Mohon tunggu...
Nina Bobo
Nina Bobo Mohon Tunggu... -

meramaikan saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dibalik Kasus Arcandra, antara Kekuasaan dan Kebangsaan

17 Agustus 2016   00:19 Diperbarui: 17 Agustus 2016   01:00 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : www.kompas.com (Luhut B.Panjaitan)

Apa yang Nina sampaikan tentang pak Luhut diatas sejujurnya karena tergelitik oleh artikel yang ditayangkan oleh pak Herry, pak Ragil dan pak Cuker yang pada hari ini semuanya seperti sedang menatap posisi kuat bahkan paling kuat yang dimiliki oleh pak Luhut pada kabinet saat ini, selain sebagai Menko Maritim 'reklamasi', Plt Menteri ESDM 'Freeport dan Offshore', beliau juga telah berhasil memposisikan Golkar kembali pada treknya menuju kekuatan politik 2019 mendatang yang sangat menentukan kemana arah kepemimpinan saat ini.

Kita berharap pak Luhut jangan lama-lama menjadi Plt Menteri ESDM, sebab kalau kelamaannya Nina yakin pak Arcandra dijamin jadi Wamen ESDM atau staff Ahli Kementeriaan ESDM lho hihihihi.

Disisi lain perihal topik kebangsaan pada kasus pak Arcandra yang disusul dengan tiba-tiba oleh kasus kewarganegaraan Gloria sang paskibraka, Nina seakan-akan merasakan ada pihak yang berkeinginan dibukanya peluang kewarganegaraan ganda dengan berbagai macam alasan.

Maafkan Nina yang berpendapat bahwa alangkah baiknya wacana kewarganegaraan ganda tidak perlu kita bahas lebih jauh, karena negara kita ini adalah warisan bagi anak cucu kita di masa akan datang, apakah kita lupa bagaimana para Pahlawan kita telah berjuang agar bangsa ini dapat berdiri dikaki sendiri, dengan identitas sendiri dengan semangat memiliki tanah air ini secara utuh demi kesejahteraan seluruh tumpah darahnya?

Dunia boleh mengglobal tapi warisan yang tersimpan baik dibumi, air dan udara diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah hak asasi bagi warga negaranya yang tunggal, yang siap hidup serta rela mati demi bangsa ini, tanpa harus beretorika bahwa dwi kewarganegaraan adalah perkembangan jaman. Jika ini kita aminkan, kenapa dulu para Prolamator kita tidak mengakui saja sebagai bagian dari Negara Belanda, Inggris atau bahkan Jepang? kenapa harus ngotot merdeka dengan pengorbanan yang begitu besar?  

Ingat Diaspora keberadaan rakyat Indonesia didunia biarlah mengalir dan berkembang seluas-luasnya tetapi yang memimpin dan mengelola bangsa ini harus kita yakini adalah anak-anak bangsa ini sendiri walaupun dengan kemampuan terbatas, daripada kita dipimpin oleh pemimpin dengan loyalitas ganda yang nantinya akan kita sesali sedalam sesal para Pahlawan.

Sebagai penutup Nina ingin mengingatkan bahwa Hujan Emas dinegeri orang tak seindah Hujan Batu di Negeri sendiri, bagi yang memilih menikmati hujan emas silakan, bagi yang siap dan rela merasakan hujan batu dinegeri sendiri adalah sebuah pengorbanan untuk masa depan.

Salam Nina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun