Dalam konteks perpajakan CFC di Indonesia, teori Bourdieu memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana perusahaan asing terkendali beroperasi dan bagaimana sistem perpajakan memengaruhi serta dipengaruhi oleh struktur sosial dan kekuasaan.
Habitus perusahaan dan para pemangku kepentingan dalam sistem perpajakan mencakup nilai-nilai, model-model bisnis, dan pandangan mengenai apa yang dianggap benar dan salah dalam kegiatan ekonomi. Habitus ini terbentuk melalui pengalaman berulang dalam berinteraksi dengan sistem perpajakan dan regulasi internasional. Misalnya, perusahaan multinasional mungkin memiliki habitus yang mencerminkan praktik penghindaran pajak yang canggih dan rumit, sementara otoritas pajak memiliki habitus yang mencerminkan upaya penegakan kepatuhan pajak. Â
Habitus ini memengaruhi bagaimana perusahaan dan otoritas pajak berinteraksi. Perusahaan dengan habitus yang terbentuk oleh pengalaman internasional mungkin lebih cenderung menggunakan strategi penghindaran pajak yang rumit, sementara otoritas pajak dengan habitus yang terbentuk oleh pengalaman domestik mungkin kurang siap menghadapi strategi tersebut.Â
Kapital ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik memainkan peran penting dalam perpajakan CFC. Perusahaan dengan kapital ekonomi yang besar memiliki sumber daya untuk menyewa ahli pajak internasional dan memanfaatkan celah-celah hukum untuk mengurangi beban pajak. Kapital budaya, seperti pengetahuan mendalam tentang hukum perpajakan internasional, memungkinkan perusahaan untuk merancang struktur perusahaan yang kompleks guna menghindari pajak.Â
Kapital sosial, dalam bentuk jaringan dengan pejabat pajak atau pembuat kebijakan, dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan perpajakan atau mendapatkan perlakuan istimewa. Kapital simbolik, seperti reputasi perusahaan yang baik, dapat digunakan untuk meyakinkan otoritas pajak atau publik bahwa perusahaan tersebut beroperasi secara etis meskipun menggunakan strategi penghindaran pajak.
Arena dalam perpajakan adalah ruang di mana interaksi antara perusahaan, otoritas pajak, pembuat kebijakan, dan aktor lain terjadi. Setiap arena memiliki aturan dan dinamika sendiri yang menentukan bagaimana kapital digunakan dan diakui. Arena perpajakan internasional, misalnya, melibatkan berbagai negara dengan rezim perpajakan yang berbeda, organisasi internasional, dan perusahaan multinasional. Â
Dalam arena perpajakan internasional, perusahaan bersaing untuk meminimalkan kewajiban pajak mereka sementara negara-negara bersaing untuk menarik investasi dengan menawarkan rezim pajak yang menguntungkan. Ini menciptakan dinamika kompleks di mana perusahaan menggunakan kapital mereka untuk mempengaruhi kebijakan perpajakan dan mengoptimalkan struktur pajak mereka.Â
Bourdieu juga memperkenalkan konsep doxa dan dominasi simbolik untuk menjelaskan bagaimana pandangan dan praktik tertentu dapat menjadi dominan dalam masyarakat tanpa dipertanyakan. Doxa adalah pandangan atau keyakinan yang diterima secara luas sebagai kebenaran tanpa pemikiran kritis. Dalam konteks perpajakan CFC, doxa dapat berupa keyakinan bahwa strategi penghindaran pajak adalah bagian normal dari bisnis internasional dan tidak perlu dipertanyakan.Â
Dominasi simbolik terjadi ketika kelompok dominan menggunakan kapital simbolik mereka untuk mempertahankan kekuasaan mereka tanpa disadari oleh kelompok yang didominasi. Dalam konteks ini, perusahaan multinasional dapat menggunakan kapital simbolik mereka untuk melegitimasi praktik penghindaran pajak mereka, sementara otoritas pajak dan publik mungkin menerima praktik tersebut sebagai sesuatu yang normal dan sah.
Pendidikan memainkan peran penting dalam mereproduksi dominasi sosial yang ada. Sistem pendidikan menciptakan dan memperkuat habitus yang sesuai dengan kebutuhan kelas dominan. Dalam konteks perpajakan CFC, pendidikan di bidang hukum dan akuntansi pajak dapat membentuk habitus yang mendukung strategi penghindaran pajak.Â