Mohon tunggu...
Jazzy D.a.n.
Jazzy D.a.n. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku bukan siapa-siapa....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Review "Welcome To Dongmakgol" (2005) : Desa Yang Membawa Damai

26 Juni 2013   12:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:24 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dongmakgol, nama sebuah desa yang terletak di dataran tinggi Korea Utara (Korut). Berbatasan dengan Korea Selatan (Korsel). Penduduknya hidup dalam semangat persaudaraan yang tinggi, rukun, sederhana, dan sejahtera. Rata-rata bermata pencaharian sebagai petani sebagaimana penduduk yang tinggal di pegunungan pada umumnya. Sangat tradisional. Lokasi yang terpencil membuat mereka tidak tercemar dengan berbagai polusi kedengkian, polusi perselisihan, polusi hedonis, polusi media, bahkan polusi politik sebagaimana dialami penduduk yang tinggal di perkotaan. Sehingga sekalipun negara mereka tengah bergolak dalam perang saudara (linimasa dalam film ini adalah tahun 1950), mereka tetap nyaman santosa menggeluti kehidupan sehari-hari, bahkan sama sekali tidak tahu Perang Korea tengah berkobar. Hingga suatu ketika ada tiga serdadu Korut dan dua serdadu Korsel kehilangan arah dan memasuki wilayah desa. Karuan saja dua pihak yang berseteru ini membawa semangat perang mereka yang menyala-nyala ke zona damai bernama Dongmakgol. Semangat perang berbalut rasa cinta terhadap tanah airnya masing-masing. Sebelum mereka datang, terlebih dahulu ada seorang pilot Amerika Serikat yang dirawat di situ setelah pesawatnya jatuh tak jauh dari pemukiman. Sebetulnya, Dongmakgol menyambut kedatangan mereka semua dengan tangan terbuka. Sebuah keramahan khas masyarakat desa.

13722239352003965628
13722239352003965628
Lalu apakah kemudian desa Dongmakgol tersulut api peperangan yang dibawa para pendatang itu? Ternyata penduduk Dongmakgol terlalu asing dengan apa yang namanya perselisihan, pertikaian, apalagi peperangan. Walaupun di tengah-tengah todongan senjata dan granat yang siap dicabut pemicunya, mereka cuek saja. Buat mereka, serangan babi hutan yang mengacak-acak perkebunan mereka dianggap jauh lebih gawat dan lebih patut dibahas karena mengancam ketahanan pangan desa, daripada lima orang yang datang dengan membawa 'tongkat panjang' dan 'buah labu' di kepalanya itu. Seorang nenek malah sempat-sempatnya melintas dengan enteng di tengah-tengah situasi nan genting karena sudah tidak kuat menahan hasrat untuk BAB! Sangat menggelikan melihat penduduk Dongmakgol yang tidak sadar ancaman. Ancaman yang sebetulnya dapat mengoyak kedamaian desa. Mereka santai-santai saja, malah tentara-tentara itu yang terbengong-bengong menyaksikan reaksi mereka yang abnormal atau tidak sebagaimana mestinya. Yah, bagaimana mereka akan bereaksi secara normal kalau mereka tidak tahu apa itu senjata, granat, diperintah untuk angkat tangan juga tidak paham maknanya, dan berbagai bentuk kepolosan serta kebutaan mereka terhadap dunia luar. Para tentara itu bahkan meyakini bahwa mereka tengah memasuki suatu desa yang aneh! Kalau di Dongmakgol ada Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), maka lembaga itu patut mendapat apresiasi. Bagaimana tidak? Penduduk desa sangat solid dan sama sekali tidak tercemar dengan aroma kebencian yang dibawa para serdadu itu. Mereka tetap melayani tamu-tamu mereka dengan ketulusan. Bahkan lama-kelamaan justru para serdadu itu merasakan arti hidup yang 'benar-benar hidup' di Dongmakgol. Semangat persaudaraan yang seolah-olah telah menjadi budaya dan mengalir dalam nadi setiap penduduk Dongmakgol. Akibat tidak sengaja meledakkan lumbung pangan desa, para tentara itu tinggal lebih lama di Dongmakgol. Mereka tinggal dan berniat menebus dosa mereka dengan cara turut bekerja di ladang. Bertani untuk menghasilkan makanan sebagai ganti persediaan pangan yang mereka hancurkan. Hari-hari yang mereka lalui semakin menumbuhkan kecintaan mereka terhadap Dongmakgol dan masyarakatnya. Bahkan hubungan di antara tentara yang sebetulnya berbeda kubu itu berangsur-angsur membaik, menepikan segala konflik yang mereka bawa sebelumnya. Mereka sepakat untuk menanggalkan seragam berikut atribut kemiliterannya untuk berbaur dengan penduduk desa. Keinginan untuk meninggalkan tempat itu pun pupus sudah. Park Kwang-hyun sebagai sutradara berhasil mengemas tontonan sarat pesan moral ini dengan ringan, cerdas, dan menggelitik. Walaupun saya tidak hafal nama pemainnya satu per satu maupun karakter yang dibawakannya, namun setiap karakter di sini terasa saling bersinergi dengan kuat (kecuali pilot Amerika yang sepertinya kurang memberikan warna), sehingga penonton yang tadinya antipati terhadap para pendatang itu sedikit demi sedikit mulai bersimpati. Yang paling mencuri perhatian justru karakter gadis desa yang agak terganggu jiwanya. Sepintas seperti bukan karakter yang penting, namun setiap kemunculannya selalu mengesankan. Yang kurang dari film ini mungkin hanya efek khususnya yang sangat kasar, namun itu hanya muncul pada adegan pertarungan dengan babi hutan di ladang. Secara keseluruhan, Welcome To Dongmakgol adalah sebuah film yang sangat layak direkomendasikan. Film tentang ketulusan dan persaudaraan. Kisah tidak berhenti sampai di sini saja. Suasana damai di Dongmakgol berangsur-angsur mulai terusik seiring dengan kedatangan pasukan gabungan Amerika dan Korsel dalam misi menemukan dan menyelamatkan sang pilot. Mereka menganggap bahwa sang pilot ditawan penduduk lokal. Dongmakgol dianggap sebagai basis kekuatan komunis. Kali ini suasana damai betul-betul tergoncangkan. Para protagonis kita sangat tidak rela melihat desa yang mereka cintai diinjak-injak, dicemari, dan terancam dibumihanguskan oleh pasukan haus darah dari Seoul yang tidak pernah melihat indahnya kehidupan di Dongmakgol ini. Oleh karena itu mereka sepakat untuk kembali berseragam tempur, kembali angkat senjata, dan bertempur, sekalipun harus bertaruh nyawa. Bukan demi Korsel, bukan demi Korut, namun demi sebuah desa yang penuh damai bernama Dongmakgol!

1372223998780138107
1372223998780138107
Bahwa sesuatu yang baik tidak boleh luntur atau bahkan kalah oleh pengaruh yang buruk. Saya rasa itu adalah pesan utama yang hendak disampaikan melalui film ini. Pesan yang setiap penonton dapat menangkapnya dengan mudah. Satu lagi yang menarik, ketika kepala desa ditanya apa resepnya bisa menjaga perdamaian di wilayahnya? Jawabannya sangat sederhana : beri mereka makan yang banyak. Dialog yang sangat patut direnungkan, khususnya untuk pemimpin-pemimpin bangsa ini agar memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Kalau ingin negara dalam kondisi stabil, perut rakyat tidak boleh dibiarkan kosong!

Diposting ulang dari : http://www.facebook.com/notes/djati-agung-nugroho/welcome-to-dongmakgol-2005-desa-yang-membawa-damai/501099076604216

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun