Mohon tunggu...
Bara Bagaskara
Bara Bagaskara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Riwayatmu Kelak

11 Februari 2018   22:42 Diperbarui: 12 Februari 2018   07:47 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia merupakan mahluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Istilah ini sering disebut manusia sebagai seorang mahkluk sosial. Hidup bersosial untuk saling memenuhi kebutuhan dalam hidupnya. Dengan begitu manusia mencari cara untuk dapat memenuhi kebutuhannya dengan berkomunikasi. Konteks komunikasi yang dibahas adalah demi mendapatkan sebuah informasi. Informasi ini yang nantinya akan menambah wawasan seorang individu dan menjadi sebuah petunjuk guna kehidupannya ke depan.

Komunikasi dilakukan tidak hanya secara bertatap muka, terutama bagi mereka yang terkendala jarak membutuhkan sarana. Sarana atau media komunikasi yang pertama kali digunakan umat manusia adalah surat. Dengan berkirim surat melalui kantor pos, individu satu dengan yang lainnya dapat tetap terhubung. Seiring berkembangnya jaman, muncul radio, televisi dan sekarang internet.

Awalnya sarana bagi manusia untuk memperoleh informasi adalah melalui surat kabar. Surat kabar harian, tabloid serta majalah selalui memenuhi oplah pada jamannya. Seiring perkembangan dengan munculnya radio dan televisi, popularitas media cetak memang menurun tapi tetap masih memiliki pangsa pasar.

Panjang cerita dan melalui teknologi yang berkembang pesat, muncul internet untuk melengkapi medium komunikasi yang telah ada. Internet merubah pola komunikasi serta konsumsi manusia akan media massa. Media online sedikit demi sedikit berhasil menggeser ketenaran media cetak dan popularitas media penyiaran. Fleksibilitas dalam hal akses menjadikan media online salah satu alternatif umat manusia untuk mengakses berita dan informasi.

Sudah jarang terlihat generasi muda membaca berita di balik lembaran koran. Teringat pula jaman gemar membaca koran langganan kakek setiap pagi hari, ada salah satu koran lokal daerah Yogyakarta yang masih bertahan sampai sekarang dalam satu rubrik berisi teka-teki silang (TTS). Memang rasanya lebih mantab apabila membaca berita melalui koran dibanding melalui media lainnya. Mencari iklan dan lowongan pekerjaanpun masih disediakan oleh koran-koran lokal. Namun, bila dibandingkan dengan media online, media cetak terasa sudah ketinggalan jaman dan tidak fleksibel. Kebiasaan membaca berita di media online melalui gadget inilah yang sekarang menjadi cara dan kebiasaan generasi muda kini.

Sebelum berbicara terlalu jauh mengenai pola komunikasi umat manusia seiring dengan perkembangan jaman, ada baiknya untuk belajar dan bernostalgia mengenai jurnalisme mulai jaman dahulu, kini dan nantinya di masa depan. Seperti apa keadaan dari mulai pembuatan produk berita dan informasi sampai pola konsumsi khalayak akan media massa.


Jurnalisme Masa Lampau

Jurnalisme masa lampau merupakan jurnalisme yang dari luar tampak kaku namun berbobot dari segi konten yang diproduksi. Pembuatan berita memang benar-benar sesuai kaidahnya. Kode etik jurnalistik menjadi penuntun setiap jurnalis saat proses peliputan sampai pada publikasi sebuah berita. Jurnalisme diharuskan akurat dan berisikan fakta-fakta yang disusun rapi dalam bentuk berita. Akurasi akan data da fakta menjadi hal yang paling diutamakan. Memang di sisi lain banyak media yang mengejar kecepatan dalam mempublikasikan berita, namun hal ini menjadi rentan akan berita bohong atau kerap kali disebut hoax.

Esensi menjadi jurnalis masih sangat kental terasa pada masa lampau. Sebagai jurnalis harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai berita sebelum benar-benar menyebarkannya ke masyarakat. Nilai-nilai berita yang harus diperhatikan antara lain:prominence, proximity, magnitude, actual, timeliness, dan human interest.

Penguasaan akan bahasa yang baku dan benar juga perlu diperdalam. Penggunaan ejaan dan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca selalu ditekankan oleh pihak redaksi. Serta penggunaan tanda baca dan jumlah kata harus benar-benar sesuai aturan setiap media massa yang menaungi. Betul, tampak kaku dari luar. Namun, isi berita selalu diutamakan akurasi dan sesuai kaidah-kaidah jurnalistik.

Jurnalisme Masa Kini

Jurnalisme masa kini berkembang mengikuti teknologi yang kian hari kian maju. Media massa mengalami proses digitalisasi. Media massa era sekarang menjadi seakan diwajibkan memiliki kanal online untuk dapat mempertahankan eksistensinya. Setenar-tenarnya media konvensional yang dimiliki oleh sebuah perusahaan media, tidak keren dan mengikuti jaman kalau tidak memiliki kanal online.

Media sosial merupakan salah satu media yang populer dan sedang eksis di jaman ini. Bahkan setiap media massa terjangkit virus mengunggah berita melalui akun media sosialnya. Khalayak juga tampak lebih tertarik dengan budaya membaca berita dan mengakses informasi melalui media sosial. Dalam genggaman tangan dan dengan satu jari akses dapat dilakukan ke berbagai macam aplikasi dan laman online. Dengan begitu terjadilah budaya membaca berita melalui gadget, bukan lagi melalui koran yang setiap pagi dihantarkan oleh loper koran.

Jika ditanya ke generasi muda sekarang, mungkin sudah jarang yang masif aktif membaca koran dan mendengarkan siaran radio. Bisa saja justru dianggap tidak gaul dan ketinggalan jaman kalau masih membaca berita di koran dan mendengarkan lagu-lagu terbaru lokal dan mancanegara di radio kesayangan ayah-ibu pada masa kejayaannya. Tidak bisa dipungkiri kalau beberapa media cetak gulung tikar karena ketidakmampuannya bersaing dengan media sosial. Beberapa stasiun radio masih bertahan mungkin karena bantuan dana dan masih memiliki segelintir pendengar setia.

Media sosial yang sedang dan masih digandrungi hingga saat ini seperti Facebook, Instagram, Youtube, Twitter, dan masih banyak lainnya. Keempat media sosial inilah yang bisa dikatakan menempati posisi sebagai media sosial terfavorit, terutamaInstagram danYoutube bagi kawula muda. Dengan fitur-fitur yang disediakan mulai dari teks, foto dan video menjadi salah satu daya tarik. Terlebih lagi kalau ada istilah gengsi di kalangan anak muda jika tidak memiliki akun media sosial tertentu, seperti misalnya Instagram.

Beberapa perusahaan media lalu mencari pembacanya melalui akun media sosial. Tidak hanya informatif, kini media massa bersifat interaktif karena adanya jaringan internet. Kecepatan dan kedekatan dengan khalayak juga mempengaruhi popularitas media sosial. Namun adanya kecepatan informasi ini kadang menghilangkan nilai-nilai berita yang lainnya. Ketepatan menjadi dikebelakangkan, filterisasi khalayak akan konsumsi berita harus lebih ditingkatkan. Tak jarang pula berita yang diunggah melalui media sosial dengan cepat justru menimbulkan masalah dan bersifat provokatif.

Copy paste berita dari akun media sosial lainnya sering terjadi. Membaca berita menjadi monoton. Era digital menjadikan jurnalis bekerja secara instan hanya dengan megambil berita milik orang lain yang belum pasti terbukti kebenarannya untuk disampaikan lebih cepat kepada khalayak. Kaidah-kaidah jurnalistik menjadi dikesampingkan dan tidak dipedulikan lagi, semata-mata demi pundi-pundi keuntungan perusahaan media.

Jurnalisme Masa Depan

Masa depan menjadikan jurnalisme pekerjaan yang mudah dilakukan oleh siapapun dan dengan latar belakang pendidikan apapun. Asalkan bisa mengasah kreatifitas dan memiliki inisiatif untuk mencari informasi dan mengolahnya dengan kemasan yang menarik. Tidak hanya menulis yang menjadi syarat untuk menjadi jurnalis, walaupun menulis adalah keahlian yang paling utama. Keahlian dalam mengolah foto, video dan infografik juga menjadi tuntutan jurnalis di masa depan.

Kompetisi akan semakin terasa dalam dunia jurnalistik yang bermultimedia di masa yang akan datang. Penguasaan dalam mengelola media, terutama media sosial sangat diperlukan bagi siapa saja yang berminat menjadi jurnalis. Menjadi jurnalis berarti bisa multitasking. Melakukan kegiatan mencatat, merekam, mengambil gambar bahkan video. Setelahnya dipaksa untuk belajar mengedit dan melakukan finishing pada tiap artikel beritanya.

Namun, yang patut disayangkan bahwa produk jurnalisme nantinya bisa dibilang menjadi komoditas bagi perusahaan media jikalau hanya mengejar jumlah pembaca dan mengejar target tanpa esensi. Esensi dalam jurnalisme itu yang tetap harus ditekankan, walaupun bekerja dalam bidang jurnalistik juga berarti belajar bermultimedia.

Dipastikan akan banyak jurnalis yang memproduksi konten berita dan menjadikan media sosial sebagai medianya. Bisa Instagram, Youtube bahkan Facebook. Hasil yang didapatkan sangat menguntungkan hanya dengan mengunggah konten berita di akun Youtube dan diwajibkan ditonton oleh banyak orang. Sedangkan akunInstagram hanya dengan mencari massa dan menarik klien pengiklan.

Jurnalis di masa depan harus realistis melihat keadaan. Tidak akan ada yang sanggup menjadi jurnalis yang idealis. Tidak hanya menulis saja kemampuan yang wajib dimiliki oleh jurnalis, kemampuan membuat dan mengedit dalam fotografi dan videografi pun harus dimiliki. Belajar membuat infografik dan animasi juga penting. Menjadi jurnalis harus bisa menghasilkan konten yang inovatif dan kreatif. Semoga saja dalam generasi berikutnya, jurnalisme akan selalu beresensi walaupun sudah semakin berkembang dan kompleks. Jurnalisme tetap menjadi pilar keempat negara untuk berdemokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun