Pada hari Ahad, 30 September 2012, saya bersepeda dengan rute. Stasiun Patukan (05.50 WIB)- Kalibayem - Wirobrajan - Taman Pintar - Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat - Pasar Ngasem - Â Alun-alun Kidul. Aktivitas Ahad pagi di Alun-alun Kidul, Yogyakarta. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut ke Pasar Gading - Pasar Prawirotaman - SPBU Jogokaryan - ISI - Gabusan-Manding - SMK Ki Ageng Pamanahan - Pavajo (Kawasan Budidaya Air Tawar).
Bikers melintas di Pavajo. (dok. pribadi)
Buah nangka masih di pohon ini ada di depan Pavajo. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut ke Dusun Sruwuh (utara Pasar Donotirto yang sedang dibangun).
Tetenger PHT di Dusun Sruwuh, Donotirto, Kretek,
Bantul, DIY. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut menuju Jembatan Kretek (Kali Opak). Di sebelah timur sana, dahulu pada tahun 1997, suatu sore, saya bersama ratusan teman-teman Perguruan Pencak Silat Beladiri Tangan Kosong (PPS Betako)
Merpati Putih se-Daerah Istimewa Yogyakarta dilantik menjadi anggota MP.Â
Merpati Putih (MP) merupakan salah satu perguruan pencak silatbela diri Tangan Kosong (PPS Betako) dan merupakan salah satu aset budaya bangsa, mulai terbentuk aliran jenis beladiri ini pada sekitar tahun 1550-an dan perlu dilestarikan serta dikembangkan selaras dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi dewasa ini. Saat ini MP merupakan salah satu anggota Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dan Martial Arts Federation For World Peace (MAFWP) serta Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa atau PERSILAT (International Pencak Silat Federation). Ritualnya adalah kami bergandengan tangan berdiri di tengah-tengah sungai dengan air yang cukup deras, tetapi tidak membahayakan. Sang guru atau senior, saya sudah lupa, menyalami kami satu per satu. Kepala kami diguyur air sungai dan kembang.
Perahu di Kali Opak. (dok. pribadi)
Kali Opak sisi barat. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut menuju Tiketing Pantai Parangtritis. Karena saya bersepeda, maka saya tidak membayar tiket tanda masuk. Pada setiap obyek
wisata, pesepeda tidak pernah membayar HTM. Enak to nek pit-pitan kuwiii, hihiihi....... Dalam perjalanan saya ngobrol dengan seorang bapak agak tua bersepeda onta. Apik tenan pite....sampai dengan tanjakan menjelang makam Syeh Bela-Belu, bapak itu masih kuat bersepeda tanpa turun dari sadelnya. Begitu juga seorang bapak sebaya, meskipun sepedanya biasa saja, bukan onta. Kemudian sampailah ke gerbang Makam Syeh Maulana Mahribi. Sebelumnya ada plang makam Syeh Bela-Belu (SBB), tetapi saya mengurungkan niat ke sana, karena melihat undakannya begitu tinggi.  Tiba-tiba tanpa ada niat dari rumah, saya ingin sekali mendatangi makam Syeh Maulana Magribi (SMM) yang plangnya terlihat dari jalan. Padahal saya berniat dari rumah untuk ke Pantai Parangtritis. Saya membeli batu baterai (BB) untuk kamera, kemudian saya bertanya kepada penjual BB mengenai makam SMM. Namun ia mengatakan tidak mengerti betul makam SMM. Demikian pula dengan tukang parkir rumah makan, tetapi darinya saya mendapatkan informasi bahwa jaraknya hanya 400 meter dari tempat parkir sepeda saya. Undakannya memang menanjak, tetapi tidaklah setinggi makam SBB, sehingga saya masih ada tenaga untuk sampai ke makam SMM.
Gerbang Makam Syeh Maulana Mahribi. (dok. pribadi) Baru sepertiga jalan, ada cungkup makam Kiai Prayitno, entah siapa beliau saja tidak tahu-menahu. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Pada sebelah kiri (sebelah utara) terdapat dua rumah. Kemudian tak lama kemudian makam SMM sudah terlihat. Saya mengambil air wudhu untuk sholat tahiyyatul masjid dan dhuha di Mushola An-Nur, tepat di bawah makam SMM. Bersamaan dengan saya ada seseorang yang sedang berwudhu. Saya sengaja sholat di luar mushola untuk mendapatkan angin segarr...memang benar-benar segerrr..... di dalam mushola ada seorang ibu sedang khusyuk berdo'a. Setelah sholat saya pun menjeprat-jepret. Woww...Subhanalloh...sungguh indahnya pemandangan pantai Parangtritis dan Parangkusumo dari mushola ini.
Gerbang Mushola An-Nur. (dok. pribadi)
Mushola An-Nur di komplek Makam Syeh Maulana Mahribi. (dok. pribadi)
Pantai Parangtritis dijepret dari Mushola An-Nur. (dok. pribadi)
Tetenger di depan Mushola An-Nur. (dok. pribadi) Setelah cukup beristirahat dan jeprat-jepret, saya naik ke atas, menuju makam SMM, tetapi tak lupa berinfak di kotak yang sudha disediakan.
Gerbang cungkup makam Syeh Maulana Mahribi. (dok. pribadi) Saya urungkan niat untuk menjepret makam Walisanga tersebut. Saya hanya mencatat papan silsilah SMM hingga Panembahan Senapati (PS) dan Sultan Agung Hanyakrawati dibingkai kaca. Mmm....saya baru tahu bila SMM adalah leluluhurnya PS. Inilah silsilahnya: Syeh Majidil Kubro (SMK) berputra Syeh Maulana Maghribi (SMM) R. Wilatikta (Raden Sahur) menikah dengan Retno Dumilah, berputra Sunan Kalijaga (SK) dan Dewi Rosowulan (DR) Brawijaya V berputra Bondan Gejawan (Bondan Kejawan) (BK) SMM menikah dengan DR, berputra Jaka Tarub II Jaka Tarub (JT) II menikah dengan Dewi Nawangwulan (DNw), berputra Dewi Nawangsih (DNs) DNs menikah dengan BK, berputra Ki Getas Prendawa (KGP) KGP berputra Ki Ageng Nis (Ki Ageng Henis) (KAN) KAN berputra Ki Ageng Pemanahan (KAP) KAP berputra Panembahan Senapati (PS) Dalam hati saya bertanya, bahkan hingga detik ini, benarkah silsilah tersebut? 1) Siapakah Syeh Majidil Kubro? 2) Siapakah sebenarnya Syeh Maulana Mahribi? Apakah sama dengan Syekh Maulana Maghribi yang lebih populer degan nama Ki Ageng Gribig (KAG)? Apakah hanya berbeda menuliskannya Walisanga itu saja? Karena orang Jawa seringkali sulit untuk mengatakan maghrib, tetapi mengatakan mahrib. Menurut buku
Peran Wali Songo Mengislamkan Tanah Jawa, suami DR adalah Empu Supo (ES), punggawa Majapahit yang disuruh Prabu Brawijaya V untuk bertemu dengan Raden Fattah (Raden Patah) di Demak. ES tetap terkenal sebagai tokoh Kejawen walaupun telah menjadi ipar SK atau suami DR yang waktu kecil Islamnya sudah cukup baik. Setelah menjadi suami DR dan amsuk Islam, ada yang mengatakan bahwa ES lalu menggantikan kedudukan mertuanya menjadi Adipati Tuban. Namun kebenaran berita ini tidak mendapat dukungan dokumen maupun monumen. Makam ES di kompleks pemakaman Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak, tetapi berada di luar lingkaran kedua ahli waris kedua. Buku tersebut juga menuliskan, akan tetapi Maulana Maghribi (MM) meninggal pada tahun 1465, kompleks makam di belakang Masjid Demak tersebut belum ada. Jadi MM adalah orang pertama yang dimakamkan di tempat itu. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa sebenarnya makam MM memang di Jatinom, Klaten, sedang untuk penghormatan di belakang Masjid Demak juga dibuat makam fiktif sebagaimana Prabu Darmokusumo tersebut. Hal serupa juga terjadi pada diri Sunan Bonang (SB) yang mempunyai dua makam, yaitu di Tuban dan Pulau Bawean, dan makam SK Â di kompleks makam Sunan Ampel. Ada kemungkinan lain bahwa yang dimakamkan di Jatinom adalah pengikut setia atau anak-cucu MM. Di Jatinom sendiri, kisah tentang KAG sangat beragam dan semuanya penuh dengan mistik serta hal-hal yang tidak masuk akal, sehingga justru menyebabkan kebenaran kisah-kisah tersebut diragukan. Pemandangan di sekitar makam SMM juga sangat bagus. Subhanalloh...
Pemandangan Pantai Parangtritis (Paris) dari bawah Makam Syeh Maulana Mahribi. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut ke Pantai Parangkusumo. Sudah lama saya tidak menginjakkan kaki di pantai yang ada batu sangat besar itu. Batu itu kini dipagar, yang diyakini dilontarkan oleh Ki Merapi (Gunung Merapi). Laut Kidul (Laut Selatan = Samudera Indonesia) - Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat - Tugu Golong-gilig - Gunung Merapi merupakan garis lurus imajiner magis kosmologi orang Jawa.
Sepedaku berdiri di pasir Pantai Parangkusumo. (dok. pribadi)
Sepedaku di pantai Parangkusumo. (dok. pribadi) Pada malam-malam tertentu kawasan ini ramai pengunjung, yang diduga ngalap berkah. Saya pernah pada suatu kesempatan malam-malam berkunjung ke sini. Pada tahun 1997 pula, pada ritual penerimaan anggota baru MP, sedikitnya kami tiga hari tiga malam berada di Pantai Parangkusumo.
PPS Betako Merpati Putih, menurut informasi yang saya ingat, merupakan ciptaan asli seseorang keluarga Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. MP tidak hanya di DIY, tetapi sudah menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan ke mancanegara. Pada malam hari hingga tengah malam, hawa yang begitu dingin, kami membuat lingkaran yang ditengah ada api unggun, para senior menjaga kami. Kemudian kami berjalan-jalan atau merayap di gumuk pasir terindah dan tiada duanya di dunia itu. Pada gumuk pasir yang tertinggi, kemudian kami turun dengan cara merayap, tidak boleh terguling, harus menjaga keseimbangan pada saat naik juga turun. Selama itu pula kami berada di tenda-tenda, sangat banyak tenda. Kami berasal dari Komando Latihan (Kolat) se-DIY yang di antaranya berasal dari unit kegiatan mahasiswa kampus-kampus seperti UGM, UPN, UII, Kolat Kota Jogja, Kolat Parangkusumo sendiri, dll. Nyaris kami tak tidur semalam itu, karena pagi harinya, sekitar pukul 03.00 hingga fajar, kami melakukan gerakan-gerakan jurus MP, untuk menguatkan kaki-kaki, tangan, badan, dan lain-lain. Tak hanya diam tak bersuara (hening), tetapi kadang pula kami berteriak-teriak mengikuti gerakan jurus. Kemudian setelah itu berlari-lari menuju bukit Sempu, arah timur dari Parangkusumo-Paris. Sampai sore hari kami mengelilingi bukit, naik turun, kadang kami berhenti di sebuah rumah, sekadar untuk meminta minuman pelepas dahaga. Kemudian tahu-tahu sudah sampai di Kali Opak untuk ritual mandi seperti yang saya ceritakan di atas. Perjalanan berlanjut melalui jalan beraspal baru yang menghubungkan Pantai Parangtritis-Parangkusumo dengan Pantai Depok. Di sepanjang jalan beraspal itu ada beberapa video shooting prewedding dengan obyek gumuk pasir yang indah..wowow.... Selain itu, ada pula pula kawasan pertanian sayur-mayur, terutama bawang merah. Kemudian saya sampai ke kawasan Pasar Ikan Segar Pantai Depok. Saya hanya sampai pada menara masjid saja. Saya mengobrol sebentar dengan petugas parkir mengenai ramainya Pantai Depok, yang dikenal sebagai Jimbaran-nya Jogja. Memang sudah hampir dua tahun saya tidak berkunjung ke Pantai Depok, sehingga baru tahu keramaiannya seperti sekarang itu.
Kawasan Pasar Ikan Segar Pantai Depok. (dok. pribadi) Kemudian perjalanan berlanjut, saya melewati Markas Pol Air DIY, tak jauh dari pintu masuk Pantai Depok dari arah utara, yang kini dihiasi dengan wadah-wadah air minum berukuran raksasa yang dibuat oleh Geospasial Geografi UGM.
Pintu masuk/tiketing Pantai Parangtritis. (dok. pribadi)
Pathok atau tetenger YOGYA 24 ini berada di depan sekitar 50 meter lokasi tiketing Pantai Parangtritis. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut melewati Jembatan Kretek (Kali Opak).
Suasana siang di Jembatan Kretek. (dok. pribadi)
Tetenger Jembatan Kretek (Kali Opak). (dok. pribadi)
Tetenger "Dilarang Menambang Pasir" di Jembatan Kretek. (dok. pribadi) Perjalanan berlanjut ke Pasar Donotirto - Panjangrejo - Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat DIY (Pundong) - RS Rachma Husada - GKJ Patalan - SMP Negeri 2 Jetis - GKJ Canden (terus ke timur ketemu sungai besar, entah sungai apa namanya) - Pasar Barongan - SPBU Jalan Imogiri Barat (sebelumnya, sebelah selatan ada warung angkringan. Warga dusun ini sangat tertib memasang bendera peringatan G30 S/PKI dan Hari Kesaktian Pancasila) - Ngoto - Wojo - Pasar Telo - BNI UII (Jl. Taman Siswa) - LP Wirogunan - Kanwil Kementerian Agama - Stadion Mandhala Krida - Markas Brimob DIY - SPBU - XXI - RS Bethesda - TB Gramedia Sudirman - Tugu - Pasar Tlagareja - Demakijo - Stasiun Patukan (15.45 WIB).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya