3. Kemungkinan penyalahgunaan
Tingginya tingkat teknis  dalam aturan tersebut dapat membuka celah untuk penyalahgunaan atau interpretasi yang tidak sesuai. Ini dapat memicu ketidakpastian hukum dan meningkatkan risiko konflik antara otoritas pajak dan Wajib Pajak.
4. Birokrasi yang berat
Prosedur yang rumit dan format yang ditentukan dengan ketat dapat mengasilkan proses birokrasi yang berat dan memakan waktu. Hal ini dapat memperlambat proses penyelesaian sengketa perpajakan, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada kepastian hukum dan iklim investasi.
5. Keterbatasan transparansi
meskipun aturan dirancang untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, namun kompleksitasnya dapat mengaburkan proses pengambilan keputusan dan mengurangi keterbukaan informasi bagi para pemangku kepentingan.
Dalam menyusun dan menerapkan aturan, penting untuk mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan akan ketertiban perpajakan dan keterbukaan, serta kemampuan untuk memahami dan menerapkan aturan dengan mudah bagi semua pihak yang terlibat. Upaya untuk menyederhanakan prosedur dan meningkatkan aksesibiltas informasi dapat membantu mengatasi beberapa kritik yang diungkapan di atas.
Referensi:
1. OECD, Manual on Effective Mutual Agreement Procedures (MEMAP)
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujaun Bersama
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa