Mohon tunggu...
Banu Malau
Banu Malau Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Palangka Raya

saya sangat menyukai Hobi bermain bola,bulutangkis, dan voli. saya juga sangat suka dengan hal-hal yang berkaitan atau bertopik dengan Olahraga, Perekonomian suatu negara, dan juga sosial budaya yang ada di masing-masing daerah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebijakan Fiskal Pasca Pandemi COVID-19 oleh Pemerintah Indonesia

24 November 2022   10:30 Diperbarui: 25 November 2022   01:07 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBIJAKAN FISKAL PASCA PANDEMI COVID-19 OLEH PEMERINTAH INDONESIA

 

Banyak nyawa yang melayang akibat pandemi COVID-19. Selain itu, infeksi virus corona berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global dan juga berdampak pada Indonesia. Berikut beberapa dampak yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19 ekonomi Indonesia: Hal pertama yang terjadi pada semua orang adalah konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat turun. PPKM terus memperketat regulasi selama pandemi, mencegah masyarakat melakukan kegiatan ekonomi. Naik turunnya perekonomian dipengaruhi oleh Peraturan PPKM yang ketat di berbagai industri. Menurunnya angka investasi di berbagai sektor usaha merupakan efek kedua. Banyak orang, termasuk pengusaha, ragu untuk mulai berinvestasi karena ketidakpastian akhir pandemi. Dunia usaha tidak berkembang akibat keragu-raguan dalam berinvestasi. Begitu pula di masa pandemi, investasi di industri pariwisata yang turun drastis. Ditambah PPKM yang membatasi pergerakan di sejumlah tempat wisata. Ini adalah gambaran kecil bagaimana investasi bisnis bisa ambruk selama pandemi. Kontraksi ekonomi nasional dan daerah adalah efek ketiga. Selama pandemi, pemerintah daerah dan nasional menghadapi tantangan seperti penurunan penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Penurunan ekonomi nasional dipengaruhi oleh hambatan penerimaan di sektor pajak  sehingga menghambat pendanaan untuk program-program yang direncanakan. Selain berbasis atas tekanan opini yang tidak sejalan dengan proyeksi sebelumnya, kondisi pandemi ini mengharuskan adanya pembatasan aktivitas dan mobilitas, mendorong realokasi dana, dan mendorong refocusing sumber daya.

Kondisi yang ada di masyarakat harus diketahui oleh pemerintah baik lokal maupun nasional. Agar dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian tidak berlangsung lama, pemerintah harus terlibat dan menawarkan inovasi dan dukungan. Alhasil, pada 2023, pemerintah akan berkonsentrasi pada kebijakan fiskal untuk membantu pemulihan ekonomi pascapandemi. Hal itu diwujudkan melalui proyek-proyek utama Presiden Joko Widodo yang meliputi pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkaliber tinggi, peningkatan infrastruktur, reformasi administrasi, revitalisasi industri, dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah telah menetapkan kisaran antara Rp2.255,5 triliun hingga Rp2.382,6 triliun sebagai indikasi batas atas penerimaan negara yang lebih tinggi pada tahun 2023. “Perkiraan penerimaan negara tahun berikutnya berkisar antara 11,28 hingga 11,76 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Artinya berkisar antara Rp 2.255,5 triliun hingga Rp 2.382,6 triliun "Deklarasi ini disampaikannya setelah menghadiri diskusi singkat di Kantor Presiden di Jakarta Pusat tentang Rancangan Rencana Kerja Pemerintah 2023.

Belanja negara tahun depan diproyeksikan antara 14,09 hingga 14,71 persen dari PDB atau antara Rp2.818,1 triliun hingga Rp2.979,3 triliun. Sri Mulyani mengklaim belanja negara akan dibagi antara pembayaran ke daerah dan belanja pusat yang totalnya antara Rp. 2,017 triliun hingga Rp. 2,152 triliun. Pemerintah mengantisipasi dengan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 akan tetap berada di bawah 3 persen dari PDB, seperti yang disyaratkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Sektor perlindungan sosial akan menjadi prioritas utama dalam prioritas belanja pemerintah tahun 2023, dengan anggaran antara Rp349 triliun hingga Rp332 triliun. Menurut Sri, hal ini terutama dilakukan untuk melindungi individu yang rentan, mempertahankan perlindungan sosial seumur hidup, dan mempromosikan perlindungan sosial yang lebih adaptif. Dalam hal ini Kementerian Sosial akan memperkenalkan program pemberdayaan yang terintegrasi dengan program perlindungan sosial, dan data penerima perlindungan sosial akan lebih sering dimutakhirkan.

Selain itu, pemerintah akan menaikkan belanja kesehatan yang tidak terkait Covid-19. Karena diantisipasi Covid-19 tidak lagi berperan dalam anggaran kesehatan yang terus meningkat selama tiga tahun terakhir akibat dampak Covid-19. Hal ini, menurut Sri Mulyani, dimaksudkan untuk membantu reformasi Kementerian Kesehatan di bidang industri kesehatan. “Bila belanja kesehatan non Covid tahun ini Rp 139 triliun, maka akan meningkat menjadi Rp 193,7 triliun menjadi Rp 155 triliun pada tahun berikutnya. Kementerian Kesehatan akan melaksanakan reformasi di bidang kesehatan sebagai bagian dari tujuan tersebut” ujarnya.

Anggaran untuk pendidikan akan naik lagi pada tahun berikutnya, dari Rp. 542,8 triliun tahun ini menjadi Rp. 595,9 triliun menjadi Rp. 563,6 triliun. Jumlah tersebut, menurut Sri Mulyani, akan mencakup berbagai biaya pendidikan, seperti beasiswa siswa bagi 20 juta pemegang Kartu Indonesia Pintar, beasiswa bagi 975,3 ribu siswa, dan tunjangan profesi hingga 264 ribu tenaga pendidik yang berprofesi sebagai guru dan PNS. pelayan. BOS dan biaya operasional hingga tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang akan dinikmati 6,5 juta anak usia dini juga ditanggung oleh belanja pendidikan, ucapnya.

Terkait infrastruktur, Sri mengatakan tahun depan masih tersedia anggaran yang cukup besar untuk menyelesaikan sejumlah proyek krusial, antara lain perumahan, air minum, pengolahan air limbah, pipa transmisi gas dari Cirebon ke Semarang, jaringan irigasi, infrastruktur konektivitas (seperti jalan), jembatan, kereta api, dan bandara, dan infrastruktur teknologi informasi (seperti satelit dan BTS). Akibatnya, belanja infrastruktur akan berkisar antara Rp 367 triliun hingga Rp 402 triliun di tahun mendatang.

Pandemi COVID-19 telah memberikan beberapa dampak berikut pada sektor ekonomi Indonesia. Kontrol ketat UU PPKM di berbagai industri berdampak pada naik turunnya perekonomian. Alhasil, pada 2023, pemerintah akan berkonsentrasi pada kebijakan fiskal untuk membantu pemulihan ekonomi pascapandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun