Jurnalisme Keberagaman menjadi salah satu gerakan yang penting dalam menjaga kestabilan Indonesia sebagai negara demokrasi. Pers seharusnya menerapkan prinsip-prinsip keberagaman dalam tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.
Dalam sebuah bedah buku ‘Jurnalisme Keberagaman’ yang digelar di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jumat (24/3) hal ini diungkapkan oleh Usman Kansong selaku Direktur Pemberitaan Media Indonesia.
Menghadirkan Lukas Ispandriarno selaku Dosen FISIP UAJY, Widiarsi Agustina selaku Kepala Biro Tempo DIY & Jawa Tengah, Agnes Dwi Rusjiati dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika dan dimoderatori oleh Anang Zakaria dari Aliansi Jurnali Independen.
Bedah buku “Jurnalisme Keberagaman” bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang keberagaman. Keberagaman yang muncul dalam dunia jurnalisme. Usman Kansong mengatakan, “Di dalam yang banyak terdapat perbedaan.” Menjadi salah satu alasan mengapa jurnalisme keberagaman dimunculkan oleh Usman Kansong.
Keberagaman yang dimaksud oleh Usman dibatasi hanya dalam konteks agama, etnik, dan gender. Pembatasan keberagaman dilakukan supaya yang dimaksud dengan keberagaman tidak terlalu luas dan lebih jelas batasannya. Jurnalisme keberagaman mengedepankan keberagaman, mengadvokasi dan berempati.
Widiarsi Agustina turut berbagi pengalamannya dalam hal keberagaman yang diterapkan oleh media yang menaunginya. Selama berkarir di media massa, ia sering kali menemukan banyak calon wartawan, bahkan wartawan yang tidak berpikiran terbuka. Mereka yang seharusnya bekerja di media massa seharusnya “Seorang jurnalis harus bebas, lepas dan open minded,” ungkapnya. Acara ini semoga dapat membuka pikiran para calon wartawan dan terutama mereka yang sudah menjadi wartawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H