Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ayo Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar

7 September 2012   04:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Warga Negara Indonesia, saya teringat akan Sumpah Pemuda, terutama butir ketiga, yakni Berbahasa yang Satu Bahasa Indonesia. Namun saat membaca buku, majalah, dan tabloid yang gado-gadonya aksara dan bahasanya sering kali  membuat saya bertanya-tanya: apakah itu aksara dan bahasa Indonesia yang baik dan benar? Bisa jadi hal itu terjadi karena penguasaan pengetahuan bahasa yang belum memadai, termasuk saya pun masih belum mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Maka tak heran di kalangan pelajar justru mata pelajaran Bahasa Indonesia termasuk yang bernilai jelek. Pasalnya, bila dicermati benar, Bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang rumit, dalam arti tidak sepele.

Padahal kita orang Indonesia kan? Namun fakta itu jangan sampai membuat kita saling menyalahkan, jangan mengatakan itu sebuah kebodohan. Kita pun bisa berapologi, mencari segudang pembenaran, tetapi jangan lantas keinginan untuk terus-menerus belajar terhenti, justru harus senantiasa diasah agar Bahasa Indonesia tidak punah. Sebagai orang Jawa, bahkan saya bisa jadi termasuk yang parah, karena tidak hafal aksara Jawa, bila disuruh menulis sebuah kalimat menggunakan aksara Jawa, maka dipastikan saya tidak bisa. Juga menulis atau berbicara menggunakan bahasa Jawa, saya tidak terlalu bisa. Waduh, malunya, hiks hikss.....

Sebagai orang Banyumas pun saya sudah banyak lupa bahasa Ngapak-ngapak, salah satunya gara-gara belasan tahun sudah hidup di Yogyakarta, bahkan beberapa orang DIY sendiri menganggap saya orang Yogyakarta, menurut cerita ayah memang leluluhur saya orang Yogyakarta, karena gaya Ngapak khas Kasino atau Darto Helm sudah hilang, meskipun setelah ngobrol lama barulah ketahuan kalau saya masih belum hilang ke-pribumi-annya sebagai orang Republik Ngapak, karena menurut ayah leluhur saya masih trah Sunda. Berbekal cerita ayah tersebut, sudah agak lama hingga detik ini saya menelusuri ketersambungan Sunda dan Banyumas.  Insya Allah, kelak saya akan menuliskannya.

Bagi Kompasioner dan pembaca yang aslinya orang Batak, orang Minang, orang Palembang, orang Betawi, orang Sunda, orang Dayak, orang Bugis, orang Maluku, dan orang Papua sumonggo nguri-nguri atau melestarikan kebudayaannya masing-masing. Pasalnya, itu sangat penting dan itulah salah satu alasan kita bersama-sama mendirikan "rumah besar" kita yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salam Indonesia Kita!

Kembali ke persoalan kebahasaan, saya mencatat ada beberapa hal, di antaranya.

1) Sebagaimana kaidah Bahasa Jawa dan Indonesia, maka penulisan Jawa yang benar adalah Jawa, sedangkan membacanya Jowo. Demikian pula penulisan Sunan Kalijaga dan Wali Sanga yang benar adalah Sunan Kalijaga dan Wali Sanga, sedangkan membacanya boleh tetap Sunan Kalijaga dan Wali Sanga, tetapi bila ingin kerasa benar Jawanya, maka membacanya Kalijogo dan Wali Songo.

Demikian pula dengan penulisan Gadjah Mada yang benar adalah Gadjah Mada, sedangkan membacanya boleh tetap Gadjah Mada,kerasa gagah memang, dan memang Mahapatih Majapahit itu sangat gagah. Namun bila inginkerasabenar Jawanya, maka membacanya Gadjah Modo, tetapi bukan Godjoh Modo, lho... karena kata Gadjah berasal dari nama hewan gadjah (gajah). Namun penulisan Gadjah Mada, terutama Gadjah itu karena menurut Bahasa Indonesia ejaan lama, sedangkan menurut Bahasa Indonesia ejaan baru maka Gajah, sehingga menjadi Gajah Mada. Pendapat saya pribadi, kerasa gagah sekaligus sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa besarnya, maka saya lebih mantap menulis dan menyebut mahapatih pengucap Sumpah Palapa itu dengan nama Gadjah Mada atau Gadjahmada. Mengenai sosok mahapatih ini, termasuk penulisan dan penyebutannya Gadjah Mada atau Gadjahmada, Insya Allah akan saya tulis kelak.

Sedangkan mengenai nama kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau di wilayah Indonesia yang lain, seperti Ponorogo, Probolinggo, Purbalingga, maka tetap menuliskannya demikian adanya, meskipun bagi orang Jawa sebelah wetan, yaitu Jogja, Solo, dan Jawa Timur, kadang membaca atau menyebut Purbalingga menjadi Purbolinggo. Padahal Purbalingga merupakan sebuah kabupaten  di eks Karesidenan Banyumas yang sehari-hari memakai bahasa Ngapak-ngapak, maka membacanya tetap Purbalingga, haha.... Mengenai kenapa bisa begitu kelak akan saya tulis mengenai asal-usul orang Banyumas dan Sunda. Insya Allah.

Arya kadang ditulis Arya (Aryo), Aria (Ario), atau Harya (Haryo), karena menurut aksara Jawa Hanacaraka, Arya dibaca Harya, lagi-lagi ada sumbangsih rasa bahasa. Pasalnya, orang Jawa memang sangat peka terhadap rasa. Mengenai asal-usul Jawa dan asal-usul sifat-sifatnya yang komrehensif sedang saya telusuri, tulisan yang sudah ada (Asal-usul Orang Jawa Versi Babad Tanah Jawi (Wirjapanitra), Asal-usul Orang Jawa Versi Kompilasi, dan Asal-usul Orang Jawa Versi Padmosoekotjo dan Wikipedia) kelak akan saya rangkai menjadi satu-kesatuan yang tidak terpisahkan. Mengenai apakah penamaan Arya itu ada kaitannya dengan ras Arya yang unggul, juga sedang saya telusuri, Insya Allah kelak juga akan saya tulis.

2) Sebagaimana kaidah Bahasa Indonesia yang tidak mengenal dua kata bersambung, maka penulisan Wali Sanga yang benar adalah Wali Sanga, bukan Walisanga, sedangkan membacanya boleh tetap Wali Sanga, tetapi bila ingin kerasa benar Jawanya, maka membacanya Wali Songo. Namun lebih kerasa rasa bahasanya menuliskannya Walisanga, serasa menyatu, menjadi satu kesatuan dan tidak terpisahkan antara wali dan sanga, jadi semacam penulisan Baitullah, meskipun bisa juga ditulis Bait Allah.

Demikian pula dengan penulisan orang tua yang benar adalah orang tua. Hal itu benar bila yang dimaksud orang tua adalah orang yang sudah tua, bisa dipadankan dengan old man atau old woman. Walaupun bila orang tua dimaksudkan sebagai ayah dan ibu, maka sebenarnya lebih pas ditulis orangtua, karena mengacu pada parents yang terjemahannya orangtua = ayah dan ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun