Mohon tunggu...
Pasu Sibarani
Pasu Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

NIM: 55522120006 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trans Substansi Dialektis Jagat Gumelar, Jagat Gumulung Menghasilkan Buwono Langgeng untuk Audit Kepatuhan Pajak Warga Negara

7 April 2024   00:43 Diperbarui: 7 April 2024   00:49 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung

Jagat Gumelar adalah salah satu konsep dalam sastra Jawa yang memiliki makna mendalam dan kompleks. Konsep ini mencakup pemahaman tentang alam semesta, keseimbangan antara unsur-unsur alam, serta hubungan antara manusia dengan alam dan kehidupan sehari- hari mereka. Konsep ini merujuk pada pandangan dunia atau filsafat yang mencakup kepercayaan terhadap keberadaan roh, dewa dan kekuatan gaib lainnya yang mempengaruhi kehidupan manusia dan alam sekitarnya.

Jagat Gumelar menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam semesta.  Manusia dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alam, dan kesejahteraan mereka sangat bergantung pada keseimbangan alam. Mengenai keseimbangan, alam semesta dipandang sebagai sistem yang kompleks di mana setiap unsur saling berhubungan dan saling mempengaruhi dan keseimbangan ini harus dijaga agar kehidupan dapat berlangsung harmonis. 

Jagat Gumelar juga mencakup pemahaman tentang filosofi kehidupan. Manusia dianggap tidak berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari alam semesta yang lebih besar dan mereka harus hidup sesuai dengan nilai- nilai yang dihormati oleh alam untuk mencapai tujuan harmoni dan kebahagiaan. Konsep ini sering kali tercermin dalam karya sastra Jawa seperti tembang, wayang atau cerita rakyat. Tokoh- tokoh dalam karya sastra tersebut sering kali dihadapkan pada konflik atau perjuangan yang berhubungan dengan keseimbangan alam atau filosofi kehidupan.  Melalui konsep Jagat Gumelar, sastra Jawa juga sering kali menyampaikan nilai dan pesan moral kepada para pembaca dan penontonnya. Hal ini dapat berupa pesan tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam, menghormati alam, atau  hidup dengan bijaksana sesuai dengan nilai- nilai yang dijunjung oleh alam.

Sedangkan Jagat Gumulung merupakan konsep yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan Jagat Gumelar meskipun keduanya memiliki fokus yang sedikit berbeda. Jagat Gumulung lebih menekankan perjalanan hidup manusia dalam menghadapi berbagai rintangan dan cobaan, serta pencarian makna hidup.  Jagat Gumulung merujuk pada konsep alam semesta yang berputar yang sering kali diasosiasikan dengan siklus kehidupan dan perubahan yang tidak pernah berhenti. Konsep ini menekankan tentang dinamika alam semesta yang terus menerus bergerak dan berubah, seperti roda kehidupan yang terus berputar.

Dalam pemahaman ini, Jaga Gumulung mencerminkan pandangan kosmologi Jawa yang mengakui bahwa segala sesuatu di alam semesta ini terikat dalam suatu siklus yang tidak berkesudahan, mulai dari kelahiran, pertumbuhan, kemunduran, hingga kematian dan kemudian semua kembali lagi ke awal. Siklus ini tidak hanya berlaku untuk  makhluk hidup tetapi juga untuk alam dan unsur- unsur lainnya. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, Jaga Gumulung mengajarkan  bahwa manusia harus menerima siklus kehidupan ini dengan bijak, menyadari bahwa perubahan adalah bagian alami dari eksistensi manusia dan alam semesta secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijaksanaan, kesabaran dan keteangan batin sangat penting dalam menghadapi perubahan dan tantangan yang datang dalam kehidupan ini.

Secara harfiah, Jaga Gumulung dapat diartikan sebagai "dunia yang bergelombang" atau "dunia  yang berliku- liku". Istilah "gumulung" berasal dari kata "mulung" yang berarti gelombang atau aliran yang bergerak. Konsep Jagat Gumulung digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan perjalanan hidup manusia. Seperti gelombang yang naik dan turun, kehidupan manusia dipandang sebagai rangkaian peristiwa yang penuh dengan tantangan, rintangan dan kejutan. Dalam Jagat Gumulung, manusia dihadapkan pada berbagai cobaan dan perjuangan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Tantangan ini sering kali menguji ketabahan, kebijaksanaan dan keteguhan hati seseorang. Konsep ini mencerminkan upaya manusia untuk mencari makna hidup di tengah- tengah segala kompleksitas kehidupan dan ketidakpastian. Manusia dihadapkan pada pertanyaan- pertanyaan filosofis tentang tujuan hidup, keadilan dan kebahagiaan.

Seperti Jagat Gumelar, Jagat Gumulung juga sering kali digunakan menjadi tema yang dominan dalam karya sastra Jawa seperti tembang, gending atau wayang. Tokoh- toko dalam karya- karya sastra tersebut sering kali mengalami perjalanan hidup yang penuh dengan liku- liku yang mencerminkan realitas kehidupan manusia. Jagat Gumulung juga mengandung pesan moral tentang pentingnya keteguhan hati dan ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.  Hal ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi pembaca untuk menghadapi tantangan dengan bijaksana dan tabah.

Buwono Langgeng; Sebuah Cita- Cita

Istilah Buwono Langgeng berasal dari bahaas Jawa di mana "Buwono" berasal dari kata "Bhuwana" yang dapat berarti penguasa, raja atau kehidupan, dan "Langgeng" berarti abadi atau kekal. Secara harfiah Buwono Langgeng dapat diartikan sebagai keberlangsungan yang abadi ayau kekekalan baik itu dalam kehidupan maupun dalam pemerintahan. Konsep Buwono Langgeng ini mengambarkan idealisme atau harapan akan adanya kestabilan, kelangsungan dan kemakmuran dalam pemerintahan sebuah kerajaan atau negara. Buwono Langgeng menggambarkan harapan akan kelangsungan pemerintahan yang baik di bawah kepemimpinan seorang raja atau penguasa yang bijaksana, Di mana terdapat kehidupan yang stabil termasuk baik dilihat dari segi politik, ekonomi dan budaya.

Konsep Buwono Langgeng juga mencakup aspek kesejahteraan rakyat. Seorang penguasa yang dianggap "Buwono Langgeng" diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mendukung kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, seperti melalui kebijakan yang adil dan pembangunan yang merata. Penguasa yang "Buwono Langgeng" juga diharapkan mampu mengambil keputusan terbaik untuk kepentingan rakyat dan negara.

Dari aspek ketahanan dan kekuatan, sebuah pemerintahan yang dianggap "Buwono Langgeng" diharapkan mampu bertahan dari berbagai ancaman dengan sangat baik, sehingga pemerintah atau penguasa dapat mempertahankan kedaulatan dan kehormatan negara. Tak lupa, Buwono Langgeng ini juga tercermin dalam nilai-nilai budaya Jawa melalui sistem gotong royong, musyawarah untuk mencapai mufakat dan kearifan lokal lainnya. Nilai- nilai tersebut haruslah diterapkan dan dipromosikan dalam pemerintahan sebagai bagian integral dari identitas dan kehidupan bermasyarakat. Konsep ini juga memiliki makna spiritual karena sering dikaitkan dengan keberlangsungan roh atau jiwa seseorang setelah kematian dan Buwono Langgeng menggambarkan harapan akan keabadian atau kelangsungan jiwa seseorang setelah meninggal dunia.

Dalam sastra Jawa, konsep Buwono Lanngeng sering digambarkan melalui cerita- cerita tentang raja yang bijaksana dan pemerintahan yang adil. Sri Sutan Hamengkubuwono I adalah salah satu tokoh yang sering dianggap sebagai penguasa yang "Buwono Langgeng". Beliau adalah pendiri Keraton Yogyakarta yang memiliki reputasi sebagai penguasa yang adil, bijaksana dan mampu menjaga stabilitas serta kesejahteraan rakyatnya.

Secara keseluruhan, dalam tradisi Jawa Buwono Lanngeng merupakan cita-cita ideal dari seorang raja atau pemimpin, yakni pemerintahan yang stabil, kedamaian yang terjaga dan keberhasilan untuk menciptakan kemakmuraan dalam pemerintahannya.

Jagat Gumelar, Jagat Gumulung menghasilkan Buwono Langgeng; Transsubstansi Dialektis

Transubstansi dialetis diartikan sebagai sebuah proses transformasi atau perubahan yang terjadi antara dua entitas atau konsep yang berbeda. Dalam hal ini Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung, konsep transsubstansi dialektis digunakan dengan mengacu pada integrasi dari kedua konsep tersebut untuk mencapai keadaan atau kondisi yang diharapkan yakni Buwono Lanngeng.

Jagat Gumelar menekankan konsep keseimbangan dan harmoni antara manusia dan alam semesta. Ini mencakup pemahaman tentang hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan sekitarnya serta betapa pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari- hari. 

Sedangkan Jagat Gumulung adalah konsep yang menekankan perjalan manusia yang penuh dengan rintangan da cobaan serta pencarian makna hidup yang sebenarnya. Jagat Gumulung mencerminkan realitas perjalanan hidup manusia yang penuh dengan tantangan, lika- liku kehidupan dan keadaa yang berubah- ubah.

Melalui proses transubstansi dialektis kedua konsep ini dapat saling melengkapi, berbaur dan berintegrasi untuk mencapai keadaan Buwono Langgeng, misalnya denga memahami Jagat Gumelar di mana terdapat keseimbangan antara manusia dan alam dan juga mengeri Jaga Gumulung di mana perjalanan hidup penuh dengan cobaan dan tantangan, seorang pemimpin atau penguasa dapat mengembangkan kebijaksanaan, ketabahan dan kekuatan dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan, memimpin pemerintahan dengan keadilan, serta menciptakan kondisi yang dapat mendukung kesejahteraan rakyatnya.

Buwono Langgeng, sebagai cita-cita untuk keberlangsungan yang abadi atau kekekalan dapat dicapai melalui pemahaman dan penerapan transsubstansi dialektis kedua konsep jagat tadi. Proses ini melibatkan kesaran akan siklus perubahan dalam kehidupan dan alam semesta, serta upaya untuk mencapai keseimbangan dan harmoni dalam setiap perubahan yang terjadi. 

Dengan memahami kompleksitas alam semesta dan perjalanan hidup manusia serta mengerti bahwa perubahan adalah bagian alami dari eksistensi, seorang pemimpin yang bijaksana dapat mengembangkan strategi yang baik dan berkelanjutan dalam upaya untuk menjaga kedaulatan dan kehormatan negara serta siap menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Dengan mengintegras dua konsep tersebut pemimpin dapat menciptakan atau mencapai keadaan Buwono Langgeng di mana pemerintahan dapat berjalan stabil, berlaku adil dan bijaksana serta menciptakan kondisi masyarakat yang sejahtera dan harmonis.

Sadulur Papat Lima Pancer dan Langkah Menuju Kesempurnaan

Sadulur Papat Lima Pancer adalah falsafah kehidupan dalam tradisi Jawa, yang berasal dari kata "sadulur" yang berarti saudara, "dan "pancer" yangberati pelindung atau perlindungan. Secara harfiah, sadulur papat lima pancer diartikan sebagai saudara empat lima pelindung. Sadulur Papat Lima Pancer mencerminkan prinsip-prinsip yang dianggap penting dalam kehidupan, terutama dalam konteks kebersamaan, solidaritas dan saling dukung. Bebarapa elemen utama dari konsep ini adalah sebagai berikut:

  • Kesatuan dan Kebersamaan yang mengajarkan bahwa kita semua adalah saudara yang harus saling mendukung dan melindungi satu sama lain.
  • Solidaritas dan saling pedulu, di mana setiap individdu diharapkan untuk memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan sesama, serta siap untuk memberikan bantuan dan dukungan saat diperlukan.
  • Gotong royong yang menekankan pentingnya bekerja sama dan berabgi dalam mencapai tujuan bersama dan mengatasi tantangan bersama- sama.
  • Kedamaian dan kesejahteraan bersama, dengan saling mendukung masyarakat diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman, sejahtera dan berkelanjutan bagi semua anggotanya.

Dalam nilai filosofis kejawaen ada empat tahap yang menggambarkan perjalanan spiritual manusia  menuju ksempurnaan atau kedekatan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Empat tahap tersebut dalah syariat, tarekat, hakikat dan makrifat.

Tahap pertama dalam perjalanan spiritual adalah syariat, yang mengacu pada aspek hukum, dan tata cara dalam agama. Pada tahap ini, individu mengikuti aturan dan perintah yang tercantum dalam ajaran agama secara ketat. Mereka menjalankan kewajiban- kewajiban agama, mematuhi perintah Tuhan dan menghindari Larangan- Nya. Syariat mencakup praktik- praktik ritual, peraturan moral dan kode etik yang harus diikuti oleh individu sebagai bagaian dari keyakinan agamanya.

Tahap kedua adalah tarekat, tahap ini mengacu pada jalan atau metode spiritual yang lebih dalam. Pada tahap ini, individu mulai mengeksplorasi dimensi spiritualitas melalui praktik- prakitk meditasi, zikir, kontemplasi, puasa atau ibadah pribadi lainnya. Mereka mencari pengalaman langsung dengan Tuhan dan upaya untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta melalui pengabdian dan penyerahan diri yang lebih dalam. Tarekay juga dapat melibatkan praktik- praktik mistis atau kepercayaan tradisional yang digunakan untuk mencapai kedamaian batin dan pemahaman yang lebih baik mengenai alam semesta.

Tahap ketiga adalah hakikat, pada tahap ini individu mulai memahami makna spiritual dari ajaran dan praktik agama mereka dan menyadari bahwa Tuhan ada di dalam setiap aspek kehidupan dan bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari-Nya. Tahap ini melibatkan pencarian pemahaman tentang esensi dari segala sesuatu dan hubungannya dengan Tuhan atau alam semesta.

Yang terakhir adalah Makrifat, yang merupakan puncak dari perjalanan spiritual. Pada tahap ini Individu mencapai tingkat kesadaran yang sangat tinggi dan memiliki pengalaman langsung atau intuitif tentang kebenaran yang lebih tinggi. Mereka menyadari keberadaan Tuhan dalam diri mereka sendiri dan dalam semua hal. 

Keempat tahap tersebut membentuk suatu hierarki atau tangga perjalanan spiritual, di mana individu secara bertahap meningkatkan pemahaman dan kesadaran mereka tentang ralitas dan hubungan mereka dengan alam semesta dan Sang Pencipta. 

Sadulur papat lima pancer dan konsep empat tahap menuju kesempurnaan dalam ajaran kejawen memiliki keterkaitan yang kuat karena keduanya merupakan bagian dari filosofi dan ajaran spiritualitas Jawa yang bertujuan membimbing dan memberi arahan kepada individu menuju kesempurnaan atau keutuhan.

Sadulur papat lima pancer menekankan persaudaraan dan hubungan yang harmonis, yang mengajarkan pentingnya kerjasama dan tolong menolong yang sejalan dengan nilai- nilai sosial dan kebersamaan dalam konsep persaudaraan kejawen. Setiap tahap mencapai kesempurnaan dalam ajaran kejawen  adalah tuntunan individu untuk mencapai pemahaman yang mendalam mengenai hakikat keberadaaan dan hubungan individu tersebut dengan Tuhan atau alam semesta, dalam konsep tersbut sadulur papat lima pancer memainkan peran penting dalam membimbing individu melalui tahap- tahap tersebut dengan memberikan dukungan sosial, persaudaraan dan bimbingan spiritual.

Konsep pancer itu sendiri mengacu pada perlindungan spiritual atau pembungkus yang melindungi individu dari gangguan spiritual atau kekuatan negatif. Hal ini sesuai dengan empat tahap menuju kesempurnaan yang membutuhkan perlindungan dan kesadarn spiritual dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan dalam perjalanan menuju kesempurnaan. Sadulur papat lima pancer berfungsi sebagai panduan moral dan spiritual bagi individu untuk menjalanai tahap menuju kesempurnaan atau keutuhan yang mencermikan nilai- nilai sosial, spiritual dan filosofis yang kaya dalam budaya dan tradisi jawa.

Penerapan Transsubstansi Dialektis Filosofi Jawa Dalam Pemeriksaan Pajak 

Menerapkan konsep dialektis Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung dalam konteks pemeriksaan kepatuhan pajak dapat menjadi tantangan, namun di sisi lain dapat memberikansudut pandang yang baru, berbeda dan juga berharga tentang tata cara mencapai Buwono Langgeng.

Konsep Jagat Gumelar menekankan pentingnya keseimbangan dan harmoni dalam hubungan antara Wajib Pajak dan Pemerintah. Dalam konteks ini, pemeriksaan kepatuhan pajak harus dilakukan dengan cara yang adil dan berkeadilan tanpa menimbulkan ketidakseimbangan atau ketegangan antara Pemerintah dan Wajib Pajak.  Memperlakukan semua Wajib Pajak dengan adil dan setara tanpa kecenderungan atapun tendensi untuk berlaku tidak adil dan pemeriksa harus memastikan bahwa setiap interaksi dengan Wajib Pajak didasarkan pada keseimbangan. Jagat gumelar juga menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara individu dan masyarakt, pemerintah dapat menerapkan pendekatan yang lebih proaktif dalam memberdayakan masyarakat untuk memahami dan mematuhi kewajiban pajak mereka untuk menciptakan lingkungan yang lebih harmonis. Walaupun penting untuk menerapkan hukuman atau sanksi terhadap pelanggar pajak, hal ini harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan. Dalam konteks Jagat Gumelar, pemeriksaan kepatuhan pajak harus memperhatikan aspek- aspek keadilan sosial dan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara proporsional.

Dalam konteks Jagat Gumulung, pemeriksaan kepatuhan pajak harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan pemahaman terhadap situasi yang dihadapi oleh Wajib Pajak. Ini mencakup pengakuan bahwa setiap individu atau entitas memiliki perjalanan dan tantangan masing-masing dalam mematuhi kewajiban pajaknya. Pemeriksa pajak harus mengakui bahwa kepatuhan pajak adalah proses yang terus menerus berubah, sebagaimana tercermin dalam konsep Jagat Gumulung dan memahamai bagaimana perubahan dalam kebijakan perpajakan dapat mempengaruhi praktik kepatuhan pajak, karena itu harus ada penyesuaian terus menerus dalam pendekatan pemeriksaan untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya. Pemeriksaan kepatuhan pajak harus diimbangi dengan upaya edukasi dan keterbukaan. Pemerintah dapat menyediakan informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang apa saja kewajiban pajak suatu individu atau entitas serta memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk bertanya dan mendapatkan penjelasan yang diperlukan.

Dengan menerapkan pendekatan yang mengintegrasikan konsep- konsep dari Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung, pemeriksaan kepatuhan pajak dapat menjadi lebih efektif dan berdampak positif baik kepada masyrakat maupun pemerintah. Ini pada akhirnya akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan berkelanjutan yang sesuai dengan konsep Buwono Langgeng yang diharapkan.

Dalam melakukan pemeriksaan kepatuhan paja, pemeriksa perlu menerapkan pendekatan dialektis yang memadukan prinsip- prinsip kesimbangan dan perubahan yang tercermin dalam Jagat Gumelar dan Jagat Gumulung. Ini berarti mengintegrasikan keadilan dan keharmonisan dalam interaksi dengan Wajib Pajak sembari memperhitungkan dinamika dan perubahan dalam lingkungan perpajakan. 

Tujuan utama dari pemeriksaan kepatuhan pajak adalah menciptakan kepatuhan pajak yang berkelanjutan di antar Wajib Pajak. Ini melibatkan tidak hanya mengidentifikasi pelanggaran dan kesalahan tetapi juga memberikan pendampingan dan bimbingan kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kepatuhan mereka di masa yang akan datang. Melalui cara ini pemeriksa dapat mencapai Buwono Langgeng dalam pemeriksaan kepatuhan pajak dengan mendorong praktik kepatuhan yang berkelanjutan melalu pendekatan yang seimbang dan dinamis serta memberikan kontribusi bagi keberlangsungan ekonomi sosial dan masyarakat.`

Dari persepktif Wajib Pajak kita dapat menggunakan konsep sadulur papat lima pancer. Memang mungkin pada pandangan pertama tidak terlihat hubungan langsungantara konsep tersebut dengan pemeriksaan pajak, namun jika ditealaah lebih mendalam kita dapat menemukan beberapa paralel yang menarik di antara keduanya. Misalnya mengenai kesadaran akan kesejahteraan bersama. Konsep sadulur papat lima pancer menekankan pentingnya solidaritas dan kesadaran akan kesejahteraan bersama, dalam pemeriksaan pajak penting bagi Wajib Pajak untuk menyadari bahwa kepatuhan pajak tidak hanya bermanfaat bagi pribadi atau perusahaan mereka sendiri, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Pajak yang terkumpul dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, meningkatkan layanan sosial dan menyelenggarakan program- program kesejahteraan umum.

Nilai- nilai gotong royong dalam sadulur papat lima pancer mencerminkan pentingnya kerja sama dan berbagi dalam mencapai tujuan bersama. Dalam pemeriksaan pajak, kerja sama yang baik dari Wajib ajak dengan pemeriksa pajaka adalah aspek yang sangat penting. Kepatuhan pajak yang baik dari semua pihak, termasuk individu dan perusahaan akan sangat membantu dalam memastikan keberhasilan sistem perpajakan secara keseluruhan.

Konsep saling mendukung dalam sadulur papat lima pancer mencerminkan pentingnya masyarakat untuk saling memberikan bantuan dan dukungan. Dala m pemeriksaan pajak, profesional di bidang pajak dan konsultan pajak memainkan peran penting dalam membantu Wajib Pajak untuk memahami kewajiban mereka dan menjalankan peraturan perpajakan dengan benar. Dukungan dan nasihat yang tepat dapat membantu Wajib Pajak untuk menghindari kesalahan dan memastikan bahwa kepatuhan berjalan dengan baik. Konsep sadulur papat lima pancer juga mengajarkan pentingnya harmoni dan keseimbangan dalam kehidupan sosial. Dalam pemeriksaan pajak, penting bagi otorias pajak untuk menjaga keseimbagan antara pemeriksaan yang tegas dan ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan pelanggaran, sambiljuga memberikan keterbukaan dan kemudahan bagi Wajib Pajak yang telah mematuhi peraturan dengan benar. 

Meskipun pada permukaan terlihat berbeda, konsep- konsep dalam saulur papat lima pancer dapat memberikan wawasan yang berguna dalam memahami pentingnya kesadaran dan kesejahteran bersama, dukungan saling menyelami, kerja sama dalam menciptakan harmoni dalam konteks pemeriksaan pajak dan kepatuhan pajak secara keseluruhan.

Hubungan antara empat tahap dalam ajaran kejawen dengan pemeriksaan dapat dilihat dari sudut pandang filosofis dan praktis. Meskipun tidak ada keterkaitan langsung, namun prinsip yang terkandung dalam empat tahap menuju kesempurnaan dalam ajaran kejawen dapat memberikan sudut pandang dan paradigma yang berharga dalam praktik pemeriksaan pajak.

Tahap pertama yakni syariat yang mengacu pada pemahaman dan ketaatan terhadap humum atau norma yang berlaku. Dalam pemeriksaan pajak, hal ini dapat diinterpretasikan sebagai pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, Pemeriksa pajak harus memiliki pemahaman yang baik tentang aturan pajak dan prosedur audit yang relevan. Bagi Wajib Pajak, konsep syariat dalam ajaran kejawen dapat mengingatkan Wajib Pajak akan pentingnya mematuhi aturan pajak yang berlaku untuk mencegah masalah hukum dan sanksi pajak.

Tahap kedua yakni tarekat, melibatkan dimensi spiritual dan praktik keagamaan yang lebih dalam. Dalam konteks pemeriksaan ini dapat mencerminkan pentingnya praktik dan prosedur audit yang didasarkan pada nilai- nilai etika, integritas dan keadilan. Pemeriksa pajak harus menjalankan tugas mereka dengan penuh rasa tanggung jawab dan integritas moral. Untuk Wajib Pajak tahap tarekat mencerminkan pentingnya memiliki sikap yang jujur, berintegritas dan bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban pajak. Praktik keagamaan seperti zikir dan doa akan membantu Wajib Pajak dalam menjalani proses pemeriksaan dengan ketenangan hati. 

Tahap ketiga adalah hakikat, dalam pemeriksaan pajak ini dapat diartikan sebagai kemampuan pemeriksa pajak untuk melihat di balik angka- nagka dan dokumen- dokumen keuangan untuk memahi situasi sebenarnya dari suatu entitas dan memastikan kebenaran dalam penyajian laporan keuangan. Dari sisi Wajib Pajak, mereka dihadapkan pada kebutuhan untuk memberikan informasi yang akurat dan jujur kepada pemeriksa pajak. Memahami pentingnya hakikat kebenaran dalam melaporkan informasi keuangan dapat membantu Wajib Pajak dalam menghadapi proses pemeriksaan dengan keyakinan dan kepercayaan diri.

Yang terakhir adalah Makrifat yang merupakan puncak dari perjalan spiritual, dalam pemeriksaan pajak tahap ini mencerminkan tujuan akhir dari pemeriksaan itu sendiri yaitu memberikan pencerahan atau pemahaman tentang situasi keuangan dan pajak dari sutau entitas kepada pihak terkait atau pemangku kepentingan. Prinsip prinspi filofis yang terkandung dalam konsep empat tahap menuju kesempurnaan memberikan pandangan berharga dalam menjalankan prose pemeriksaan pajak dengan integritas, keadilan dan pemahaman yang holistik tentang situasi yang dihadapi.

Referensi

Apollo (2022) Apa itu Jagat Gumelar, Jagat Gumulung. Diakses pada 1 April 2024 dari https://www.kompasiana.com/balawadayu/61e4c00e4b660d406363d8b2/apa-itu-jagat-gumelar-jagat-gumulung

Ciptoprawiro, Abdullah.  (1986) Filsafat Jawa. Balai Pustaka.

Rifan Aditya (2023) Arti Sedulur Papat Limo Pancer dalam Budaya Jawa: Ketuban, Ari-ari hingga Plasenta. Diakses pada 2 April 2024 dari https://www.suara.com/news/2023/08/02/142216/arti-sedulur-papat-limo-pancer-dalam-budaya-jawa-ketuban-ari-ari-hingga-plasenta

Sandika, I Ketut. (2022). Sedulur Papat Kalima Pancer: Ilmu Rahasia Kelahiran dan Kematian. Javanica

Tri Indriawati (20230). Apa Itu Syariat, Tarekat, Makrifat dan Hakikat. Diakses pada 4 April 2024 dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/13/180000379/apa-itu-syariat-tarekat-makrifat-dan-hakikat?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun