajiban agama bisa saja menjadi pengertian sederhana dari jawaban Yesus kepada orang-orang Farisi. Apabila lebih diperdalam lagi Yesus ingin megajarkan kepada manusia untuk menyeimbangkan kewajibanya kepada Negara dan kewajibannya kepada Allah. Menunaikan kewajiban kepada negara diartikan melakukan berbagai hal yang bermanfaat untuk negara. Cita-cita yang bisa dibilang sederhana bangsa ini bisa digunakan sebagai pedoman. Bangsa Indonesia hanya ingin mewujudkan suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Cita-cita bangsa Indonesia itu dirumuskan dalam alinea ke-2 Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Perumusan itu berbunyi : ” Dan perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “. Selain itu, Tujuan Nasional Bangsa Indonesia Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:  Pertama, membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum / bersama. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial. Kunci untuk membantu Indonesia dalam meraih cita-citanya adalah manusia Indonesia harus mempunyai rasa cita tanah air. Rasa cinta tanah air tadi diwujudkan dengan melakukan berbagai hal positif yang mampu memberikan manfaat bagi bangsa ini. Setelah berbicara mengenai bagaimana Yesus mengajarkan bagaimana cara hidup menjadi seorang warga negara, berikutnya adalah mengenai bagaimana Yesus mengajarkan manusia untuk memberikan kepada Allah apa yang wajib diberikan kepada Allah. Menunaikan kewajiban kepada Allah berarti menunaikan semua perintah yang Ia berikan kepada manusia. Yesus pun dalam pengajaranNya mengharuskan manusia untuk melakukan hukum yang terutama dan pertama dalam Matius 22 : 37 dan 39, 37“ Jawab Yesus kepadanya (ahli Taurat) : “Kasihilan Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Lalu yang menjadi pertanyaan, hal apakah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hukum yang terutama dan pertama ini ? Dalam surat Matius tentang penghakiman akhir Yesus pernah berkata bahwa ketika seorang Anak Manusia yang dipermuliakan turun ke dunia maka Ia akan membawa semua orang yang telah berbuat seturut dengan kehendak Allah. Dalam Matius 25 : 49, Yesus berkata demikian, “ Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Bisa disimpulkan dari ketiga ayat ini, yaitu bahwa mencintai Allah dan mencintai sesama manusia memiliki bobot yang sama. Dengan demikian bisa ditarik benang merah, bahwa menurut pengajaran Yesus Kristus, manusia harus mampu menyeimbangkan relasi positif vertikal (kepada Allah) dan relasi positif horizontal (kepada sesama manusia). Menjadi manusia 100% Khatolik dan 100% Indonesia berarti menjalin relasi positif vertikal (kepada Allah) yang berarti melakukan segala hal yang diperintahkanNya dan menjauhi segala hal yang menjadi laranganNya dan menjalin relasi positif horizontal (kepada sesama manusia) yang berarti manusia yang satu harus mampu memanusiakan manusia yang lainnya tak peduli latar belakang, status, identitas, jenis kelamin bahkan agama. Referensi : 1.Budi, Gregorius. 2003. Soegija, Si Anak Betlehem van Java. Jakarta : Kanisius 2.Injil Matius 3.Pembukaan UUD 1945 .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun