Sebagai masyarakat yang hidup dalam sistem Demokrasi memiliki harapan besar pada Pemilihan Umum atau Pemilu. Pemilu adalah rahim demokrasi yang di dalamnya melahirkan pemimpin berkualitas sehingga mampu mengubah dan memperbaiki masa depan suatu bangsa.Â
Kompetisi global menjadikan sebuah bangsa harus memiliki pemimpin yang berkualitas agar mampu berpartisipasi dalam isu-isu dunia.Perkembangan sektor teknologi menjadi basis kekuatan suatu bangsa dalam menghadapi berbagai macam persoalan.Â
Indonesia sudah hamil 8 bulan yang artinya sebentar lagi akan memiliki sosok pemimpin baru, menjadi menarik apakah pemimpin baru tersebut dapat mengubahan nasib rakyat ke arah yang lebih baik atau justru menyengsarakan rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan yang populis dan arogan.
Persoalan klasik pada masyarakat seperti kemiskinan, biaya pendidikan mahal dan akses hukum yang terbatas menjadi tantangan besar bagi siapa saja yang nantinnya menjadi pemimpin baru.Â
Sudah saatnya cara pandang kuno dalam menata kehidupan berbangsa harus disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga bangsa ini tidak banyak tertinggal dalam berbagai sektor yang fundamental.Â
Pendidikan adalah kunci utama dalam mereduksi ketertinggalan suatu bangsa, kita bisa lihat bagaimana Jepang ketika hancur di bom atom, pemimpinnya justru mengultimatum untuk bertahan lewat sektor pendidikan yaitu dengan mengutamakan kualitas pendidik.Â
Jepang sangat mengerti bagaimana kondisi saat itu jika ia tetap melawan justru akan merugikan generasi emasnya mendatang. Sejarah berharga ini perlu menjadi contoh khususnya bagi bangsa indonesia yang sebentar lagi akan mengalami masa-masa perubahan dan pergantian pemimpin.Â
Efek domino menjadi konsekuensi setiap bangsa khususnya dalam menentukan pilihan pemimpinnya ke depan pada pesta rakyat atau pemilu. Pesta rakyat notabene menjadi hak mendasar  bagi rakyat untuk menunjuk siapa pemimpin yang mampu mengubah nasib keluarga dan keturunannya. Seperti biasa kita hanyaa dimainkan suara oleh para bandit-bandit yang mengaku tangan Tuhan.Â
Hal demikian yang harus dihindari pada pemilu periode ini agar kita tidak termanipulasi hak pilihnya. Suatu nasib rakyat sangat tercermin pada siapa pemimpinnya, ini sudah menjadi rahasia umum bahwa pengaruh kepemimpinan menjadi bukti maju atau mundurnya suatu bangsa.Â
Kita ambil kasus di negara Sudan yang sampai detik ini masih konflik, pertanyaannya apakah pemimpinnya mampu mengatasi konflik tersebut denga waktu yang singkat dan meminimalisir korban dari warga sipilnya.Â
Momentum besar kita adalah setiap 5 tahun sekali ini menjadi hajatan sekaligus harapan rakyat agar kualitas hidupnya terjamin dan terangkat. Ongkos ratusan triliun tidak boleh menjadi bisnis belaka yang efeknya merusak mindset masyarakat dengan politik uangnya.Â
Hal ini sangat mencederai nilai-nilai demokrasi dan martabat suatu bangsa karena hak hidupnya digadaikan dengan lembaran uang. Sangat rugi sekali jika praktik hina ini terjadi lagi di pemilu 2024 mendatang yang notabene pemilu yang berada di zaman terbuka dan terkontrol masa lewat media sosial. Era keterbukaan ini seharunya menjadi contoh bagi partai politik dan para kandidatnya agar menghindari manipulasi hak rakyat lewat suaranya.Â
Jiwa kenegarawan harus hadir baik dari pihak masyarakat maupun kandidat agar bangsa ini menjadi bangsa yang lepas dari budaya-budaya kotor. Sudah saatnya masyarakat melihat dengan kritis urgensi dan konsekuensi ketika ia menggunakan hak pilihnya agar integritas dari pemlilu ini tidak luntur. Demikian pula untuk partai politik dan para kandidat agar malu ketika ingin melakukan praktik-praktik hina ini.Â
Menjadi konsekuensi dan contoh bagi generasi mendatang bahwa kita sebagai masyarakat indonesia sekaligus masyarakat mampu memberikan sumbangsi integritas bagi sistem demokrasi.Â
Para penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu harus menjadi teladan kemurnian dalam menjalankan amanat konstitusi. Sudah sangat kompleks persoalan bangsa ini, sehingga kita sangat berharap pada sosok pemimpin mendatang yang mampu menghadirkan solusi bukan malah menambah beban moril rakyatnya.Â
Jika kita cermati kondisi bangsa ini tidaklah baik-baik saja, justru kita mengarah ke arah yang akan membawa ke jurang jika ritme politik dan kebijakan tidak diubah untuk kepentingan rakyat. Hanya ada dua simbol dalam setiap kejadian, yaitu pelaku dan korban.
Jika kita melihat konteks pemilu tentu rakyatlah yang menjadi korban. Korban pemilu tentu adanya pada masyarakat, untuk itu sebagai masyarakat jangan mudah tertipu oleh iming-iming selembar kertas yang bergambar Bung Karno dan Bung Hatta.Â
Nilai integritas masyarakat tergantung bagaimana kita sebagai masyarakat mampu terbuka dengan iklim politik khususnya dalam konteks pemilu. Mindset lama harus kita buang dan bangun mindset baru bahwa hak pilih kita bukan hanya menentukan siapa yang jadi pemimpin, akan tetapi menentukan bangsa ini berlayar lepas di samudera dunia.Â
Dunia hari ini menjadi tidak stabil akibat perubahan iklim dan pemanasan global tentunya disebabkan dari kebijakan berbagai negara yang tidak melihat ini sebagai peristiwa penting untuk bertahan hidupnya manusia.Â
Pemilu sekali lagi adalah ruh demokrasi yang melahirkan berbagai macam pemimpin. Untuk itu sebagai masyarakat kita harus tetap berkomitmen pada prinsip kemurnian dan kejujuran agar harapan kita sebagai anak bangsa tercapai yaitu menjadi bangsa yang mandiri. Pemilu adalah agenda yang sangat menentukan nasib rakyat, baik buruknya pemimpin ditentukan dari hak pilih kita sebagai masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H