Ada beberapa gejala groupthink yang nampak dalam kasus ini, antara lain :
- Ilusi kebal (illusion of invuinerability), terciptanya optimisme yang tidak sepantasnya dan ada perasaan yang sangat kuat bahwa "kita tahu apa yang kita lakukan". Ini merupakan bentuk kepercayaan berlebihan kepada kelompok yang membuat kita 'terlena'.Â
- Bila tidak ada keyakinan yang begitu kuat, tidak mungkin Priyanka (33 tahun) mau untuk melakukan hal ini. Ia baru saja selesai bertunangan dan akan menikah di akhir tahun 2018. Jika tidak yakin akan selamat, mustahil ia akan bersepakat melakukan ritual tersebut.
- Rasionalitas kolektif (collective rasionalization), kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalkan serangkaian tindakan yang diputuskan. Mereka membuat cerita seolah-olah keputusan yang diambil adalah tepat dan benar. Ini merupakan ciri-ciri berpikiran sempit, pembenaran terhadap segala apa yang dilakukan.Â
- Semua anggota semestinya sudah paham bahwa menggantungkan tali di leher pasti akan membawa konsekuensi kematian. Namun mereka meyakini bahwa Bophal Singh akan hadir pada waktu itu untuk menyelamatkan mereka.
- Tekanan langsung (direct pressure), anggota yang mengungkapkan pendapat yang berlawanan akan mendapatkan tekanan langsung. Tekanan digunakan untuk menyeragamkan anggota. Dalam buku diary yang ditemukan kepolisian, tertulis beberapa kali contoh kasus dimana anggota tidak mengikuti instruksi yang diberikan Lalit.Â
- Mereka tidak patuh terhadap apa yang didektekan kepada mereka, konsekuensinya mereka mendapat tekanan dari Lalit untuk segera memohon maaf dan bertobat setiap malam atas instruksi yang tidak mereka ikuti.
- Ilusi mufakat (illusion of unanimity), bahwa jika keputusan telah disepakati, anggota yang memilih diam dianggap setuju oleh anggota lainnya.Â
- Bagaimana mungkin Dhruv (15 tahun) dan Shivam (15 tahun) berpandangan bahwa ritual tersebut merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Bagaimana mungkin anak seusianya berpendapat untuk melakukan hal tersebut. Tentunya ia akan memilih diam dan naasnya dimaknai sebagai persetujuan oleh anggota keluarga lainnya.
Kepatuhan dan Internalisasi
Janis (1971) melihat bahwa ada perbedaan antara penerimaan publik dan privat terhadap pengaruh kelompok. Asch (1956) menyelidiki tentang penyesuaian dan menemukan bahwa sebagian besar subjeknya telah menyerah untuk berbeda dari rekan mereka.Â
Ini menandakan penerimaan publik namun bukan penerimaan pribadi. Ia memilih patuh terhadap sesuatu meskipun ia yakin dalam hatinya bahwa itu merupakan suatu kesalahan.
Janis melihat bahwa groupthink merupakan perubahan opini yang terinternalisasi, bukan sekadar kepatuhan. Karena pengaruh yang menghasilkan penerimaan publik tanpa penerimaan pribadi, tidak akan menjawab ketidakpastian anggota kelompok tersebut. Apabila anggota kelompok tidak mampu menemukan solusi atas ketidakpastiannya, maka ia otomatis akan memberontak dan tidak sepakat.
Artinya dalam kasus Burari ini, seluruh anggota keluarga telah menerima praktik ritual tersebut sebagai penerimaan pribadi. Apa yang diinstruksikan Lalit telah terinternalisasi ke dalam benak mereka semua, sehingga tidak ada yang memberontak terhadap keputusan kelompok itu.
Inilah muara akhir bahaya dari groupthink, dimana seorang individu bukan tidak bisa lagi melakukan kritik terhadap sebuah gagasan yang disukai mayoritas, namun menganggap bahwa gagasan tersebut merupakan gagasan yang sempurna tanpa berusaha melakukan pemeriksaan kritis terhadapnya.
Namun, bagaimanapun juga apa yang tertulis merupakan subjektifitas penulis semata, karena penulis tidak bisa melakukan validasi data kepada yang bersangkutan, hehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H