Yayok Haryanto, No. 107
"Meeeoooong", suara anak kucing di langit-langit rumahku.
"Akulah jawaban do'amu, karena Allah itu ada dan mengabulkan secara langsung sebagian do'a", tergetar hatiku oleh bunyi atau tepatnya suara panggilannya.
Aku segera naik ke atas lemari pakaian, membuka penutup pintu masuk langit-langit, dan nampak seekor anak kucing gagah, berbulu hitam, di bagian punggung dan luar badannya, sedangkan di bagian dalam, berwarna putih serta berekor pendek dan berkelamin jantan. Perlu diketahui, masyarakat umum, termasuk aku, lebih menyukai kucing jantan, dengan alasan karena tidak beranak pinak.
"Neki", panggilan kesayanganku.
Kucing yang menjadi temanku saat duduk di kelas 2 SMP. Dia memahami bahasaku. Saat dia buang kotoran sembarangan, aku jentik telinganya, sembara kukatakan, "Jangan buang kotoran sembarangan dan kotoranmu jangan kamu makan lagi".",Â
"Nih, kotoran harus dipendam di pasir, biar tidak bau", kataku, sambil menekan kepala Neki Kucing  ke pasir tempatku memberinya contoh meneimbun kotoran di tempat yang berpasir. Neki tidak pernah buang kotoran sejak saat itu. Alhamdulillah. Dia makan semua makanan yang bau air liurku.
Ayahku pernah bercerita, untuk bisa saling memahami dengan burung, kucing atau binatang piaraan lainnya, tipsnya adalah :"Biasakan hewan kesayangan kita meminum air liur kita, kalau tidak jijik, terhadap burung misalnya, bisa langsung diminumkan langsung dari mulut kita. Sedangkan untuk kucing, dan sebagainya, cukup dengan kita ludahi minuman atau makanannya, Bukan sekedar ludah, namun yang terpenting doa dan perasaan kita, agar kita bisa saling memahami dan menyayangi dengan teman kita dari jenis binatang tersebut."
Neki tumbuh berkembang dengan pesat dan sehat, saat libur sekolah, dia makin akrab dan mengikuti kemana saja. Tentu saja aku sangat bangga pada tetangga sekitar dan anak-anak sebayaku. Aku punya sahabat bermain dan penjaga tikus di lumbung yang handal. Kebahagiaan yang berbuah petaka.
Saat aku pulang sekolah, tidak biasanya Neki kali ini menyambutku dengan langkah gontai dan berlinang air mata. "Kenapa Neki Bik ?', tanyaku pada pembantu.Â
"Tadi anak-anak ngajak bermain, Neki dipanggil ikut. Ternyata Neki diadu dengan anjing. Neki ketakutan dan memanjat bambu, lalu anak-anak menggoyang pohon bambu tersebut. Neki jatuh dan hup, anjing yang dilatih menangkap tupai dan musang tersebut langsung menggigit perut Neki".
Neki mengangguk, diiringi derai air matanya. "Maafkan aku sahabatku, tidak bisa menemanimu lebih lama lagi", tatapnya. Aku pun meminta maaf, karena telah membawanya ke dunia luar yang culas, "Maafkan aku, Neki",. Neki tidak menyahut, lalu dia mengambil tempat dibalik timbunan kain kelambu, dan sorenya telah terbujur kaku.
Innaa Lillaaahi wa Innaa Ilaihi Rooji'uun
Semoga sahabatku termasuk binatang yang tetap abadi kelak di sorga, dan semoga aku kelak juga termasuk orang yang disayangi dan diampuni Allah SWT, agar kelak bisa kembali bersamanya lagi.
Neki, 30 tahun kemudian, di suatu musholla yang sepi, aku meneteskan air mata dan kembali memohon kepada Allah SWT untuk memberiku teman dari bangsa kucing. Tidak putus asa aku berdo'a, di tempatku bekerja.
"Meeeooong", sapa seekor kucing perempuan, gadis yang bersahaja dan manja. "Akulah do'amu, dan maaf, aku seekor perempuan,"ngeongmu. "Kamu jawaban doaku, tidak peduli kamu betina, aku akan tetap menyayangimu sebagai sahabatku", elusku padanya.
Si gadis kucing yang sangat manja dan suka dibelai. Dipertemukan oleh Allah SWT dengan seorang suami yang jauh dari istri yang tentu saja jarang membelai. Suatu pertemuan yang unik. Semoga hati ini selalu ingat dan bersyukur, bahwa Manis -nama kucing gadis itu- adalah amanah dari Allah SWT untuk kusayangi. Umurnya pasti dibawah umur anak gadisku yang kini menginjak SMA. Bangsa kucing, umur 15 tahun pasti sudah jadi buyut.
"Ayolah, main dan belai manis dulu papi, jangan hanya mikir kerjaan doang !", raih kaki Manis padaku. "Maaf, papih sedang dikejar target oleh pimpinan," helaku pada badab Manis yang menutupi edamame -kedelai Jepang- obyek tugas dokumentasiku.
[caption caption="Manis Mengajak Main, Minta Dibelai"][/caption]
"Ayolah Papi, sebentar saja", tatap manis saat kusuruh tidur saja.
[caption caption=""Ayolah sebentar saja papi", tatap Manis."]
"Nggak bisa Manis ! Jangan nakal, pekerjaan ini harus segera selesai !," Akhirnya Manis mengerti dan pindah tempat. Sambil menunggu aku selesai melaksanakan tugas.Â
[caption caption="Manis Tidur setelah Gagal Mengajakku Bermain"]
"Alhamdulillah", pujiku kepada Allah SWT. Diberi teman dan anak asuh yang baik dan manja. Begitu besar kepercayaan Manis padaku, hingga tidurnya pun saat malam, sangat nyenyak dan tanpa beban.
[caption caption="Manis Tidur Nyenyak Tanpa Beban"]
"Aku ini adalah binatang jalang, Dari kumpulannya yang terbuang", sayup terdengar suara pelajar membacakan puisi Chairil Anwar. Dan aku, adalah binatang yang berakal budi dan berbicara, sebagaimana binatang, sama-sama makhluk Allah SWT.
Demikianlah kisahku tentang pembicaraan dan kehidupan di dunia binatang.
Silahkan kunjungi karya-karya penulis fiksi keren di :
dan kunjungi kami di Facebook :
[caption caption="Kunjungi Kami Di Facebook"]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H