Neki mengangguk, diiringi derai air matanya. "Maafkan aku sahabatku, tidak bisa menemanimu lebih lama lagi", tatapnya. Aku pun meminta maaf, karena telah membawanya ke dunia luar yang culas, "Maafkan aku, Neki",. Neki tidak menyahut, lalu dia mengambil tempat dibalik timbunan kain kelambu, dan sorenya telah terbujur kaku.
Innaa Lillaaahi wa Innaa Ilaihi Rooji'uun
Semoga sahabatku termasuk binatang yang tetap abadi kelak di sorga, dan semoga aku kelak juga termasuk orang yang disayangi dan diampuni Allah SWT, agar kelak bisa kembali bersamanya lagi.
Neki, 30 tahun kemudian, di suatu musholla yang sepi, aku meneteskan air mata dan kembali memohon kepada Allah SWT untuk memberiku teman dari bangsa kucing. Tidak putus asa aku berdo'a, di tempatku bekerja.
"Meeeooong", sapa seekor kucing perempuan, gadis yang bersahaja dan manja. "Akulah do'amu, dan maaf, aku seekor perempuan,"ngeongmu. "Kamu jawaban doaku, tidak peduli kamu betina, aku akan tetap menyayangimu sebagai sahabatku", elusku padanya.
Si gadis kucing yang sangat manja dan suka dibelai. Dipertemukan oleh Allah SWT dengan seorang suami yang jauh dari istri yang tentu saja jarang membelai. Suatu pertemuan yang unik. Semoga hati ini selalu ingat dan bersyukur, bahwa Manis -nama kucing gadis itu- adalah amanah dari Allah SWT untuk kusayangi. Umurnya pasti dibawah umur anak gadisku yang kini menginjak SMA. Bangsa kucing, umur 15 tahun pasti sudah jadi buyut.
"Ayolah, main dan belai manis dulu papi, jangan hanya mikir kerjaan doang !", raih kaki Manis padaku. "Maaf, papih sedang dikejar target oleh pimpinan," helaku pada badab Manis yang menutupi edamame -kedelai Jepang- obyek tugas dokumentasiku.
[caption caption="Manis Mengajak Main, Minta Dibelai"]
"Ayolah Papi, sebentar saja", tatap manis saat kusuruh tidur saja.
[caption caption=""Ayolah sebentar saja papi", tatap Manis."]
"Nggak bisa Manis ! Jangan nakal, pekerjaan ini harus segera selesai !," Akhirnya Manis mengerti dan pindah tempat. Sambil menunggu aku selesai melaksanakan tugas.Â